#11

281 31 7
                                    

Flashback ....



Menjadi mahasiswa akhir dan memiliki segudang tugas yang sama sekali tidak bisa diabaikan, membuat Min Yoongi harus rela merelakan waktu tidurnya dan lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan kota. Dari terbit hingga terbenamnya matahari, Yoongi betah duduk berlama-lama di sudut perpustakaan. Titik fokusnya tidak pernah lepas dari buku yang selalu ia baca, hingga suara gedebug dari rak sebelah—yang mungkin saja seseorang telah menjatuhkan beberapa buku—menarik atensinya.

Seorang anak dengan seragam SMA-nya tengah membawa setumpuk buku dalam pelukan, berjalan hati-hati hingga tepat duduk di seberang meja yang Yoongi tempati. Helaan napas lega dari anak SMA itu dan bagaimana anak itu begitu semangat saat membaca buku-buku itu tak lepas dari pandangan Yoongi.

Merasa diperhatikan anak SMA itu mendongak lalu menyadari, bahwa dirinya merasa tidak sopan karena tidak meminta izin untuk duduk di meja yang sama dengan Yoongi. Senyum canggungnya terbit dengan anggukan kepala sebagai tanda menghormati yang lebih tua.

"Maaf, Hyung. Mungkin ini sedikit terlambat, tapi bolehkah aku belajar di sini?"

Yoongi mengangguk singkat. "Tidak masalah," katanya dengan senyum tipis yang jarang sekali terlihat. Dari pertemuan pertama di perpustakaan hingga menjadi pertemuan-pertemuan selanjutnya. Keduanya menjadi dekat, tanpa mengenal nama satu sama lain.

"Apa? Ke mana tadi kau bilang?" Namjoon, teman baik Min Yoongi di bangku kuliah itu mengernyit heran atau mungkin telinganya yang bermasalah.

"Anak SMA."

"Hah? Kau yakin?" Dan Yoongi mengangguk. "Jadi kau menarikku selesai kelas hanya untuk menemanimu mencari anak SMA itu?" Namjoon menghela napas melihat bagaimana dirinya dengan mudah mengikuti Yoongi.

Keduanya sampai di SMA Joongshin, di mana anak SMA yang beberapa minggu ini ia kenal sering ke perpustakaan yang sama dengannya bersekolah di SMA dari seragam yang ia kenakan. Yoongi melakukan ini karena hampir seminggu ini tidak melihat anak laki-laki itu di perpustakaan.

"Kurasa anak itu tidak ada. Kita sudah hampir setengah jam berdiri di sini, tapi anak itu tidak terlihat keluar dari sekolah ini. Kau yakin anak itu sekolah di sini?"

Yoongi menghela napas. Ia sendiri juga tidak yakin. Pasalnya anak itu hanya bercerita seputar kehidupan sekolahnya dan bagaimana anak itu belajar dengan keras untuk masuk ujian universitas.

Yoongi dan Namjoon jalan beriringan di trotoar jalan dengan jalan pikiran masing-masing. Yoongi sedikit menyesal karena tidak bertemu dengan anak itu hari ini. Lain kali jika keduanya bertemu lagi, Yoongi akan dengan berani menanyakan nama anak itu.

"Kau benar-benar tertarik dengan anak SMA itu, ya?" Namjoon tiba-tiba bertanya diselingi dengan tawa kecil dari bibirnya. Sudut bibir Yoongi terangkat dan menepuk pundak Namjoon.

"Mungkin," katanya singkat.

Sejak saat itu Yoongi maupun anak itu tidak lagi pernah bertemu. Begitu juga dengan Namjoon yang memutuskan kembali ke kampung halamannya di Ilsan untuk membantu bisnis kecil-kecilan orangtuanya.

Setelah lulus dari kuliahnya, Yoongi mulai bekerja di kantor sang ayah untuk belajar mengolah bisnis keluarga bersama sang kakak yang sudah lebih dulu berkecimpung di dunia bisnis.

"Ayah ingin kau memegang kantor cabang yang ada di Daegu." Sungkyung datang ke ruangannya tiba-tiba dan memberitahu rencana ayahnya pada sang adik. "Ayah bilang kau harus mulai belajar mengaturnya sendiri."

"Kenapa Daegu?"

Sungkyung mengangkat bahunya acuh dengan pandangan mencemooh. "Karena aku tidak mau melakukannya, jadi lakukan ini untukku."

"Apa?" Sungkyung berbalik untuk meninggalkan ruangan Yoongi. "Ya! Min Sungkyung!"

Sungkyung berhenti tepat di depan pintu lalu berbalik menoleh ke arah Yoongi. "Sebagai gantinya ... aku akan menikah. Ucapkan selamat untukku, aku tidak mau mendengar cacianmu." Sungkyung tersenyum kecut, sebelum benar-benar pergi keluar ruangan.

Selama dua tahun tinggal di Daegu, Yoongi sukses menjalankan bisnisnya. Ia kembali ke Seoul dan disambut senyum bangga Seokjin dan Boyoung. Mereka mengadakan makan malam bersama sebagai perayaan keberhasilan Yoongi.


•••


Setiap kali ia punya kesempatan untuk berkunjung, Yoongi akan ada di perpustakaan kota. Senyumnya sesekali terbit setiap kali dirinya teringat akan wajah anak SMA itu. Pikirannya selalu mengatakan dan bertanya-tanya akan serupa apa anak SMA itu saat ini. Akankah anak SMA itu mengingatnya bila keduanya bertemu?

Suara gedebug dari rak sebelah membuatnya seolah de javu akan kejadian di masa lalu. Yoongi melangkahkan kakinya, menilik pada asal suara dan menemukan seorang pemuda dengan coat panjang berwarna cokelat tengah duduk jongkok mengambil buku-buku yang berjatuhan.

Yoongi tersenyum lalu ikut berjongkok untuk membantu memungut buku-buku itu. "Kau selalu melakukan hal ini setiap kali kau datang, ya?"

"Hyung?" Binar mata itu mengapa kini terlihat jauh lebih indah saat Yoongi menatapnya. "Hai."

Keduanya duduk berhadapan di sebuah cafe tak jauh dari perpustakaan.

"Oh, ngomong-ngomong aku baru mengingatnya ternyata selama ini kita tidak saling bertukar nama, ya?" Anak SMA yang kini terlihat semakin dewasa di usianya itu tertawa. "Hyung, namaku Joan. Joan Lin. Salam kenal, Hyung."

"Yoongi. Min Yoongi. Senang bertemu denganmu lagi," balas Yoongi dengan senyuman.

Keduanya menghabiskan waktu sambil bertukar cerita panjang. Yoongi akhirnya tahu mengapa Joan menghilang saat itu. Rupanya setelah mendapat ijazah kelulusan, Joan langsung kembali ke kampung halamannya karena sang ibu sakit dan memilih untuk kembali ke desa hingga ajalnya tiba. Dua tahun setelah kematian sang ibu, Joan memutuskan kembali ke Seoul untuk mencari pekerjaan.

"Jadi sekarang kau bekerja di mana?" tanya Yoongi, setelah Joan selesai bercerita.

"Karena aku hanya lulusan SMA dan tidak lanjut kuliah, jadi aku tidak bisa mendapat pekerjaan yang lebih tinggi, Hyung. Aku bekerja di sebuah toko sebagai pengantar bunga. Gajinya lumayan dan pekerjaannya juga tidak terlalu berat." Joan menutup ceritanya dengan senyum lebar, namun Yoongi tahu seberapa kerasnya Joan bekerja hanya untuk menghidupi dirinya sendiri.

"Itu bagus. Anak muda sepertimu memang harus merasakan bagaimana kerasnya dunia kerja dan aku tahu kau adalah seseorang yang tidak mudah menyerah." Joan tertawa sangat keras, baginya kata-kata Yoongi seperti ucapan seorang kakek-kakek.

"Ne, Haraboeji," goda Joan yang membuat keduanya kemudian tertawa bersama.

Hubungan yang semakin lama semakin dekat itu pada akhirnya meyakinkan Yoongi untuk meminta Joan menjadi kekasihnya pun dengan Joan yang langsung menerimanya, meski di lubuk hatinya ia juga takut karena background keluarga Yoongi yang tak biasa berbanding terbalik dengan dirinya.


KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang