"Jere told me something funny" ucap Sandy
Ia lalu menoleh ke arahku, aku melakukan hal yang sama
"He said you like me, funny right?"
Jantungku seperti berhenti berdetak untuk beberapa detik saat mendengarnya
I like you. Andai aku bisa mengatakan...
Malam ini aku duduk sendiri di taman belakang rumah, mengerjakan tugas matematika dan tugas lainnya yang perlu diselesaikan untuk dikumpul besok.
Kurenggangkan otot otot tubuhku yang kaku karena berada di posisi yang sama selama dua jam. Ini sudah pukul 9, sudah malam, sudah saatnya aku istirahat.
Hari ini sungguh melelahkan, sepulangnya dari perpustakaan tadi aku langsung ke tempat bimbel. Sebenarnya tidak ada jadwal bimbingan hari ini, namun aku datang mengikuti kelas apapun yang ada hari itu hanya untuk melupakan ingatanku soal apa yang terjadi di perpustakaan tadi.
"Gak pernah kebayang tipe Sandy yang kaya Mira"ucapku dalam hati. "Emang tipe dia yang kaya gimana? Sok tau" aku kesal pada diriku sendiri.
"Oliv!!" suara mama mengagetkanku. "Nahh itu dia.. Liv, ini ada Sandy"
Alangkah terkejutnya aku mendengar mama menyebut nama Sandy. Aku menoleh dan benar mama sedang berdiri disana bersama Sandy yang masih dengan seragam sekolah lengkap, sama seperti saat kami bertemu tadi siang.
Mama menggandeng lengan Sandy berjalan ke arahku. Pemandangan favoritku. Selalu menjadi pemandangan favoritku. Bagi mama, Sandy adalah anak laki laki yang tak pernah ia miliki dan aku sangat berterima kasih pada Sandy karena ia tak pernah keberatan dengan itu.
Walaupun hubungan kami kurang baik sebelumnya, namun Sandy masih sering ke rumah hanya untuk menyapa mama disaat aku tidak ada di rumah.
"Kamu baru pulang jam segini, uda makan belum?" aku mendengar perbincangan mereka. Sandy mengangguk "Uda tan, tadi makan malam bareng temen temen". Mama mengangguk paham "Jaga kesehatan ya San, walau sibuk ga boleh sampai telat makan" nasehat mama. "Iyaa tan, beres"
Aku menatap mereka berdua bergantian. "Ahh perasaan hari ini aku jadi orang ketiga mulu" candaku tanpa berpikir panjang. Sandy menaikkan alisnya . "Becanda" aku buru buru memalingkan wajah ke mama.
"Yauda, tante masuk dulu ya. Kalian ngobrol gih"
"Oke tan" jawab Sandy sopan
Sebelum mama pergi, mama melihat ke arahku "Liv. kelar belajar nanti semua diberesin"
"Iya beres bos"
Mama lalu pergi meninggalkan kami
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Selepasnya mama kembali ke rumah, Sandy duduk di hadapanku, kami bertatapan untuk beberapa saat namun tak ada yang memulai pembicaraan, sampai akhirnya ia mengambil sesuatu dari tas nya.. notebook berwarna pink yang familiar.
"Astagaaa ketemu juga!! Aku kirain hilang" ucapku lega saat melihat notebook yang sedari tadi kucari akhirnya ketemu
Sandy menyodorkan notebook itu ke arahku
"Thank you. Aku cari kemana mana" aku memeluk notebook itu. Notebook ini sangat berharga karena pemberian papa saat aku memasuki semester baru tahun ini
"Kenapa tadi buru buru banget?" tanya Sandy
"Ohh.. ada urgent" aku mengalihkan pandanganku darinya
"Bohong banget" Sandy berdecak
Aku tak menjawab, bohong bukan keahlian ku dan Sandy tau itu
"Maaf buat kejadian tadi siang kalau buat kamu ga nyaman" ia membawa topik itu, dan aku tak bisa lagi mengelak. "Tapi harusnya kamu ga perlu pergi, karena jam belajar kamu kan belum kelar. Masih ada 10 menit lagi"
Bahkan dia sadar, waktunya kurang 10 menit lagi
"Ohh gpp, cuma ngerasa harusnya aku ga ada disitu tadi" aku berhenti beberapa saat untuk menyusun kata "dan kamu dan Mira kayanya juga perlu waktu buat bicara berdua"
Sandy mengangkat bahunya "Siapa bilang"
Aku masih menatap nya, ada banyak sekali pertanyaan di otakku yang mengganggu
Sandy melipat tangannya di meja dan lurus menatapku "Ada yang mau ditanyain soal kejadian tadi siang? Karena aku rasa kamu pengen tanya sesuatu.. those eyes!" ia menunjuk ke arah mataku
Aku kembali menghindari tatapannya
"Go on. You can ask" ucapnya santai
Awalnya aku ragu dan menahan diri, namun pada dasarnya aku bukan orang yang bisa menahan rasa penasaran
"Kalian pacaran?" tanyaku cepat namun cukup untuk Sandy mendengarnya
"Ga pernah" jawabnya juga dengan cepat
Tapi kenapa Mira mengatakan hal seperti tadi di perpustakaan
"Tapi kita pernah dekat" tambah Sandy seakan membaca kebingunganku
"Tim basket dan tim cheers sering bareng kalau ada acara, sering makan bareng dan sering ke banyak tempat bareng. So i know her. Kalau soal kenapa jadi dekat, karena sepupunya Mira, Willi, mantan senior yang juga tim olimpiade dulu dan sekarang di Stanford. Jadi kita sering ngobrol dan Mira sering joined the conversation" Sandy menjelaskan. "Willi pernah minta aku temeni Mira beberapa kali cari buku yang bagus. Jadi sempat jalan beberapa kali"
"Jadi?"
"Jadi?" tanya Sandy balik, ia terlihat tak paham dengan maksudku
"Kamu pernah suka Mira?"
"Engga" jawabnya tanpa ragu
"Ohh.." Aku tak bisa menahan senyumku, jadi aku menunduk.. pura pura membaca notebook pink yang ada dihadapanku
"Tapi kayanya kita ga bisa lagi belajar di perpustakaan"
Aku mengangkat kepalaku lagi ke arahnya. Baru juga satu kali belajar bareng, uda mau selesai aja?
Lagi lagi seakan bisa membaca pikiranku, Sandy melanjutkan "Bukan itu maksudnya. Kita tetap belajar, tapi ga bisa di perpustakaan lagi karena Mira bakal kesana"
"Ohhh" aku pura pura mengangguk, dalam hati aku sangat lega
"Gimana kalau disini? Tapi kita ubah jam belajarnya, selesai aku dari training"
"Selesai training kamu bisa selesai kemalaman, ini aja baru balik jam 9 malam. Belum juga habis itu harus ngerjain tugas.. belum lagi.."
Sandy mengentikan ku "Rabu training selesai jam 7 malam. Kita bisa mulai jam 8. Tapi aku ga bisa Jumat, jadinya kita ubah ke Sabtu. Sabtu jam yang sama. Gimana?"
"Oke!" jawabku bersemangat
"Pikirin baik baik, kalau kamu mau pacaran di hari Sabtu artinya harus selesai sebelum jam 7"
Aku menatap Sandy aneh "Gak masalah, jadi oke" aku menyodorkan tanganku kearahnya. Pacar apa?