Sandy memberikan ku hasil test vektor sesuai materi yang kami pelajari hari ini. "Yes" aku senang melihat angka 100 ada disana.
"Makasi banyak San, kalau ga gara gara kamu aku ga akan pernah paham materi ini"
"Sama sama" jawabnya santai
Aku merapikan buku diatas meja "Kamu mau cake gak? Tadi mama buat cake tiramisu. Kamu kan suka banget tiramisu"
"Ohya? tante uda mulai buat cake lagi?"
Aku mengiyakan "Uda, kadang aku bantuin, kadang dibantuin Mba Rita" Mba RIta adalah asisten rumah tangga keluargaku. "Kamu harus coba, bentar aku ambilin"
Sandy mengangguk, aku segera berlari ke rumah mengambil cake tiramisu dan cemilan lainnya untuk Sandy.
Sesampainya di dapur, aku melihat Mba Rita disana sedang mencuci piring.
"Mba belum istirahat?" tanyaku
"Habis ini Mba, ibu baru minum obat"
"Makasi mba. Habis ini langsung istirahat aja ya. Nanti piring yang aku pakai, aku cuci sendiri aja"
Awalnya Mba RIta menolak tetap ingin membantuku, namun aku bersikeras tidak perlu dibantu
Sembari aku menyiapkan cake buat Sandy, Mba Rita berbisik padaku "Mas Sandy itu uda persis kaya model, tinggi banget.. malah cakep pisan. Gebet atuhh mba"
"Sstt mba ntar orangnya denger, malah kegeeran"
Aku dan Mba Rita tertawa bersama
"Tapi bener deh, kalian tuhh cocok banget dari dulu. Kenapa atuh ga pacaran aja"
"Engga mba, aku ama Sandy cuma teman"
Mba RIta memasang wajah cemberut saat mendengar jawabanku. Aku hanya tertawa.
"Yauda mba RIta istirahat aja, aku mau bawa ini dulu ke Sandy" di nampan yang kupegang sudah ada cake tiramisu, biskuit, dan teh hangat untuk Sandy.
Mba RIta sudah pergi ke kamarnya, dan aku segera menuju taman belakang, takut Sandy terlalu lama menunggu
"Nahh ini dia" ku letakkan nampan di meja. Sandy meletakkan handphone yang sebelumnya ia pegang.
"Cake tiramisu, biskuit dan teh hangat" kujejerkan semuanya di hadapan Sandy
Sandy mengambil cake tiramisu dan segera mencobanya. Tak lama ia tersenyum "Rasanya masih seenak dulu"
"Pasti" jawabku dengan nada bangga
"Aku senang banget liat tante uda kelihatan jauh lebih sehat sekarang"
Sandy benar, mama jauh lebih baik sekarang. Setelah melalui banyak kemo sampai akhirnya operasi dilakukan, kondisi mama sudah jauh lebih baik sekarang.
"Semoga sel kanker nya ga muncul lagi" hanya itu harapan ku saat ini untuk mama. Semoga mama selalu sehat dan tidak perlu kesakitan karena kemo lagi.
Aku melihat ke arah Sandy "Maaf waktu itu uda banyak ngerepotin om, tante, kamu, dan kak Sally"
Sandy meletakkan piring berisi tiramisu yang sudah selesai ia makan
"Mama kamu uda kaya ibu aku sendiri, so i dont do it for you, for her" aku tau Sandy bercanda saat mengatakannya, ia hanya ingin membuatku merasa lebih baik
"Tetap aja, aku gak tau kalau ga ada rekomendasi dokter dari om dan kalau gak kamu yang bantu cariin obat waktu itu, mungkin kondisi nya ga akan seperti sekarang. Jadi terima kasih banyak" aku ingat waktu itu papa dan mama nya Sandy sampai mencari puluhan dokter yang bisa membantu mama.
Aku ingat juga waktu itu saat kami mencari satu obat mama yang habis dan tiba tiba sulit dicari di seluruh denpasar, Sandy lah satu satunya orang yang menemukannya. Aku sampai hari ini juga tidak tau bagaimana Sandy bisa menemukannya saat itu.
Suasa malam denpasar hari itu lebih hangat dari biasanya, aku menatap langit dan ada banyak sekali bintang.
"Aku bersyukur karena semuanya membaik sekarang" mataku masih menatap ke arah langit
"Is that the reason?" tanya Sandy
Pandangan ku kembali pada Sandy
"Itu alasannya kamu mau jadi dokter?"
Aku mengangguk
"Aku mau jadi orang pertama yang bisa bantu mama kalau mama sakit lagi, walaupun aku berharap kondisi mama akan selalu membaik"
"Kamu tau UI punya fakultas kedokteran terbaik di Indonesia, kenapa kamu gak mau coba kesana?"
Aku punya alasan untuk itu "Mama papa cuma punya aku disini. Kondisi mama juga masih akan tetap perlu di monitor kedepannya sementara papa juga terkadang sudah kelelahan karena kerjaan di kantor. Mereka butuh aku disini, walaupun aku tau mama papa gak mau aku terbebani dengan semua itu"
Sandy terlihat sedikit terkejut dengan jawabanku, mungkin ia tak mengiranya. Sandy lalu mengatakan "Keluargaku masih bisa bantu disini dan di rumah kamu masi ada Mba Rita. Kamu masih bisa balik kapanpun, Jakarta Denpasar gak terlalu jauh"
Aku menggeleng "Aku bakal disini, Sandy. Aku cuma mau jadi dokter, dimanapun itu ga masalah. Aku ga punya cita cita spesifik kaya kamu"
Aku menatap Sandy sambil tersenyum "Kamu keren banget karena kamu selalu tau apa yang kamu mau. Computer Science Stanford University ya kan"
"Iya" jawabnya
"Kamu pasti bisa masuk ke Stanford seperti yang kamu mau. Stanford akan bangga banget karena ada mahasiswa segenius kamu disana" akhirnya aku bisa mengatakan hal ini padanya. Semenjak aku mendengar dari Kak Sally bahwa Sandy ingin masuk ke Stanford dan berusaha sangat keras untuk itu, aku selalu ingin mengatakan pada Sandy kalau dia pasti akan bisa mencapai semua itu, mencapai semua hal yang ia inginkan.
"Kamu yakin gak mau ikutin aku juga sampai ke Stanford?"
Aku tersenyum mendengar kalimat ledekan itu keluar darinya.
"Uda cukup sampai SMA aja aku ngikutin kamu" aku pura pura menatapnya dengan kesal
Aku tak sempat melihat ekspresi wajah Sandy setelah itu, karena setelahnya kuangkat kepalaku kembali menatap langit yang sangat indah
"Langit California pasti ga akan sebagus langit Denpasar. Kasian kamu cuma punya sisa waktu 1 tahun untuk lihat pemandangan seindah ini"
Sandy berdecak mendengar kalimatku
"Satu tahun lagi masih lama" ucapnya
notes from writer :
that's all for this week.. i'll be back as soon as possible.
please give support for Sandy and Olivia :P
KAMU SEDANG MEMBACA
ETERNAL SKIES OF YOU (Dear Sandy)
Roman d'amour"Jere told me something funny" ucap Sandy Ia lalu menoleh ke arahku, aku melakukan hal yang sama "He said you like me, funny right?" Jantungku seperti berhenti berdetak untuk beberapa detik saat mendengarnya I like you. Andai aku bisa mengatakan...