BAB 62

1.4K 121 4
                                    


Kepada anak-anak dan cucu-cucuku. Ini adalah hal terakhir yang bisa aku lakukan buat keluarga ini. Aku bukan orang yang baik, banyak dosa yang tercipta dari tangan penuh keriput ini.

Satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk menebusnya adalah dengan cara ini. Aku harap, semua orang menghormatinya dan patuh dengan apa yang kutulis. Jangan coba-coba mengancam Pak Edi, karena ini semua adalah perintahku! Jika ada yang menentangnya, silakan bicara padaku secara langsung.

Terdengar seperti lelucon, tapi semua orang wajahnya pucat.

Edi pun melanjutkan, "Yayasan sekolah milik Bu Tati Mandrawoto akan dialihkan ke perusahaan utama MD Group untuk sementara sampai dewan komite menentukan pimpinan melalui rapat terbuka. Dan untuk kepemilikan sahamnya di MD Group sebanyak 11% akan diserahkan kepada Satria Mandrawoto sebanyak 6% dan sisanya diserahkan kepada publik."

Farah tersenyum mendengar ucapan Edi. Ibu mertuanya memang sangat menyayangi Satria. Melihat bagaimana ia memberikan sebagian saham itu kepada Satria, dan tidak memberikan apa pun untuk Aldimas, membuatnya semakin yakin sekarang.

Aldimas akan didepak dari keluarga ini cepat atau lambat.

"Saham sebanyak 15% milik Tuan Wardha Mandrawoto yang sebelumnya dialihkan kepada Bapak Hardian Mandrawoto akan diserahkan kepada pewaris sahnya," ucap Edi sambil membenarkan letak kacamatanya.

Semua orang langsung mengalihkan tatapannya kepada Satria yang hanya duduk dengan wajah kaku. Lalu, mata mereka pun beralih kepada Aldimas, mencemoohnya.

"Ya, anak haram, mah, patutnya dibuang aja, gak perlu dikasih apa-apa," komentar salah satu tante.

Farah tersenyum miring. "Jangan begitu, Mbak. Ayo, kita dengarkan sampai tuntas dulu."

Tangan Layla terkepal mendengar komentar itu. Kalau mereka mau bergosip, setidaknya gunakan suara yang lebih pelan! Apa mereka mau melihat meja di depan ini berbalik ke wajah mereka?

"Ssh...." seolah tahu apa yang dipikirkan Layla, Aldimas menggenggam tangan Layla lebih erat. Pria itu juga menenangkannya dengan bisikan pelan.

Layla menarik napas panjang, tepat ketika Edi kembali melanjutkan pembacaan wasiat.

"Tuan Muda Aldimas Mandrawoto, Tuan Wardha menyerahkan seluruh sahamnya untuk Anda." Pria itu tiba-tiba mengalihkan tatapannya kepada Aldimas.

"APA?!"

Untuk pertama kalinya, ekspresi Aldimas berubah. Matanya membulat. Ia seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Jangan bercanda kamu Edi!" teriak Pratno, salah satu om Aldimas.

"Masa Mas Wardha kasih semuanya ke anak haram ini?!" kali ini, Risma Mandrawoto—tante Aldimas yang lain—ikut berteriak.

"Mbak Farah! Ngomong sesuatu dong!"

Namun, Farah masih diam saja. Hanya matanya yang menghunus tajam ke arah Aldimas. "Tolong, lanjutkan, Pak Edi," suruhnya dengan suara dingin.

Jadi, gini cara mainmu, Mas? Oke, kamu boleh berpihak sama anak haram itu. Tapi, wasiat Ayah sudah pasti milik aku dan Satria! Amarah itu membuncah di dada Farah.

Edi kembali berdeham. "Sekarang kita akan membacakan hal yang paling utama. Tentang pengalihan pimpinan MD Group."

Sebelum memasuki yang utama, Edi juga membacakan beberapa aset fisik seperti bangunan, gedung, dan kendaraan yang dibagikan kepada anak-anaknya. Ia juga membicarakan soal saham Hardian Mandrawoto di beberapa perusahaan cabang dan sektor yang dibagi rata sesuai prosedur—termasuk untuk Satria.

Sekarang hanya tersisa perusahaan utama MD Group. Mereka sepertinya tidak terlalu peduli jika Satria mendapatkannya, karena mereka tahu Farah tidak akan tinggal diam. Wanita itu pasti juga akan membaginya.

"Lima puluh persen kepemilikan saham Pak Hardian Mandrawoto di perusahaan induk MD Group akan diserahkan kepada seluruh karyawan. Sedangkan sisanya...."

Semua orang menjadi tegang kembali.

"Tuan Muda Aldimas yang akan mengaturnya."

"APA?!"

"KENAPA AYAH KASIH SEMUA HARTANYA KEPADA ANAK HARAM ITU?!"

"Bisa saya lanjutkan?"

"Tuan Muda Aldimas sudah menggantikan posisi Pak Hardian selama setahun belakangan ini. Melihat kinerja dan hasil yang beliau bawa, Pak Hardian percaya bahwa Tuan Muda Aldimas bisa memberikan MD Group ke tingkat berikutnya."

"Oleh sebab itu, posisi pimpinan MD Group akan diserahkan kepada Tuan Muda Aldimas dengan—"

"JANGAN GILA!" Farah berteriak seperti orang gila sambil menuding Aldimas.

Seperti pematik, reaksi Farah mengundang amarah yang lain juga. "Hei, apa yang kamu cekokin ke Ayah, hah?" Pratno ikut berdiri dari duduknya.

"Edi! Kamu pasti dibayar sama orang ini, kan?!" sekarang, Farah mengalihkan tatapan marahnya kepada Edi. "Itu pasti bukan surat yang asli!"

"Saya punya hak penuh untuk melegalisasi semua surat yang berhubungan dengan Pak Hardian Mandrawoto. Jika Anda ingin protes, kita bisa membawa ini ke meja hijau langsung," jawab Edi tenang sambil membenarkan letak kacamatanya.

Farah tidak lagi menjawab, matanya hanya menatap satu sosok yang berdiri di belakang Edi dengan wajah pucat. Tangan Farah terkepal, kenapa rencananya jadi kacau begini? Ia pun terpaksa kembali duduk setelah Satria menyuruhnya dengan lembut.

"Tuan Muda Aldimas," panggil Edi.

"Ya, Pak Edi?" jawab Aldimas dengan suara tegas dan terkesan dingin.

"Ada syarat yang diberikan Pak Hardian sebelum Anda resmi menjabat sebagai Presiden MD Group."

Aldimas menenguk ludah. Ia seperti bisa membaca raut Edi di sana. Tangannya pun menggenggam Layla lebih erat lagi.

"Anda dan Nona Layla Darmawan harus memiliki anak terlebih dulu."

In The Name of Marriage ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang