Kata orang, menikah bukanlah hal yang mudah, tapi entah kenapa tidak dengan Layla. Hanya dalam sekejap mata, ia sudah menjadi istri orang. Pernikahan Layla terjadi dalam sekejap mata.
Sepertinya baru kemarin mereka melakukan pertemuan keluarga, tahu-tahu sekarang ia sudah berdiri di aula resepsi pernikahan. Tidak banyak undangan yang hadir, kebanyakan adalah anggota direksi MD Group yang akan terlibat langsung suksesi Aldimas. Dari pihak Layla juga sengaja tidak mengundang banyak, hanya keluarga terdekat dan Poppy—teman Layla.
Layla tidak akan kaget kalau setelah ini ada gosip dirinya hamil duluan.
Bukan kemauannya juga menikah secepat kilat begini. Aldimas yang memburunya terus, bahkan sampai menghasut Nenek dan Mama. Omongan Nenek adalah mutlak, apa yang bisa Layla katakan kalau wanita itu saja sudah klop dengan Aldimas.
Jadi, satu-satunya cara untuk Layla melindungi diri adalah dengan...
"Surat perjanjian!"
Aldimas, yang duduk di sofa seberang Layla pun mengangkat sebelah alisnya. Resepsi pernikahan baru berakhir beberapa jam yang lalu, dan keduanya sudah berada di ruang tamu rumah pengantin mereka.
"Apa maksudnya?" tanya Aldimas akhirnya.
"Ini syarat yang kuminta waktu itu. Kamu punya surat kontrak pernikahan, dan aku mau kamu juga menandatangani surat perjanjian ini."
Aldimas tampak meragukan ucapan Layla pada awalnya, sebelum bergerak mengambil map itu. Layla tanpa sadar menggigit bibir bawahnya. Entahlah, ini jauh lebih menegangkan daripada menghadapi dosen penguji.
Mata Aldimas membaca dengan teliti surat perjanjian yang Layla ketik rapi.
"Kamu."
Layla refleks menegakkan punggungnya ketika Aldimas mengangkat pulpen sambil memanggilnya. "Y-ya?"
"Kamu salah menulis nama saya." Setelah itu, Aldimas memberikan coretan panjang di kertas itu dan menuliskan sesuatu.
Layla buru-buru mengambil kertas miliknya dan membaca lagi. Oh... typo ternyata.
Bukannya menulis Mandrawoto, Layla malah menulisnya Mandrawato.
Ck, begini aja dikomentarin, gerutu Layla dalam hati, tapi tetap membuat catatan di kertasnya. Ia kembali melirik Aldimas yang sudah duduk dengan satu kaki terangkat. Bola mata di balik kacamata berbingkai hitam itu seakan ingin melubangi kertas di hadapannya.
"Layla," panggil Aldimas. "Kamu tahu, kan, kalau kamu harus bertahan sampai saya berhasil mendapatkan posisi CEO."
Layla mengangguk singkat.
"Saya rasa, ini juga harus ditambahkan," tanpa menunggu persetujuan Layla, Aldimas kembali menuliskan sesuatu di kertas itu.
"Dan nomor empat," Aldimas kembali berucap tanpa jeda. "Apa maksudmu kalau pernikahan ini harus dirahasiakan? Orang-orang di sekolah dan keluargamu sudah tahu soal hubungan kita."
Layla buru-buru membaca lagi surat perjanjian itu. Apa yang dikatakan Aldimas ada benarnya, tapi... ia juga tidak suka menjadi pusat perhatian. Aldimas bukanlah pria biasa, pasti ada saja masalah yang akan datang kalau semua orang
"Tapi, kan...." Layla tidak tahu bagaimana merangkai semua itu. "Aku tidak mau kejadian di sekolah waktu itu terulang lagi."
Mendengar jawaban Layla, Aldimas menghela napas. "Baik, maaf. Saya tidak akan melakukannya lagi."
Meskipun begitu, Aldimas tetap mencorat-coret kertas tersebut.
"Ini," tiba-tiba, Aldimas meletakkan kertas dan pulpen itu ke atas meja. "Sudah saya revisi. Ketik itu dengan rapi dan berikan pada saya, dan siapkan materainya juga."
Aldimas beranjak begitu saja dari ruang tamu. Layla pun dibuat diam olehnya. Ketika sosok Aldimas menghilang dari pandangannya, Layla menyambar kertas itu dan membaca setiap kata yang ditulis Aldimas.
Kalau begini, bukan revisi namanya, tapi membuat peraturan baru seperti keinginan Tuan Muda Aldimas Mandrawoto!
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name of Marriage Contract
RomanceLayla sama sekali tidak paham, kenapa pria yang menuduhnya sebagai simpanan kakek-kakek, tiba-tiba menawarkan pernikahan kontak? Terlebih, pria ini selalu datang seperti dewa penyelamat setiap kali Layla terkena musibah. Mulai dari ketika ia mabuk d...