#10

478 52 12
                                    


Taehyung merebahkan tubuh Yoongi ke atas ranjang dan membantunya melepaskan sepatu juga ikatan dasi, tak lupa dengan jas yang tadi sempat terkena muntahan. Taehyung dengan telaten mengurus Yoongi yang mabuk meski ia tahu dirinya tak akan mendapatkan ucapan terima kasih begitu Yoongi terbangun esok hari. Taehyung dengan sabar membersihkan tubuh Yoongi menggunakan lap basah lalu mengganti semua pakaiannya dengan yang lebih nyaman.

Pelayan rumah mereka datang membawakan air dalam gelas besar sesuai dengan permintaan Taehyung. Sembari mengucapkan terimakasih pada pelayannya, Taehyung dengan sigap mengangkat kepala Yoongi untuk membantu Yoongi meminum air.

"Hyung, minumlah." Entah karena efek mabuk dan sakit kepala yang mendera tanpa sadar Yoongi menuruti Taehyung. "Lebih banyak lagi agar kau tidak mengalami dehidrasi yang parah," ucap Taehyung disela-sela Yoongi meminum air.

Selesai dengan urusan Yoongi, kini Taehyung mengurus dirinya sendiri.  Ia melepas semua pakaian yang terkena muntahan Yoongi di kamar mandi. Ia menatap cermin dan melihat ruam biru di sudut bibirnya.

Taehyung menyeringai sembari mengusap pelan lukanya. "Min Yoongi, aku akan menagih ini lain waktu."

Pagi harinya Yoongi terbangun dengan sakit kepala yang ia rasakan. Ia tidak mengingat bagaimana dirinya pulang dan sampai di kamar ini juga kenapa dirinya sudah memakai pakaian tidur. Yang dirinya ingat ialah mabuk di bar, setelah bertengkar hebat dengan Sungkyung. Yoongi memutuskan turun dari kamar, setelah selesai membersihkan diri. Ia melihat di meja makan sudah tersaji makanan untuk menghilangkan mabuk seperti sup kecambah dan makanan hangat.

Dari arah dapur ia mendengar bisik-bisik dari pelayan yang tidak melihat kehadirannya di meja makan.

"Iya, benar. Semalam tuan Yoongi mabuk berat sampai-sampai tuan Taehyung yang memapahnya." Alis Yoongi mengernyit. "Apa mereka semalam berkelahi, ya?"

"Mana kutahu. Bukankah semalam kau yang jaga."

"Bukan apa-apa, sih, tapi aku melihat sudut bibir tuan Taehyung terluka."

"Eh, masa pasangan baru sudah bertengkar saja. Bukankah semua sarapan pagi ini adalah permintaan tuan Taehyung. Kurasa bukan karena itu."

Selesai dengan sarapannya Yoongi memutuskan untuk kembali ke kamar dan bersiap untuk pergi ke kantor. Ia mencoba untuk menepis pikiran tentang yang terjadi semalam dan berhenti memikirkannya, namun obrolan para pelayan ternyata cukup mengganggunya.


•••


"Astaga, ada apa dengan wajahmu, Tae?" tanya Jimin saat mereka akhirnya bertemu untuk sarapan bersama. "Kau kena kekerasan dalam rumah tangga?"

"Bukan apa-apa, Jim."

"Bukan apa-apa? Wajah tampanmu sedang tidak baik-baik saja dan kau bilang bukan apa-apa? Jangan bercanda denganku karena aku serius." Jimin menyalak tak terima. Di dalam hidupnya ia belum pernah melihat Taehyung terluka sampai seperti ini. Sejak dulu kedua orangtua Taehyung selalu menjaganya dengan sangat-sangat hati-hati.

"Jimin, aku baik-baik saja. Ini hanya masalah kecil dan tidak perlu dibesar-besarkan." Taehyung masih mencoba menenangkan Jimin yang masih memandangnya penuh rasa khawatir.

"Dengarkan aku, ya, tidak ada yang baik-baik saja selama itu adalah kekerasan dalam rumah tangga, Tae. Aku tidak mentolerir apa pun apalagi ini menyangkut kau, Taehyung."

"Jim, ini luka kudapatkan karena membawa Yoongi yang mabuk. Aku mewajarkan tindakkannya padaku karena aku memang pantas mendapatkannya."

"Pantas apa?" Keduanya menoleh pada asal suara dan mendapati Hoseok sudah berdiri di samping keduanya. "OH MY GOD! Apa yang terjadi dengan wajah tampanmu?" Hoseok berseru heboh tanpa mempedulikan tatapan orang-orang padanya, ia tidak peduli. Ia menangkup wajah Taehyung dan menelisiknya untuk mencari luka mana lagi selain ujung bibir yang Taehyung dapatkan.

"Hoseok, kau akan semakin melukai Taehyung," ucap Jimin sembari melepas tangkupan tangan Hoseok.

"Maaf." Hoseok kemudian duduk di sebelah Jimin berhadapan dengan Taehyung. "Katakan, apa ini perbuatan Yoongi?"

Taehyung menghela napas dan mulai menceritakan bagaimana dirinya mendapatkan luka itu.

"Aku bisa mengerti Yoongi terluka atas pernikahan ini, tapi aku tidak membenarkan ia melempar semua kesalahan padamu. Memangnya kau yang memintanya untuk menikahimu?"

"Hoseok benar, Tae. Bukankah dari awal pernikahan ini terjadi karena pihak Yoongi yang lebih dulu memintanya. Bukankah kau sempat menolak perjodohan ini," imbuh Jimin dan Hoseok mengangguk setuju.

"Sekarang setelah kau menikah dengannya justru memar yang kau dapatkan. Kami sebagai sahabat tentu saja tidak terima. Paling tidak Yoongi harus meminta maaf atas perlakuannya yang kasar padamu," tutur Hoseok yang disetujui Jimin.

"Aku paham perasaan kalian. Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku. Untuk masalah ini biar aku dan Yoongi yang menyelesaikannya, kalian jangan mengatakan hal ini pada ayah dan papaku."

Sejujurnya Hoseok dan Jimin tidak terima ini berakhir begitu saja, namun ini sudah menjadi keputusan yang Taehyung ambil dan mereka menghormati keputusan itu. Keduanya hanya akan mengamati dan maju paling depan jika Taehyung meminta bantuan keduanya.

Yoongi menghabiskan waktu sorenya di sebuah kedai makanan tak jauh dari kantornya. Ia memesan sebotol soju dan sepiring tteopokki. 

"Min Yoongi?" Yoongi mendongak dan menemukan seorang pria dengan setelan kantor berdiri tepat di depannya. Lesung pipinya terlihat begitu jelas ketika pria itu tersenyum.

Yoongi mengingatnya. "Kim Namjoon?" Namjoon terkekeh dan mengangguk lantas memilih duduk pada satu meja yang sama dengan Yoongi saat ini.

"Kau sendirian? Oh, selamat atas pernikahanmu. Aku mengetahuinya dari berita jika kau ingin tahu." Yoongi menyungging senyum dan menuangkan soju ke dalam gelas Namjoon.

"Bagaimana kabarmu?" Namjoon mengendikkan bahu. "Hampir lima tahun sejak kita lulus, bukan?"

Namjoon meminum habis sojunya dan menuang kembali pada gelasnya yang kosong. "Ya, kurasa."

Keduanya bertukar cerita hingga waktu tak terasa hampir pukul sepuluh malam. Rasanya berjumpa dengan kawan lama membuat keduanya bernostalgia atas masa-masa kuliah dulu.

"Haha, kau ingat tidak? Kalau tidak salah waktu kau menyukai anak SMA kau mengajakku mengintip anak itu di depan sekolahnya." Namjoon ingat betul bagaimana dulu Yoongi tergila-gila pada anak laki-laki, namun tidak berani untuk mendekatinya. "Itu adalah pertama kalinya aku melihatmu seperti pemuda biasa yang bisa jatuh cinta."

Yoongi tersenyum masam. "Joan Lin." Namjoon mengernyit bingung. "Namanya Joan Lin, anak SMA itu."

"Wow, pada akhirnya kau berani berkenalan dengan bocah itu?" Yoongi hanya mampu menyembunyikan senyumannya.


KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang