#42

166 26 8
                                    

Daehyung mendesah kala bibir Yoongi bermain di lehernya. Mencium, menjilat, bahkan mengigit dan menghisapnya. Menimbulkan ruam merah keunguan yang tidak sedikit jumlahnya. Tangan Yoongi bergerak lihai melepas kancing kemeja yang Daehyung kenakan dan dengan cepat jemarinya mengusap-usap nipple milik Daehyung.

Daehyung kembali mengerang dalam cumbuan panas yang Yoongi berikan. Lidah Yoongi membelit lidahnya, sedangkan tangannya sudah bergerak ke bawah untuk membuka ritsleting celana milik Daehyung.

Tak hanya leher dan bibir, kini tujuan Yoongi ada pada nipple merah muda yang sudah mencuat tegang. Ia menjilatnya sebelum kini menyusu di sana dan membuat Daehyung lagi-lagi mendesah kenikmatan. Keduanya sudah sama-sama telanjang sekarang. Yoongi meregangkan kedua paha Daehyung dan kedua jarinya ia ludahi sebelum memasukkannya ke dalam lubang sempit milik Daehyung.

"A-akh." Daehyung memekik kala dua jemari Yoongi langsung memasuki lubang miliknya. "P-perih, Hyung."

Yoongi mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Daehyung. "Tahan sebentar, Baby. Kau boleh meremas atau menjambak rambutku jika kau merasakan sakit." Yoongi kembali memasukkan jarinya dan Daehyung menjambak rambutnya.

"A-akh. Ahhh ahhh." Daehyung mengerang saat dua jari Yoongi masuk semakin dalam dan menumbuk lubangnya. "A-akh, Hyung, yaaaah ahh." Mendesah, melenguh dan mengerang adalah satu kesatuan suara yang terdengar di ruangan. Yoongi menyukai kala permainan jarinya mampu membuat Daehyung menjerit nikmat.

Yoongi kembali menyatukan bibir mereka, sebelum melepas perlahan dua jarinya dan mengganti dengan penisnya sendiri. Daehyung memekik tertahan kala milik Yoongi itu terus melesak masuk ke dalam lubangnya.

Jleb.

"Nghh ... akh. H-hyung." Yoongi menyatukan jemari keduanya dan menempelkan kening.

"Daehyung-ah, lihat mataku sekarang." Daehyung membuka matanya dan menatap tepat di manik Yoongi. Yoongi tersenyum dan mengecup jemari Daehyung. "Jika sakit katakan padaku. Aku akan berhenti sekarang." Daehyung menggeleng. "Kalau begitu kita bisa terus melanjutkannya?" Daehyung mengangguk sembarin bergumam dan Yoongi kembali melesakkan penisnya lebih dalam lagi. Begitu mulai terbiasa dengan rasanya, Daehyung mendesah dan mengerang menikmati permainan Yoongi di dalam lubangnya.

Erangan dan desahan mengisi sunyi kamar apartemen sore itu. Keduanya melakukan hingga mencapai orgasme yang ketiga kalinya dan baru berhenti ketika Daehyung merasa lapar malam harinya.

Kini keduanya tengah berendam di dalam bathup dengan air hangat dengan posisi Yoongi memangku Daehyung yang menyender dengan nyaman di dadanya.

"Apa kau sudah merasa nyaman sekarang?" tanya Yoongi sembari mengusap bahu polos Daehyung.

"Masih sedikit sakit, tapi tidak apa-apa."

Yoongi mengecup bahu polos itu. "Maaf jika aku bermain dengan kasar," ucap Yoongi dan Daehyung menggeleng sebagai jawaban. "Daehyung-ah."

"Hm?"

"Mungkin ini tidak romantis sama sekali, tapi aku perlu mengatakannya padamu." Daehyung kini berbalik menghadap Yoongi dan memasang wajah ingin tahu.

"Soal apa?"

"Dae-ah, sejujurnya ini bukan lagi masaku, tetapi mengingat kita butuh untuk saling mengenal lebih dalam aku tidak ingin terburu-buru untuk mengajakmu menikah. Apa kau mau kita berdua menjadi pasangan?" Yoongi terkekeh ketika mengatakannya dan Daehyung terkejut, namun sedetik kemudian ia tertawa yang membuat Yoongi mengernyit. Daehyung mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Yoongi.

"Hyung, aku tidak mungkin mau melakukannya, jika aku sama sekali tidak tertarik denganmu." Daehyung melempar senyum dan menggenggam jemari Yoongi. "Aku juga bersedia mengenalmu lebih jauh, Hyung."

Yoongi tersenyum dan memeluk Daehyung. Membawanya masuk ke dalam dekapan. "Terima kasih, Daehyung-ah."

Mungkin ini adalah kesempatan yang takdir berikan untuk Yoongi. Untuk membahagiakan orang yang ia sayangi, untuk tidak lagi menyia-nyiakan perasaannya, untuk tak lagi terlambat menyadari bahwa ada hati yang harus ia jaga mulai kini.

•••

Jimin mendengus sembari menggeleng dan Namjoon akan menghela napas panjang sebelum kembali ke dalam kamar ganti dan memakai pakaian lain. Jimin melihat-lihat katalog majalah sembari menunggu, sesekali menggumamkan sebuah lagu untuk mengusir bosan. Sementara Namjoon memandang wajahnya di depan cermin dengan jas hitam mewah yang kini menempel di tubuhnya. Ada sekelumit perasaan yang Namjoon sendiri tak pahami apa itu, sebab otaknya tak mampu mencari jawaban yang sejujurnya sangat mudah untuk ia temukan.

Penutup kamar gantinya terbuka dan Jimin mendelik ke arahnya.

"Kenapa lama?" Namjoon tersenyum kemudian berbalik ke hadapan Jimin. Jimin memandangi Namjoon yang nampak berbeda dengan setelan jas berwarna Navy Blue itu. "Kau kelihatan berbeda dengan jas ini," ungkap Jimin dengan senyum sumringah. Namjoon meringis. Tentu saja ia terlihat berbeda, jas mahal ini yang menutupi keburukannya. Sejujurnya Namjoon merasa ini terlalu berlebihan hanya untuk sebuah acara makan malam keluarga.

"Jimin-ah, aku benar-benar tidak nyaman dengan ini," kata Namjoon berhati-hati. Takut menyinggung perasaan yang lebih muda.

Jimin menggeleng sembari menelisik pakaian itu di tubuh Namjoon. "Kau terlihat semakin tampan. Tidak ada celanya," ucap Jimin melempar senyum manis.

"Jim–"

"Ayo, kita bungkus jas ini dan segera pulang. Ok? Oh, aku juga sudah lapar dan rindu masakanmu," kata Jimin tanpa mendengar protesan Namjoon. Namjoon mengepalkan telapak tangannya, sebelum menghela napas dan mengikuti Jimin dengan langkah lesu.

"Kook, serius kau masih marah padaku?" tanya Hoseok saat keduanya keluar dari ruang meeting. Ini sudah pukul sepuluh malam ngomong-ngomong dan mereka yang masih di kantor baru saja pulang, setelah menyelesaikan rapat dadakan yang berlangsung selama empat jam lamanya. Salahkan tuan Jung, ayah Hoseok yang tiba-tiba menyidak kantor sang putra dan berakhir mengocehi semua staff divisi.

Jungkook menghela napas. "Tidak," jawabnya.

Hoseok memicing dan mendecak. "Terus kenapa sejak tadi kau tak banyak bicara?" tanya Hoseok mengejar jawaban Jungkook. "Kau tersinggung soal ayah yang menanyakan kapan kau akan menikahiku?"

Jungkook menoleh dengan wajah lelah. Jujur ia tidak ingin berdebat dengan Hoseok saat ini. "Sudah kubilang untuk mengabaikan ayahku, 'kan? Semua yang akan menjalani adalah kita berdua. Aku tidak ingin kau terganggu dengan kata-kata ayahku. Aku tahu ayahku sedikit keterlaluan tadi dan aku minta maaf untuk itu. Jangan marah, ya? Aku akan bicara pada ay–"

"Hyung," potong Jungkook sembari menghela napas kasar. Ia membuang wajah, sebelum menatap Hoseok yang masih menunggunya. "Bisa kita untuk tidak membahasnya? Maksudku untuk saat ini, aku lelah dan perlu istirahat." Hoseok mengangguk dan menggenggam tangan Jungkook. Keduanya keluar dari kantor sembari berpegangan tanpa lagi adanya kata-kata. Cukup saling berbagi kehangatan lewat genggaman tangan.

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang