Sore itu aku berlari ke lapangan basket sekolah. Jere mengatakan Sandy ada disana sendirian. Entah darimana keberanian itu datang, namun aku siap dengan makian atau apapun yang akan Sandy katakan padaku.
Sesampainya disana, kulihat Sandy sedang bermain basket sendirian. Terlihat frustasi. Ia masih berdiri membelakangiku.
Sandy kemudian melemparkan bola ke ring basket kencang.. bola terpental tidak memasuki ring.
Bola memantul keras kebelakang dan menggelinding mendekatiku. Terlihat Sandy menghela nafas panjang lalu membalikkan tubuhnya.
Sandy terlihat sangat terkejut melihatku
Sekarang kami sudah berdiri berhadapan
Tak ada yang mengalihkan pandangan.. tak ada yang memulai pembicaraan.
Setelah beberapa waktu, kuambil bola basket yang ada di dekatku lalu berjalan ke arah Sandy. Kuserahkan bola itu ke arahnya.
Sandy melihat ke arah bola lalu ke arahku
"Bolanya berat" ucapku saat ia tidak merespon
Sandy berdecak lalu akhirnya mengambil bola itu dari tanganku "Kamu ngapain kesini?"
"Aku denger soal hasil pre test IMO kamu" jawabku
"Ohh.. terus kenapa?" Sandy melemparkan bola basket ke keranjang penyimpanan. "Hubungannya sama kamu apa?" tanyanya heran
Aku sudah siap dengan semua itu
"Aku tau kok kamu gak mau lihat aku lagi setelah semua yang terjadi"ucapku. "Aku juga tau kamu benci karena aku uda bohong. Aku juga tahu kamu gak suka aku. Aku paham. Tapi... apa bisa buat kali ini aja kita lupain soal semua itu dulu?" aku menatap Sandy serius.
"Karena itu ga penting" tambahku. "Karena itu gak penting kan? Kamu sendiri yang bilang" aku mengulangi apa yang ia katakan padaku dulu.
"Jadi kenapa sekarang kamu keliatan terpengaruh soal itu?" tanyaku pada nya
Sandy terlihat tak bisa berkata kata dengan semua pertanyaanku
"Kamu ga suka aku. Gak apa apa. Kamu gak mau aku dekat dekat kamu lagi. Kalau itu juga yang kamu mau.. gak apa apa, Sandy. Tapi... kali ini aja.. kali ini aja kasi tahu ke aku, kamu kenapa?"jantungku berdetak sangat cepat saat mengatakannya.
"Tolong kasih tau aku apa yang bisa aku bantu" aku sangat mencemaskannya
Sedih.. kecewa.. marah.. aku bisa melihat semua emosi itu di mata Sandy sore itu
"Maafin aku karena uda bohong. Aku ga pernah bermaksud mengacaukan semuanya" aku rasa Sandy perlu mendengarkannya. "Dan aku belum sempat ngucapin terima kasih buat bantuan kamu, aku juara 1 di kelas.. nilai Fisika ku 95" akhirnya aku bisa mengucapkan betapa berterimakasihnya aku padanya.
"Kamu uda bantu aku banyak, tolong biarin aku bantu kamu kali ini" aku menghapus air mataku. "Stanford selangkah lagi.. itu mimpi kamu"
Kali ini Sandy mengusap wajahnya dengan tangannya.. ia mengalihkan pandangannya dariku untuk beberapa saat.
Aku merasa ia terlihat lebih buruk dari sebelumnya. Mungkin benar kehadiranku memang sangat tidak ia inginkan.
"Maaf.. mungkin lebih baik aku pergi"
Seketika pandangan Sandy kembali padaku.. ia menghela nafas. Aku masih menunggunya bicara karena dari caranya menatapku aku tau ia ingin mengatakan sesuatu.
Sandy lalu berjalan ke arahku.. aku melihat nya yang makin mendekat. Jarak kami sekarang hanya sekitar 30 cm
"Help me" suara Sandy pelan namun cukup untuk aku mendengarnya
Posisi kami sangat dekat.. untungnya sudah tidak murid lain di sekolah sore itu
Aku mendongakkan kepalaku, Sandy lebih tinggi 10 cm dariku.
Kami saling menatap untuk beberapa saat.. sebelum Sandy menutup jarak di antara kami dan memelukku erat. "Tetap disini. Sebentar" ucapnya
notes from writer:
hi all! thank you for the support
votes, comments, dan semua respon kalian selalu buat aku happy dan semangat ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
ETERNAL SKIES OF YOU (Dear Sandy)
Romansa"Jere told me something funny" ucap Sandy Ia lalu menoleh ke arahku, aku melakukan hal yang sama "He said you like me, funny right?" Jantungku seperti berhenti berdetak untuk beberapa detik saat mendengarnya I like you. Andai aku bisa mengatakan...