Hal pertama yang Layla rasakan begitu membuka mata adalah... tidak ada.
Ia tidak bisa merasakan apa pun.
Seluruh tulangnya seakan sudah meleleh, bahkan untuk mengangkat kepala saja tidak ada tenaga. Nyatanya, walaupun ini pertama kalinya untuk mereka, tapi Aldimas tidak menahan diri sedikit pun.
"Sekali lagi, ya... Mas janji."
T*i kucing! Bilangnya sekali lagi, sekali lagi, tapi sampai buat aku gak bisa bangun gini!
Layla menggerutu dalam hati sambil memutar kepalanya ke sisi kasur lainnya. Saking remuk seluruh tubuhnya, Layla sampai tidur sambil terkelungkup. Ia sudah memakai kembali kausnya dan celana dalamnya—sepertinya Aldimas yang memakainkannya, dan setengah badannya tertutup selimut tebal.
Terdengar suara percikan air dari kamar mandi. Aldimas bangun lebih dulu dan sepertinya sedang mandi sekarang. Keadaan di luar sudah lebih sunyi dari yang terakhir Layla ingat sebelum tidur karena kelelahan. Rumah itu sangat hening.
Cklek!
Aldimas keluar dari kamar mandi sambil bertelanjang dada dan memakai celana pendek semalam. Wajahnya tampak sangat segar, apalagi dengan tetes air dari ujung rambutnya. Ia langsung menyadari tatapan Layla dan tersenyum, membuat Layla mendengkus jengkel.
Ini orang mukanya seger banget, gak sadar apa udah buat anak orang gak bisa bangun?
Aldimas mendekati Layla, lalu melempar handuk yang digunakan untuk mengeringkan rambut itu ke ujung kasur. Ia langsung menaiki kasur untuk mengecup pipi Layla.
"Pagi, Sayang," sapa Aldimas.
"Pha-ghki...." Layla berdeham. Ah, sial! Selain menggempur tubuhnya, Aldimas juga membuat suaranya habis seperti ini.
Aldimas terkekeh. Namun, bukannya merasa bersalah, pria itu malah semakin menunduk dan menghujani wajah Layla dengan ciuman gemas. Layla ingin menolak, tapi sekali lagi tubuhnya masih terlalu lelah. Sampai akhirnya bibir nakal Aldimas malah menemukan bibir Layla dan melumatnya dengan dalam.
Layla mulai kewalahan meladeni bibir itu. Ia juga tidak paham entah sejak kapan posisinya berubah menjadi berbaring seperti ini, dengan Aldimas berada di atas tubuhnya. Mata Layla membulat kala merasakan tangan Aldimas mulai menyentuh dadanya dari balik kaus. Tangan pria itu bergerak lebih lihat dari dugaannya!
"MAS!" Sekuat tenaga, Layla mendorong bahu Aldimas dan memutuskan ciuman mereka. "Aku masih capek tau!" protes Layla dengan suara serak.
Aldimas hanya menatap Layla. Namun entah kenapa, Layla bisa melihat sudut bibir pria itu sedikit turun ke bawah. Terlebih mata itu terlihat sangat memelas, seperti kucing hitam yang dilarang bermain oleh majikannya.
"Gak, ya, Mas!" Layla berkata lagi karena tidak melihat tanda-tanda Aldimas beranjak dari tubuhnya.
Akhirnya, pria itu menghela napas dan turun dari tubuh Layla. Ia juga membantu Layla untuk duduk di kasur. Tangannya merapikan rambut Layla yang berantakan itu.
"Maaf, ya," ucap Aldimas pelan.
Hati Layla sedikit berdenyut mendengarnya. Bagaimana ini? Kenapa dirinya juga merasa bersalah karena membuat Aldimas meminta maaf seperti itu?
Layla mengalihkan tatapannya. "A-aku gak apa-apa, kok. Cuma capek aja."
"Masih sakit?" tanya Aldimas khawatir, tapi tangannya sudah merayap di paha Layla.
Buru-buru saja Layla memukul tangan itu sampai si empunya meringis pelan. "Tangannya tolong dikondisikan dong!"
Aldimas terkekeh dan mengecup pipi Layla sekali lagi sebelum beranjak dari kasur. "Mau aku bawain sarapan ke sini?" tanya Aldimas sambil berjalan ke arah lemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name of Marriage Contract
RomanceLayla sama sekali tidak paham, kenapa pria yang menuduhnya sebagai simpanan kakek-kakek, tiba-tiba menawarkan pernikahan kontak? Terlebih, pria ini selalu datang seperti dewa penyelamat setiap kali Layla terkena musibah. Mulai dari ketika ia mabuk d...