#13

258 38 9
                                    


Mobil Hoseok terparkir rapi di samping gang rumah Jungkook. Sembari menenteng beberapa makanan—yang dirinya janjikan sesaat sebelum terbang ke Jeju—untuk Jungkook sebagai permintaan maaf atas ajakannya yang mendadak.

Hoseok mengernyit karena seseorang menggedor pintu gerbang rumah Jungkook dengan kasar. Ia berlari kecil untuk menghampiri.

"Paman, Paman, ada apa ini?" Pemilik rumah sewa itu menatap Hoseok dari ujung kepala hingga kaki, lalu kembali ke wajah Hoseok. "Paman butuh sesuatu dari temanku?"

Teman. Rasanya Hoseok tidak tahu diri mengklaim Jungkook sebagai teman tanpa persetujuan.

"Jadi kau teman Jungkook?" Hoseok mengangguk. "Bilang temanmu itu untuk melunasi uang sewa bulan lalu dan juga bulan ini jika tetap ingin tinggal di sini."

"Ah, oh, baik, Paman." Hoseok mengangguk memberi hormat, setelah itu pemilik sewa itu pergi meninggalkan Hoseok dalam kebingungan.

"Jadi—"

Klek!

Hoseok menoleh dan mendapati Jungkook yang membuka pintu gerbang. "Jungkook? Jadi kamu ada di dalam? T-tapi tadi paman itu—"

"Hyung," panggil Jungkook dengan senyum kecil dan Hoseok paham bahwa Jungkook tidak ingin membahasnya. "Apa itu makanan? Baunya harum sekali," ucap Jungkook memecah canggung.

"Ah, iya, aku hampir lupa, hehe. Ini—" Hoseok menyodorkan bungkusan plastik itu ke arah Jungkook. "Makanan yang sempat aku janjikan," katanya dengan senyum ceria yang membuat Jungkook ikut tersenyum juga.

"Ternyata Hyung ingat?"

Hoseok mendecak. "Tentu saja. Aku adalah seorang pria yang selalu menepati janji," katanya bangga.

"Tentu saja. Hoseok-hyung memang bisa diandalkan," kata Jungkook yang tanpa sadar menepuk-nepuk lembut kepala Hoseok.

"Eh."

Namjoon menyodorkan secangkir kopi ke hadapan Jimin yang diterima dengan senang hati.

"Terima kasih," ucap Jimin smebari mencium aroma kopi dari cangkirnya. "Ini kopi jenis apa?"

Namjoon tersenyum. "Coba saja," katanya. Jimin mencicip rasa kopi buatan Namjoon dan hal pertama kali yang Jimin rasakan adalah rasa kuat di lidahnya.

"Pahit," ucap Jimin sembari mengernyit. Namjoon tertawa dan Jimin mendengus. "Kau sengaja menjahiliku, ya?"

"Maaf. Itu adalah cafe noir atau black coffee. Disajikan tanpa susu atau gula tambahan." 

"Pantas rasanya pahit, tapi—eh, kantukku jadi hilang." Jimin memang datang ke pantry untuk membuat kopi karena sejak tadi matanya tidak mau diajak berkempromi dan mungkin semesta memang sengaja mempertemukannya dengan Namjoon yang ternyata juga berada di pantry menyeduh kopi. Seperti sudah menjadi kebiasaannya, tanpa diminta Namjoon membuatkan kopi untuk Jimin dan Jimin menunggu sembari mengamati Namjoon yang memunggunginya.

"Aku bisa menambahkan susu atau gula untukmu," ucap Namjoon tapi Jimin menghalau tangannya saat hendak mengambi cangkir itu.

"Tidak perlu. Ini sudah cukup, Namjoon. Terima kasih," kata Jimin mengulas senyum.


•••


"Jadi kapan kalian akan pergi bulan madu?" Keduanya sama-sama tersedak dengan versi masing-masing. Taehyung yang terbatuk—karena baru saja meminum es cokelat, sementara Yoongi yang berdeham lalu menatap Boyoung tajam. "Sudah Ibu duga kalian akan begini." Boyoung meletakkan dua lembar tiket liburan ke atas meja.

"Ibu, ini ...."

"Benar!" seru Boyoung. "Dan kami memilih Helsinki sebagai tujuan bulan madu kalian, yeay~"

"Kami?" beo Yoongi mengernyit bingung. Taehyung terkekeh canggung karena tahu maksud dari kata 'kami' tentu saja adalah kedua orangtua mereka.

Boyoung mengangguk. "Em! Hadiah dari kami untuk kalian, wow!" ucap Boyoung ekspresif. Yoongi menghela napas, sedangkan Taehyung bingung harus bereaksi seperti apa.

"Pekerjaanku banyak dan aku tidak punya waktu untuk hal seperti ini." Taehyung diam-diam mengangguk setuju, sementara Boyoung mendelik ke arah putra bungsunya itu.

"Ibu dan ayah tidak menerima alasan apa pun. Kalian akan berangkat tiga hari lagi, titik."

"Apa?" Taehyung dan Yoongi sama-sama terkejut.

Setelah kepergian Boyoung dari cafe tempat ketiganya menghabiskan makan siang bersama. Yoongi dan Taehyung masih berada di sana dengan tatapan yang sama ke arah dua tiket liburan yang Boyoung berikan.

"Apa kita perlu membatalkannya saja?" tanya Taehyung sembari mengetuk-etuk jari telunjuknya di atas meja. "Lagi pula kita berdua sama-sama tidak menginginkan hal ini, 'kan?"

"Menurutmu apa yang dilakukan orang tua itu pada dua tiket liburan ini?" Taehyung terdiam. Jika itu kedua orangtuanya sudah pasti ayahnya akan mengecek keberadaan Taehyung dan sedetik itu pula ayahnya akan tahu Taehyung tidak berada di Helsinki.

Yoongi menghela napas. "Kita lakukan saja," katanya menyerah. Taehyung melebarkan pupilnya. "Lagi pula percuma jika kita pura-pura pergi pasti akan langsung ketahuan."

"Iya, sih." Taehyung bergumam. "Tapi ini bukan berarti aku setuju kita menghabiskan waktu bersama selama seminggu di sana, ya!"

Yoongi terkekeh dan menyungging senyum sinis. "Seperti aku juga ingin berlama-lama denganmu saja," katanya yang membuat Taehyung memicing kesal ke arah Yoongi.

Boyoung melambai ceria ke arah Hyungsik yang sudah menunggunya di sebuah restaurant. Mereka janji bertemu setelah Boyoung selesai dengan urusan anak dan menantunya.

"Sudah menunggu lama?" tanya Boyoung dengan wajah sumringah. Hyungsik mengibas tangan tanda bahwa ia tidak masalah menunggu.

"Jadi bagaimana?" tanya Hyungsik antusias.

"Yah, mereka berdua awalnya terkejut tapi tidak bisa menolak juga," jawab Boyoung sembari terkekeh sopan.

"Benarkah? Eh, iya, kenapa kau memutuskan Finlandia? Itu terlalu jauh juga menurutku," ungkap Hyungsik penasaran. Besannya itu tiba-tiba datang membawa ide untuk mengirim anak dan menantunya berbulan madu ke luar negeri.

"Oh, itu karena menurut sumber informasi di internet Finlandia merupakan negara seribu danau di mana masyarakatnya selalu melakukan hal-hal positif. Terlebih lagi, 'kan, warganya puas dengan kehidupan dan menjaga kualitas hidup yang positif. Jadi aku berharap dengan mengirim mereka ke sana akan menimbulkan hal-hal yang positif juga untuk hubungan Yoongi dan Taehyung," jelas Boyoung. "Syukur-syukur bisa positif hamil juga, hihihi."

"Astaga~ Boyoung-ah, kamu sampai bertindak seperti ini. Terima kasih sekali, lho, kau menyayangi Taehyung seperti anak kandung sendiri."

"Taehyung memang pantas disayangi. Aku akan jadi orang pertama yang melindungi Taehyung, jika Yoongi menyakitinya."

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang