#19

276 40 8
                                    

Jimin, Hoseok dan Taehyung janji bertemu untuk bermain tenis di Sabtu pagi. Taehyung memang bilang akan datang bersama Yoongi, namun ketiganya terkejut saat Yoongi mengajak Namjoon juga untuk bermain tenis.

"Namjoon?"

"Oh, Jimin."

"Kalian kenal?" tanya Yoongi heran dan menatap Namjoon juga Jimin bergantian.

Namjoon terkekeh dan mengangguk. "Kebetulan sekali Jimin adalah bos di tempatku bekerja," ucapnya yang entah mengapa membuat Jimin malu. Hoseok dan Taehyung terkikik di belakang, sedangkan Jimin memelototi keduanya.

"Karena aku yang tidak memiliki pasangan, so, aku akan menjadi wasitnya." Hoseok memilih menjadi wasit permainan dan keempat orang itu menjadi pasangan yang akan bermain. Peluit dibunyikan dan Yoongi memulai servis bola lebih dulu. Bola diterima Namjoon dan dipukul balik.

Permainan terus berlanjut. Nilai kejar-kejaran dengan poin unggul sementara diperoleh oleh tim Jimin-Namjoon. Jimin menerima pukulan balik dari Yoongi, sedangkan Taehyung berlari mengejar bola. Namun tiba-tiba Taehyung terpeleset dan akhirnya jatuh.

Bruk.

"Argh!" Yoongi segera berlari menghampiri dan menatap khawatir pada Taehyung yang meringis kesakitan.

"Taehyung, kau baik-baik saja?" Hoseok menghampiri Taehyung, kemudian disusul Jimin dan Namjoon.

"Is it okay?" tanya Yoongi sekali lagi sembari memegang pergelangan kaki Taehyung.

"Argh, sakit."

"Kurasa kakinya terkilir," kata Namjoon yang membaca situasi. Yoongi mengangguk lalu kemudian membantu Taehyung berdiri, sebelum menggendongnya keluar lapangan.

Jimin dan Hoseok melempar pandangan. "Kau juga merasakannya?" tanya Hoseok yang dibalas anggukan kepala oleh Jimin.

"Semoga ini pertanda awal yang baik," timpal Jimin sembari menghela napas panjang.

Namjoon tersenyum sembari memperhatikan bagaimana Yoongi merawat Taehyung yang tengah terluka dari dalam lapangan.

"See, worrying about someone is also a form of love itself." 

Yoongi menurunkan Taehyung pada bangku tunggu tepat di luar lapangan dengan hati-hati.

"Let me check on you," katanya sembari berlutut untuk memeriksa kaki Taehyung yang terkilir.

"H-hyung, aku sudah lebih baik."

"Dengan tanda membiru di kakimu, kau yakin kau baik-baik saja?" Yoongi mendengus lalu tangannya perlahan menyentuh pergelangan kaki Taehyung yang membiru.

Taehyung memperhatikan Yoongi yang tengah mengecek kakinya, sementara ia sendiri mati-matian menahan debaran di dadanya.

Pada akhirnya Taehyung mendapat perawatan compression di klinik kesehatan. Pergelangan kakinya dililit perban elastis untuk meredakan pembengkakan. Yoongi membantunya memapah menuju mobil, setelah keduanya keluar dari klinik.

"Naikkan kakimu ke sini," titah Yoongi sembari menepuk pahanya. Taehyung melihatnya dengan bingung. "Luruskan kakimu dan taruh di atas pahaku. Jangan buat aku mengulanginya lagi," imbuh Yoongi lalu dengan perlahan membawa kedua kaki Taehyung naik ke atas pahanya.

"Hyung ...." Mulut Taehyung tertutup rapat saat Yoongi menatapnya tajam— tanda tak ingin dibantah. Taehyung menghela napas perlahan sembari menenangkan jantungnya yang terus berdebar setiap kali Yoongi menyentuhnya.


•••


Hoseok mencuri pandang setiap kali ada kesempatan. Objeknya berdiri tidak jauh dari tempatnya meeting dan Hoseok betah berlama-lama memandangnya, hingga lupa untuk fokus mengapa dirinya berada di dalam ruangan ini.

"Menurut anda yang ini bagaimana?" Mata Hoseok memicing saat salah satu staff mendekati objeknya dan terlihat nampak begitu akrab dari sudut pandangnya. Bibir Hoseok mencebik kesal, tangannya mengepal dan semakin kesal saat staff itu mengusap bahu sang objek.

Brak.

"Tidak bisa!"

"Ya? Lalu apa kita harus mencari model yang lain?"

Hoseok menoleh bingung. "Ya? Apa?"

"Jika anda tidak menyetujui J-Hope & Street sebagai brand ambassador majalah kita. Kami akan menyarankan model atau grup lain."

"Ei~ mana bisa begitu? Aku sudah lama menantikan kerjasama ini dengan mereka setelah setahun mengantre. Aku tidak akan menyia-nyiakannya begitu saja," kata Hoseok setelah dirinya fokus kembali.

"Baik, Pak. Akan segera kami lanjuti kembali dan menghubungi management artis mereka." Hoseok mengangguk dan rapat dibubarkan. Keningnya ia tempelkan pada meja sembari meratapi kebodohan yang ia perbuat. Gara-gara melihat Jungkook tengah mengobrol akrab dengan gadis lain saja, Hoseok sudah merasa kesal.

"Sial. Apa aku terkena sindrom aneh akhir-akhir ini?" gumam Hoseok dengan wajahnya yang masih menghadap meja. Jungkook yang melihat keanehan itu dari balik ruangan kemudian bergegas menghampiri. Ia duduk perlahan di samping Hoseok. Kepalanya meneleng untuk memperhatikan Hoseok yang masih belum menyadari keberadaannya.

"Hyung!" Saat Hoseok terjengit lalu menoleh, wajah keduanya terlihat sangat dekat dengan hidung keduanya yang saling menempel.

"Jungkook!" Hoseok segera menjauhkan wajahnya, sementara Jungkook berdeham untuk melepas canggung yang baru saja terjadi. "K-kau butuh sesuatu?"

"Kurasa Hyung yang lebih membutuhkannya," jawab Jungkook sembari terkekeh, kemudian menarik pergelangan tangan yang lebih tua untuk ia ajak keluar ruangan.

"A-apa? Ke mana kita akan pergi?"

"Mencari sesuatu yang manis. Hyung tahu, 'kan? Sesuatu yang manis bisa meningkatkan mood kita dan aku ingin mencobanya bersamamu."

"Huh?"

Justru karena sesuatu yang manis itu, Hoseok menjadi tidak fokus sekarang ini.

Pintu ruangan Jimin diketuk pelan dan Namjoon masuk kemudian. Bibir Jimin mengulum senyum saat pemuda bertubuh atletis itu menghampirinya.

"Laporan pemasukan, laporan penjualan dan pembelian, dan ini laporan audit yang butuh tanda tangan." Namjoon dengan senyum jahil menaruh semua dokumen-dokumen itu ke atas meja, sementara Jimin menerimanya dengan wajah cemberut.

"Come on. You can do it, Jimin."

Jimin menghela napas panjang. "At least i still have you," kata Jimin dengan senyum lembut di wajahnya. 

Namjoon mengangguk dengan senyum yang tak kunjung pudar. "My pleasure."

Malam ini Yoongi yang menyiapkan makan malam sementara Taehyung menunggu di meja makan. Ia bisa melihat punggung Yoongi dari tempatnya duduk, Taehyung diam-diam mengulum senyum. Perasaan ini sebenarnya apa? Kenapa setiap kali Yoongi menatap atau menyentuhnya, jantungnya akan berdebar dan darahnya berdesir— membuatnya merinding.

"Kau melamunkan apa, hm?" Yoongi sudah berdiri di hadapannya sembari menyodorkan sepiring spaghetti buatannya. Taehyung menggeleng lalu menerima piring itu sembari bergumam terima kasih. "Apa kakimu kembali terasa nyeri?"

Taehyung menggeleng. "Tidak, Hyung. Kurasa sudah lebih baik." Yoongi mengangguk lalu keduanya mulai memakan makan malamnya.

Yoongi membantu Taehyung memposisikan diri dengan nyaman saat keduanya hendak pergi tidur. Taehyung berkali-kali mengatur napasnya, sebab semakin hari semakin Yoongi menunjukkan perhatian padanya debaran itu akan terasa semakin kencang.

"Akhir-akhir ini kau banyak diam. Ada masalah di kantor?" tanya Yoongi setelah ia berbaring di sebelah Taehyung.

"Tidak ada."

"Benarkah?" Taehyung mengangguk dan Yoongi menarik kepalanya untuk ia bawa ke dalam pelukannya, sementara tangan kirinya untuk alas kepala Taehyung. "Kalau begitu malam ini kita akan tidur dengan cara seperti ini." Taehyung mengangguk dengan senyum merekah yang tidak bisa Yoongi lihat.

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang