DOUBLE UPPP.
Kalau rame, besok double up atau triple hehe
-----------------------------------
"Ck! Norak banget emang si Mike!"
Layla tidak bisa berhenti menggerutu sambil menatap layar ponselnya. Beberapa menit setelah mobil mereka berjalan, ponselnya terus berdering. Bukan telepon dari nenek atau mamanya, apalagi grup sekolah, melainkan notifikasi dari Instagram-nya yang jarang sekali dibuka itu. Semua ini gara-gara Mike.
Setelah menahan Layla dan Aldimas, pria itu berinisiatif mengambil swafoto bersama mereka. Katanya, sebagai branding diri sebagai influencer sekaligus brand ambassador aplikasi. Dia harus menunjukkan keakraban diri kepada para petinggi ini untuk membangun nilainya nanti.
Benar-benar kapitalis!
Masalahnya, Mike sekaligus menandai akun Instagram-nya yang sepi itu. Dan dalam sekejap, akun itu sudah dibanjiri followers baru sampai Layla terpaksa membuat akunnya jadi privat.
"Notif aku gak berhenti dari tadi," gerutunya kembali sambil menggulir layar ponselnya. Ada notifikasi tanda suka, komentar, sampai DM.
"Kamu harusnya bisa nolak," komentar Aldimas yang duduk di sebelahnya. Karena dia minum sedikit alkohol tadi, perjalanan pulang kali ini pun ditemani oleh seorang supir.
"Aku gak tau kalau sampai di-upload."
"Nanti aku yang bilang suruh take down."
Layla menyimpan kembali ponselnya. "Udahlah, biarin. Udah terlanjur."
"Ya... kamu memang selalu begitu," nada bicara Aldimas itu sukses membuat Layla menoleh dengan alis bertaut. "Belain teman lamamu itu."
"Mas? Ngomong apa, sih?"
Aldimas melirik ke arah depan. Walaupun ia percaya sepenuhnya dengan Haris—supirnya—tetap ia tidak mau menunjukkan sisi ini di depannya. Namun kali ini, ia seperti tidak bisa mengendalikan diri. Ucapan Yunita beberapa saat yang lalu berputar di kepalanya.
"Aku cuma penasaran sama hubungan kedua orang itu."
"Bukannya aku pernah bilang? Laki-laki dan perempuan itu gak bisa berteman."
"Apa cuma kamu wanita yang ada di sekitar Michael Hartono?" Aldimas berkata dengan nada dingin.
"Jadi kamu mau nyalahin aku karena ngobrol sama Mike?" Layla bertanya balik. "Apa perlu aku kasih lihat CCTV rumah buat ingetin kamu, siapa yang ajak aku ke acara ini? Kamu, Mas!"
Rahang Aldimas mengeras. Layla benar, tapi entah kenapa ia tidak mau mengakui itu sekarang. Egonya melambung tinggi gara-gara melihat keakraban Layla dan Mike tadi.
"Kamu istirahat saja, perjalanan masih jauh dan macet," Aldimas mengalihkan pembicaraan.
"Aku gak tau kalau Mas punya kebiasaan baru yang benar-benar unik," sahut Layla, terdengar sangat sarkas.
"Apa maksudnya?"
"Ngalihin dan menghindari topik. Iya, kan?"
Aldimas menghela napas, lalu memijat pelipisnya. "Layla, kita bicarakan ini nanti."
"Mas paham gak sih, udah berapa kata 'nanti' yang Mas ucapin ke aku? Sejak Mas punya tanggung jawab baru, sekarang Mas lupa sama tanggung jawab lamamu, iya?"
"Memangnya apa tanggung jawab lama yang aku abaikan?!" tanpa sadar, nada bicara Aldimas meninggi karena saking lelahnya. "Aku tetap nafkahin kamu, selalu pulang ke rumah, bahkan sekarang aku kenalin kamu ke rekan-rekan bisnis aku. Tanggung jawab apa lagi yang belum aku jalanin?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name of Marriage Contract
RomansaLayla sama sekali tidak paham, kenapa pria yang menuduhnya sebagai simpanan kakek-kakek, tiba-tiba menawarkan pernikahan kontak? Terlebih, pria ini selalu datang seperti dewa penyelamat setiap kali Layla terkena musibah. Mulai dari ketika ia mabuk d...