Pembicaraan Aldimas kembali berlanjut. Ia tidak menyangka kalau masalahnya bisa sepelik ini. Aldimas kira, mereka hanya perlu menyesuaikan beberapa pasal dan tanda tangan. Namun ternyata, banyak hal yang baru dipertimbangkan klien sehingga mau tidak mau Aldimas harus memikirkan dampaknya nanti.
Suara Rafael dan Rayan yang bersahutan dengan Layla membuatnya sedikit terganggu. Bukan karena berisik, tetapi justru Aldimas ingin bergabung di sana. Suara Layla adalah distraksi terbesar untuknya.
Aldimas menghela napas panjang. Oke, semakin cepat ini selesai, semakin cepat pula aku bisa ngobrol sama Layla. Please... semoga ini draf final.
Aldimas juga tidak mengerti dirinya sendiri. Setelah rujuk, ia justru semakin menginginkan Layla. Padahal dia sendiri tahu, wanita itu tidak akan pergi ke mana pun lagi. Layla adalah miliknya. Namun, jiwanya tetap meronta dan ingin terus berada di dekat wanita itu.
"IIIH! GAK MAU, RAFA!"
"RAYAN NAKAL!"
Suasana yang aman tenteram itu tiba-tiba berubah menjadi teriakan histeris. Tidak hanya Aldimas, tapi semua orang di sana menoleh ke arah pojok ruangan. Rayan berdiri sambil memeluk boneka naganya dengan erat, sementara Rafael berdiri di depannya sambil menarik-narik kaki boneka itu.
Alis Aldimas berkerut. Bukannya tadi mereka anteng ngobrol sama mamanya?
Empat tahun menjadi papa, Aldimas masih belum paham dinamika hubungan kedua bocah itu.
Tangisan Rafael menggema. Rayan masih tetap di posisinya, walaupun wajahnya sudah tampak mendung gara-gara tatapan Aldimas. Pria itu tahu, keputusannya membawa si kembar ke kantor berarti harinya tidak akan berjalan mulus.
"Maafkan saya." Aldimas berdiri dari sofa sambil meminta maaf. Seberapa pentingnya klien itu, tetap ia tidak tega mendengar tangisan anaknya.
Aldimas pun mendekati Rafael di sana. "Rafa, kenapa nangis?"
"Rafa mau Dragon!" Rafael menunjuk boneka naga di pelukan Rayan.
"Ini, kan, Dragon Rayan! Dragon Rafa masih sama Mama!" Rayan menjawab dengan nada tinggi. Dari suaranya yang bergetar, sepertinya bocah itu siap menangis juga.
"Rafa mau pinjam!" Rafael tidak mau kalah.
"Gak boleh!"
Aldimas menghela napas. Kali ini menghampiri Rayan dan mengelus kepala bocah itu. "Rayan, Rafa pinjam sebentar, ya, Sayang?"
"Gak mau! Kemarin Rafa udah pinjam! Sekarang gak boleh!" Teriakan Rayan berubah menjadi isakan. "Ini Dragon Rayan!"
Ini adalah kali pertamanya Aldimas merasa ingin mati saja di ruang kerjanya. Bukan tenggelam karena pekerjaan, tetapi karena tangis bersahutan dari anak kembarnya. Di sisi lain, pasti tidak ada yang menyangka kalau ruangan penuh ancaman ini ternyata tidak ada bedanya dengan tempat penitipan anak sekarang.
Aldimas sudah masa bodoh dengan klien yang memandangnya di sana. Ia terlalu sibuk menenangkan kedua bocah itu. Kedua tangannya masing-masing mengangkat Rafael dan Rayan. Dua bocah itu pun menangis di bahu Aldimas.
Seperti dugaannya, ini tidak mudah. Padahal kalau melihat Layla, sepertinya sangat mudah membujuk dua bocah ini. Entah Aldimas harus melakukan apa lagi.
"Rayan, mau beli es krim sama Om?" Satria tiba-tiba mendekat dan langsung mengambil alih Rayan dari gendongan Aldimas.
Rayan tidak menolak. Ironisnya, dibandingkan Aldimas, Rayan lebih mudah dibujuk oleh Satria. Namun, Aldimas tidak bisa berkomentar banyak. Apalagi Satria perlahan menarik boneka naga itu dari pelukan Rayan, lalu diam-diam menyerahkannya kepada Aldimas.
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name of Marriage Contract
RomanceLayla sama sekali tidak paham, kenapa pria yang menuduhnya sebagai simpanan kakek-kakek, tiba-tiba menawarkan pernikahan kontak? Terlebih, pria ini selalu datang seperti dewa penyelamat setiap kali Layla terkena musibah. Mulai dari ketika ia mabuk d...