#26

276 44 10
                                    

Yoongi memandang makam Joan dan bayi mereka dengan wajah sendu dan hati yang sedih. Kehilangan bukanlah hal yang mudah, ditinggalkan atau meninggalkan semua memiliki lukanya sendiri. Tanah basah pada makam yang Yoongi pijak tidak lagi menjadi keresahannya kini, sebab di depan sana Joan dan anaknya tertidur dengan damai. Patah hati sekali karena ditinggalkan, lalu datang hanya untuk kembali ditinggalkan sendiri. Lagi.

Karma.

Mungkin itu adalah sebutan yang cocok dan pantas untuk Yoongi dapatkan. Ia melukai banyak perasaan. Keegoisannya membuat Yoongi menjadi laki-laki yang menyedihkan. Bercerai dan ditinggalkan dalam kurun waktu dekat membuatnya sadar sikapnya sungguh keterlaluan. Ia lupa bahwa sudah menyakiti Taehyung dan juga Joan.

"Joan-ah, maafkan aku." Rasa sesal menumpuk di relung hatinya. Perasaannya pada Joan hanya sekadar tanggungjawab semata. Cinta yang Yoongi agung-agungkan itu hanyalah menjadi angin lalu, sebab entah sejak kapan hatinya sudah berubah arah. Pada satu teman yang selama ini menemaninya, memeluknya, dan membuatnya merasa nyaman.

Soohyuk turun dari mobilnya setelah memarkir mobil di pinggir jalan makam. Ia menghela napas panjang, sebelum masuk ke dalam makam dan menemukan Yoongi duduk termenung di samping makam sembari meminum sebotol soju.

"Mabuk tidak akan menyelesaikan masalah, Yoongi." Soohyuk berujar dengan posisi berdiri di samping Yoongi duduk. "Jangan menyalahkan dirimu hanya karena kau tidak mampu. Itu bukan salahmu, takdir memang sulit ditebak. Kehidupan itu ibarat pandora, kau tidak akan tahu apa yang ada di dalamnya. Entah kutukan atau keajaiban." Mendengar kakak iparnya bicara tentang pandora membuat Yoongi terkekeh. Ia jadi teringat perkataan Namjoon waktu itu.

"Hyung, kau tahu ... kata-katamu mengingatkanku pada salah satu teman. Apa mungkin kalian berguru pada satu orang yang sama?" Soohyuk mendecak lalu terkekeh. Setidaknya ia bisa melihat Yoongi tidak lagi berlarut-larut dalam kesedihan.

Soohyuk terdiam. Menimang apakah harus memberitahu perihal kabar Taehyung yang informasinya ia dapatkan dari salah satu teman.

"Apa kau masih mencari Taehyung?" tanya Soohyuk tiba-tiba. Yoongi tercenung dan menoleh pada Soohyuk yang masih bergeming di tempatnya berdiri. Soohyuk menoleh lalu tersenyum. "Tidak apa-apa. Aku hanya penasaran."

Yoongi menghela napas. Netranya memandang hamparan makam di depan mata. "Sudah banyak luka yang kuberikan padanya, Hyung. Rasanya aku tidak pantas jika harus mengejarnya, setelah dengan egois aku membuangnya." Yoongi tersenyum tipis. "Mungkin ini waktunya diriku berbenah diri. Aku ingin menjadi versi diriku yang lebih baik lagi. Dan jika suatu saat nanti Taehyung masih menjadi takdir untukku, saat itulah aku tidak akan melepaskannya lagi."

"Kau terlihat dewasa sekarang," goda Soohyuk dan membuat keduanya saling melempar senyum. Soohyuk mengurungkan niatnya untuk memberitahu Yoongi. Mungkin tidak di waktu ini. Yang terpenting dirinya sudah mengetahui keberadaan Taehyung yang pindah ke China dan menempatkan seseorang untuk memantau Taehyung di sana.

•••

Taehyung berjalan pelan-pelan di sekitar area taman apartemen. Kehamilannya yang sudah menginjak trimester akhir membuatnya sedikit kesulitan. Yibo datang berkunjung dengan menenteng paperbag di tangan. Itu adalah kue mochi yang disukai Taehyung. Beberapa hari lalu Taehyung menginginkannya.

Setelah Taehyung pindah kerja di sini dan dirinya yang mengetahui kondisi kehamilan Taehyung, keduanya menjadi teman dekat. Yibo sering datang mengunjungi apartemen Taehyung. Terkadang mereka makan siang atau makan malam bersama. Taehyung senang karena setidaknya di negara ini ia memiliki seseorang yang bisa untuk ia ajak bicara.

Yibo berlari mendekat saat kaki Taehyung tersandung dan hampir saja terjatuh.

"Hati-hati," kata Yibo, setelah membantu Taehyung untuk duduk di bangku taman. "Jangan terlalu memforsir tubuhmu. Dokter memang menyarankan di usia kehamilanmu ini kau harus banyak bergerak, tapi bukan berarti kau tidak hati-hati seperti ini." Taehyung justru terkekeh karena Yibo memarahinya seperti sekarang.

"Jangan tertawa. Aku tidak bercanda," dengus Yibo dan Taehyung langsung mengatupkan bibirnya. "Aku adalah teman yang akan selalu mengkhawatirkan dirimu. Ingat itu."

"Terima kasih, ya. Kau sudah banyak membantuku selama aku tinggal di sini." Yibo tersenyum lalu memberikan paperbag yang ia bawa untuk Taehyung. "Apa ini?"

"Kue mochi buatan nyonya Liu. Bukankah kau menyukainya?"

Taehyung terkejut bukan main. "Astaga, tapi tokonya jauh sekali dari sini. Yibo-ya, terima kasih."

Yibo berdecak. "Aku juga heran. Sudah jauh kenapa nyonya Liu hanya buka toko di sana? Memangnya beliau tidak ingin menambah bisnis dengan membuka toko di sini?" keluh Yibo yang membuat Taehyung terkekeh gemas.

"Ini hanya hobi," kata keduanya lalu menghela napas kompak. Mengikuti gaya bicara nyonya Liu setiap kali keduanya mampir dan iseng bertanya soal membuka toko cabang.

"Mungkin karena suaminya mantan penyanyi yang sukses dulunya, ya?" tanya Taehyung. "Uangnya sudah banyak dan tidak habis sampi generasi ketujuh."

"Mungkin. Siapa yang tidak kenal Agust D coba? Dulu beliau adalah rapper dari jebolan pencari bakat hingga akhirnya sukses." Keduanya terlarut dalam obrolan ringan. "Kapan jadwalmu check-up?" tanya Yibo kemudian.

"Tiga hari lagi. Aku sudah tidak sabar menunggu bayi ini lahir," kata Taehyung sambil mengusap perutnya. Ia bisa merasakan anaknya menendang dari dalam. "Oh, dia menendang." Yibo tertawa lalu duduk berlutut di depan Taehyung. Ia tempelkan telinganya di sana dan bayi dalam perut Taehyung menendang-nendang.

"Oh, Tae, dia menendang lagi," ucao Yibo sembari terus menempelkan telinganya di perut Taehyung dan tertawa tiap kali ia merasakan tendangan dari bayi Taehyung.

Melihat Yibo yang seperti itu mengingatkan Taehyung pada Yoongi. Andai Yoongi tahu kalau dirinya hamil, mungkin Yoongi akan terlihat senang seperti yang dilakukan Yibo saat ini padanya. Mengelus-elus perut Taehyung, menciuminya dan tidak segan-segan berbicara dengan bayi di dalam perut Taehyung. Terlihat menggelikan tetapi juga membuat perasaan menjadi hangat.

"Apa kau sudah menyiapkan nama untuknya?" tanya Yibo, kemudian duduk kembali di samping Taehyung.

Taehyung mengangguk. "Hng, ada satu nama yang kupikirkan sejak aku mengetahui kehamilanku." Yibo tersenyum lantas merapikan surai Taehyung yang berantakan terkena angin.

"Siapa pun namanya, bukanlah menjadi masalah. Aku tahu kau adalah calon orangtua yang baik, Taehyung. Kau akan menyayangi dan mencintainya lebih dari apa pun." Yibo benar. Taehyung pasti akan menyayangi bayi, mencintainya dengan sepenuh hati.

"Kim Yi-yoon."

"Hm?"

Taehyung tersenyum. "Nama anak ini nantinya. Kim Yi-yoon." Yibo tersenyum dan membawa Taehyung dalam pelukannya.

"Nama yang indah."

"Tentu saja. Bayiku akan tumbuh menjadi anak yang tampan nantinya," ucap Taehyung yang membuat Yibo tergelak dalam tawa. Sore itu keduanya membagi banyak cerita dan canda dengan Taehyung yang nyaman dalam dekapan hangat Yibo.

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang