Layla tidak menyangka kalau orang yang baru ia temui, justru menjadi orang asing pertama yang tahu soal pernikahan kontrak itu. Maksudnya, dari mana dia tahu? Ia percaya kalau Aldimas tidak seceroboh itu untuk memberitahu keluarganya sendiri.
Layla berusaha menormalkan ekspresinya kembali. Ia memaksakan senyum di depan Satria.
"Apa maksudmu? Kontrak apa?" tanya Layla, pura-pura tak paham. "Kami emang menikah karena surat wasiat opa kamu, tapi... tidak ada yang namanya kontrak."
Satria malah tertawa renyah mendengar jawaban Layla. "Hanya orang yang gak paham sifat Kak Al, yang bakal percaya soal itu."
Setelahnya, Satria mengubah posisi duduknya lagi. Ia mencodongkan badannya ke depan, menatap Layla dengan lurus. "Aldimas Noah Mandrawoto adalah orang paling perhitungan yang aku kenal."
Dalam hati, Layla sangat setuju dengan pernyataan Satria itu. Mungkin karena jiwa pebisnisnya itu, Aldimas selalu membuat segalanya give and take. Ia tidak mau rugi sendiri.
Namun pastinya, Layla tidak bisa mengucapkan itu di depan Satria. Ia ingat perjanjian yang dibuatnya bersama Aldimas, bahwa keduanya harus terlihat seperti pasangan serasi di depan orang lain.
"Kamu salah paham," sahut Layla dengan senyum manis.
"Oh, ya?" Satria masih mencoba untuk memancing. "Lalu jelaskan, kenapa kalian belum mengunjungi Opa sampai sekarang?"
Mendengar nama opa disebut, Layla baru ingat kembali. Benar juga. Pernikahan ini kan didasarkan atas wasiat opanya Aldimas, tapi sampai saat ini pun mereka tidak menemui orang tua itu. Bodohnya lagi, Layla tidak bertanya dari kemarin.
'Oke, buat sekarang, mari cari alasan dulu,' tekad Layla dalam hati.
"Itu... karena Aldimas sibuk," jawab Layla.
"Kamu yakin bukan karena takut Opa tahu soal kontrak kalian?"
"Opa masih belum sadar, kami gak bisa menemui beliau dan mengganggu pemulihannya, kan."
Satria tertawa lagi. Pria itu memang lebih murah senyum dan tawa dibanding Aldimas, tapi Layla tetap merasa kalau semua itu palsu. Senyumannya mengandung sarkasme yang tak terucap.
"Oh, Kak Al gak bilang, ya?" Satria balik bertanya setelah tertawa. "Opa udah siuman seminggu yang lalu. Aku bahkan udah ngobrol sama beliau."
Layla mengerjap. Dia merasa seperti orang idiot sekarang. Ucapan Satria semakin mengingatkannya kalau pernikahan ini memang palsu. Dia sama sekali tidak tahu soal keluarga Aldimas, dan semua yang diucapkan Satria seperti tamparan untuknya.
Sebelum Layla bisa membalas apa pun, pintu rumahnya terbuka. Aldimas masuk dengan napas terengah-engah. Walaupun penampilannya masih serapi tadi pagi, tapi Layla bisa melihat bola matanya bergetar.
"Halo, Kak," sapa Satria ringan, lalu menyesap tehnya kembali.
"Buat apa kamu datang?"
"Ada yang salah mengunjungi rumah kakak sendiri?" Satria malah balas bertanya. Sepertinya sudah kebiasaan pria itu untuk membalikkan pertanyaan lawan bicaranya dengan pertanyaan. "Dan, aku juga belum ucapin selamat ke Kakak ipar."
"Sekarang sudah, kan? Kamu bisa pulang."
"Aldimas."
Aldimas menoleh, dan mendapati Layla menatapnya dengan dahi berkerut, seolah menunjukkan protes atas sikapnya. Ia pun menghela napas. Sepertinya tidak baik melibatkan wanita itu sekarang.
"Kamu masuk ke kamar dulu," ucap Aldimas.
Layla tampak enggan pada awalnya. Ia berkali-kali menatap Aldimas dan Satria bergantian. Sampai akhirnya, wanita itu menghela napas dan mengangguk juga.
"Oke." Layla pun beranjak dari sofa dan masuk ke kamarnya.
"Opa cariin Kakak," kata Satria begitu Layla menutup pintu kamar.
"Aku tau."
"Beliau minta Kakak datang."
Aldimas tidak menjawab lagi. Dia hanya mendengus dan mengalihkan pandangannya. Ia tahu itu. Norman, sekretaris opanya sudah berpuluh-puluh kali menghubunginya. Mungkin, kehadiran Satria di rumah ini pun salah satu cara opanya untuk memanggil Aldimas.
Dari dulu, Aldimas memang tidak pernah akur dengan keluarga ayahnya itu. Setelah dipaksa memasuki rumah itu pada usia tujuh tahun, Aldimas bahkan tidak diizinkan bertemu dengan ibu kandungnya lagi. Dan semua itu adalah atas perintah opa dan omanya.
Aldimas tumbuh menjadi pria dingin yang membenci seluruh anggota keluarganya. Ayahnya juga sama saja. Setelah menjadikan ibunya hanya sebagai selingkuhan, ia juga tidak pernah berusaha membangun keluarga baik untuk Aldimas. Jika bukan sibuk bekerja, ia lebih suka menghabiskan waktu di luar rumah, bermain dengan para wanita malam, lalu pulang dalam keadaan mabuk.
Itulah yang membuat ibu tirinya juga semakin membenci Aldimas. Sudah suaminya selingkuh, ditambah membawa anak hasil selingkuhannya ke rumah. Ayahnya juga sama sekali tidak peduli dengan Satria, si anak sah keluarga Mandrawoto.
'Keluargaku jadi hancur gara-gara kamu!' itu yang selalu ibu tirinya teriakan kepadanya setiap kali episodenya kambuh.
"Kak Al gak kasihan sama Kak Layla?" suara Satria kembali menginterupsi. "Tiba-tiba diajak menikah, bahkan cuma pernikahan kontrak."
"Ini urusanku, kamu—tunggu. Apa maksudmu dengan kontrak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name of Marriage Contract
RomansaLayla sama sekali tidak paham, kenapa pria yang menuduhnya sebagai simpanan kakek-kakek, tiba-tiba menawarkan pernikahan kontak? Terlebih, pria ini selalu datang seperti dewa penyelamat setiap kali Layla terkena musibah. Mulai dari ketika ia mabuk d...