#21

255 40 8
                                    




"Kau tahu tidak? Penemuan kopi waktu itu terjadi secara tidak sengaja," kata Namjoon ketika keduanya duduk bersama di pantry— lagi-lagi dengan membuat kopi. Jimin menggeleng dengan kedua tangan menyangga kepala sembari memperhatikan Namjoon yang ada di depannya. Namjoon tersenyum dengan fokus pada cangkir yang ia tuangi kopi. "Seorang penggembala mengamati kambing-kambingnya yang tetap terjaga, bahkan setelah matahari terbenam, setelah memakan sejenis buah beri."

"Terus apa yang terjadi setelahnya?" Namjoon menyodorkan kopi yang selesai dibuatnya untuk Jimin. "Terima kasih."

"Penggembala itu mencoba memasak dan memakannya," jawab Namjoon. "Kebiasaan itu kemudian terus berkembang dan menyebar ke berbagai negara di Afrika."

Jimin mengangguk seolah paham. "Tapi bukankah jaman dulu perkembangan belum semaju sekarang?" tanyanya kemudian.

Namjoon mengangguk sembari menyesap kopi hitam buatannya. "Yes, mereka masih menggunakan metode konvensional. Barulah beberapa ratus tahun kemudian biji kopi ini dibawa melewati Laut Merah dan tiba di Arab dengan metode penyajian yang lebih maju."

"Ah, i can guess the coffee you're serving right now," ucap Jimin dengan senyum kecil. Namjoon menyungging senyum. "Kopi Arabica, 'kan?"

Namjoon tertawa renyah. "Kurasa tidak sia-sia kita membicarakan banyak hal tentang kopi setiap kali kita bertemu di sini."

Jimin mengulas senyum. "Aku jadi penasaran cara mengolahnya dari biji kopi hingga menjadi minuman kopi yang seduh— secara konvensional. Maksudku aku bisa mengolah dan meminumnya langsung. Kurasa cafe-cafe di sini tidak ada yang menyajikannya seperti itu." Namjoon bergumam sembari memikirkan sesuatu.

"Aku tahu satu tempat."

"Benarkah?" Jimin antusias mendengarnya.

"Ya, aku akan mengajakmu di hari libur nanti."

"Call!"


•••



Hoseok dan Jungkook memandangi satu per satu foto model yang sudah dicetak di atas meja. Keduanya tengah mengamati untuk menyeleksi model yang akan mereka untuk menjadi cover majalah fashion edisi musim panas.

"Model dari Jepang kita punya Miki Ehara atau kita pakai model lokal sendiri. Aku lebih memilih antara Irene Kim atau Choi So Ra." Jungkook menunjuk tiga model yang menjadi pilihannya. "Tiga model ini memiliki daya tarik sendiri dan kurasa mereka cocok menjadi cover edisi musim panas majalah kita, Hyung."

"Semuanya wanita dan mereka cantik-cantik," gumam Hoseok yang masih bisa Jungkook dengar.

"Tentu saja mereka cantik. Untuk itulah mereka bekerja di bidang ini," sahut Jungkook. Hoseok menoleh dengan wajah aneh dibuat-buat.

"Yeah, actually."

Jungkook terkekeh. "Saat kemarin kita menggunakan boy grup J-Hope & The Street, majalah kita juga sukses besar."

Hoseok mendecak. "Mereka terlalu cantik dan ... sempurna." Jungkook mengernyit pada gumaman Hoseok.

"Hyung, kau tidak enak badan?" Telapak tangan Jungkook menyentuh kening Hoseok dan membuatnya berjengit kaget. "Sejak tadi kau bergumam aneh."

"Ah, tidak-tidak. Aku tidak apa-apa. Yah, kurasa kita bisa memakai salah satu dari mereka. Aku akan membicarakannya di rapat internal minggu ini."

"Hyung, benar baik-baik saja?" Hoseok mengangguk kemudian tersenyum kecil, sebelum bangkit berdiri.

"Iya, Jungkook, a little bit out of focus."

Jungkook mengangguk sembari memperhatikan Hoseok keluar dari ruangan editor. Hoseok menarik napas dan membuangnya kasar. Jantungnya terasa sesak tiba-tiba setiap kali Jungkook memuji wanita lain. Yeonwoo yang baru saja datang ke kantor, setelah menyelesaikan tugas di luar pun menatap heran.

"Hoseok oppa, ada apa dengan wajahmu?"

"Kenapa? Wajahku jelek?"

"Eh?" Yeonwoo memperhatikan Hoseok yang berjalan kesal ke ruangannya. "Apa mungkin salah makan?"





•••



Taehyung dan Yujin tengah sibuk membuat kue di dapur saat Yoongi pulang dari kantor. Yoongi bisa melihat dari tempatnya berdiri bagaimana dua manusia berbeda postur tubuh itu saling tertawa dengan cemong tepung di wajah keduanya.

"Oh, Hyung!" Yujin dan Taehyung melambai dari arah dapur. Yoongi berjalan menghampiri, setelah menaruh tas dan jas di bahu sofa ruang tamu mereka.

"Yujin-ah, kenapa kau membiarkan bayi besar ini mengajakmu bermain di dapur, hm?" tanya Yoongi saat sudah membawa Yujin dalam gendongannya. Taehyung cemberut dengan noda tepung di ujung hidung. Yoongi reflek menghapusnya dan terkekeh karena Taehyung terlihat lucu.

"Hyung, coba ini." Taehyung memotong sedikit bolu yang sudah matang itu lalu menyuapkannya ke arah mulut Yoongi. "Enak?" tanya Taehyung saat potongan bolu itu sukses masuk ke dalam mulut suaminya.

"Tidak terlalu manis. Sesuai seleraku. Sempurna." Yujin dan Taehyung bertepuk tangan karena kue bolu buatan mereka disukai oleh Yoongi.

"Yujin-ah," panggil Yoongi lalu membisikan sesuatu ke telinga anak itu dan membuat Taehyung penasaran. Yujin mengangguk, kemudian Yoongi menurunkannya kembali. Yujin berlari kecil ke arah kamar dengan kaki mungilnya.

"Apa yang Hyung katakan pada Yujin?" tanya Taehyung penasaran. Yoongi menyeringai, kemudian menggulung lengan kemejanya sembari melangkah mendekati Taehyung. Taehyung can see how hot Yoongi looks in such close view.

"Kau lebih penasaran apa yang kukatakan pada Yujin atau penasaran dengan apa yang akan kulakukan padamu sekarang, Taehyung?" Yoongi mendorong tubuh Taehyung hingga menyentuh bibir meja dapur.

"H-hyung." Jemari Yoongi menarik dagu Taehyung dan tanpa aba-aba memberinya sebuah ciuman. Yoongi mencumbunya hingga Taehyung memerah dan napasnya berantakan.

Ciuman terlepas dengan jarak tipis di antara bibir keduanya. "I like teasing you because i love seeing how much you want me, Taehyung." Kemudian Yoongi kembali mencium bibir yang sudah menjadi candunya belakangan ini. Taehyung membalas tak kalah liar dan rakus dengan kedua tangan yang mengalung di leher Yoongi, sementara kedua tangan Yoongi meremas dua bongkahan bokong kepunyaan Taehyung.


Drrttt drrrttt drrrtt ....


Ponsel Yoongi yang berada di saku jas bergetar dengan sebuah notifikasi dari nomor yang tidak ia simpan.


+10-328100939
¶ Bos, kami menemukannya. ¶

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang