BAB 39

1.7K 114 1
                                    


Bisa terlihat jelas kalau wanita itu sedang marah besar kepadanya, tapi Aldimas tidak peduli. Ia tetap mengikuti langkah berapi-api Layla. Kalau saja ada kertas yang terinjak di atas pasir itu, sudah pasti terbakar gara-gara Layla.

"Kamu!" Layla tiba-tiba berbalik badan, membuat Aldimas juga berhenti melangkah.

Kedua alis wanita itu berkedut-kedut, menunjukkan seberapa jengkelnya dia sekarang. Namun bukannya kesal, Aldimas malah merasa geli melihatnya. Layla terlihat seperti anak anjing yang berusaha menakut-nakuti seekor serigala.

"Sampai kapan kamu mau bertingkah kayak gitu?" Layla melanjutkan, dengan tangan sibuk menyibak rambutnya yang berantakan karena angin.

"Saya kenapa?"

"Tiba-tiba datang, tiba-tiba panggil 'sayang', tiba-tiba peluk, tiba-tiba berantem sama Mike, tiba-tiba—"

"Itu gak tiba-tiba, saya memang sudah berencana datang ke sini," potong Aldimas ketika menyadari kalau Layla tidak akan berhenti sebelum disela.

Wanita itu menyipitkan matanya, membuat Aldimas menghela napas dan melanjutkan, "Oke, gak sepenuhnya. Tapi, saya memang habis dealing sesuatu di sini sambil main golf."

"Dan kamu kenal Mike?"

"Secara teknis."

"Maksudnya?"

Aldimas tidak langsung menjawab, malah memutar bahu Layla agar membelakanginya. Wanita itu tampak protes, bahkan beberapa kali ingin berbalik badan lagi, tapi Aldimas menahannya.

"Kamu dengar sendiri yang saya bilang tadi." Aldimas menyatukan seluruh rambut Layla menjadi satu, lalu mengikatnya dengan gelang hitam yang ada di tangannya. "Michael Hartono akan menjadi model untuk proyek mall baru."

Sesudah selesai, ia membalikkan badan Layla lagi. "Dan Diego bilang, keluarga Hartono dan Darmawan itu saling kenal, jadi saya tarik kesimpulan kalau kalian berteman."

"Ah... masuk akal...." Layla mengangguk-angguk.

Sudut bibir Aldimas agak naik mendengar jawaban polos Layla. Wanita itu memang tampak memiliki insting yang tajam, sedikit ketus, dan mempunyai kontrol emosi yang buruk. Namun, ada satu sisi dirinya yang polos dan menggemaskan juga. Seperti sekarang, dengan mudahnya ia percaya dengan ucapan Aldimas.

"Sekarang giliran kamu." Aldimas maju satu langkah, lalu sedikit menunduk. "Apa hubunganmu dengan Michael Hartono?"

"Teman," jawab Layla langsung. "Sejak kelas 5 SD."

"Sudah?"

Layla mengangguk. "Iya. Kenapa, sih?"

Aldimas kembali tersenyum. Tanpa dideklarasikan pun ia tahu kalau dirinya sudah menang. "Gak apa-apa. Ayo, saya antar ke vila."

"GAK!"

Baru saja Aldimas merasa senang, tapi penolakan wanita itu membuatnya kembali mengerutkan dahi. Terlebih, Layla sampai memeluk tangannya sendiri, takut kalau Aldimas menariknya.

"Gimana kalau kita ketahuan?!" ucap wanita itu kemudian.

"Sebagian besar orang sekolahmu kan sudah tahu kita bertunangan."

"Itu kan kemarin!" pekik Layla. "Kamu gak ingat perjanjian kita? Kita gak boleh sengaja mengungkapkan pernikahan ini!"

"Kalau mereka tahu sendirinya, itu bukan disengaja, kan?"

Layla tampak semakin frustrasi dengan jawaban Aldimas, dan membuatnya meninggalkan pria itu dengan langkah lebar-lebar. Aldimas kembali terkekeh, dan perlahan mengikutinya. Beberapa kali Layla menoleh ke belakang, seperti memastikan apakah Aldimas masih mengikutinya atau tidak, sebelum kembali mendengus dan melangkah.

Langkah wanita itu sedikit melambat ketika ponselnya berdering. Entah siapa yang menelepon, tapi Layla langsung menjawab begitu melihat layar ponselnya. Aldimas pun memanfaatkan itu untuk menyusul langkah Layla.

"Iya, Nek, udah ketemu kok sama Mike tadi," ucap Layla.

Oh, Nenek ternyata.... Aldimas mengangguk-angguk.

"Aku itu lagi karya wisata sama sekolah, kenapa Nenek suruh Mike ke sini juga?" Layla menggerutu sambil terus melangkah. "Apa? Jadi salah aku gak kabarin dia kalau aku udah nikah? Lagipula pernikahan ini kan dadakan."

Sepertinya, neneknya Layla terus menggerutu di ujung sana. Layla hanya diam beberapa saat, menelan semua omelan itu. Aldimas memegang bahunya, hingga wanita itu menoleh. Lalu dengan gerakan lembut tapi cepat, Aldimas mengambil ponsel Layla dari tangannya.

"Eh?" wanita itu tampak ingin protes, tapi Aldimas sudah keburu memegangi pergelangan tangannya yang kecil itu.

"Halo, Nek?" sapa Aldimas kepada Nenek di seberang sana.

"Aldimas? Kamu sedang sama Layla?" suara Nenek terdengar bingung, tapi tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya.

"Iya." Aldimas melirik Layla yang tengah melotot ke arahnya. Pria itu hanya tersenyum tipis dan menjawab lagi, "Kami lagi curi-curi bulan madu di sini."



---------------------

Jangan lupa vote dan comment nya yaaa biar tambah semangat ngetiknya hehe

In The Name of Marriage ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang