#30

256 37 11
                                    

Seoul, Korea.

Jimin dan Hoseok melangkah keluar dari boarding gate. Mereka berdua melambai ceria setelah melihat Namjoon dan Jungkook menunggu di pintu kedatangan. Hoseok berlari dan memeluk Jungkook, begitu juga Jimin yang membagi pelukan dengan Namjoon.

"Kabarmu baik?" tanya Namjoon yang diangguki Jimin.

"Apa perjalanannya tidak menyenangkan? Kenapa dengan wajahmu?" Jungkook mengernyit karena melihat wajah Hoseok yang suram. Jimin menatap was-was pada Hoseok, berharap untuk saat ini Hoseok tidak menceritakan apa pun tentang Taehyung.

"Tidak ada, Jungkook. Aku hanya sedikit lelah karena perjalanan jauh," bohong Hoseok yang membuat Jimin menghela napas lega.

"Aku lapar. Apa kita bisa mampir ke toko roti untuk membeli beberapa potong roti?" tanya Jimin mengalihkan perhatian. Namjoon mengangguk dan menggandeng tangan Jimin, sementara tangannya yang lain menarik koper Jimin.

"Tidak perlu mampir. Kebetulan aku sudah memasak sesuatu di rumah. Jadi kita akan langsung pulang," ucap Namjoon yang membuat wajah Jimin berseri-seri.

"Kau serius tidak terjadi apa pun di sana?" Jungkook masih mengamati wajah Hoseok yang murung. Jungkook merentangkan lengannya dan membawa Hoseok ke dalam dekapannya. "Tidak masalah jika kau belum mau bercerita sekarang, Hyung. Tapi aku ingin kau tersenyum sebentar, aku rindu wajah kekasihku setiap kali ia berseri-seri." Hoseok mendengus lalu tersenyum lebar sembari membalas pelukan Jungkook.

"Kau selalu tahu caranya membuatku tersenyum, ya? Kau pakai sihir apa, hm?"

"Eii, tanpa sihir pun kau sudah jatuh cinta padaku sejak awal," ucap Jungkook sembari memainkan alisnya.

"Enak saja! Siapa yang bilang?"

"Rahasia." Jungkook memberi kecupan singkat di pipi Hoseok, sebelum terkekeh karena melihat Hoseok memberengut kesal.

Taehyung membereskan baju-bajunya dan memasukkannya ke dalam koper. Ia membawa beberapa potong baju milik Yibo dan beberapa mainan Yi-yoon.

"Baju sudah, mainan sudah, hm ... apalagi, ya?" Taehyung bergumam sembari me-list kembali apa saja yang belum lengkap. "Ah, hampir lupa. Passport dan VISA." Taehyung menuju laci di nakas samping tempat tidur dan mencari dua barang penting yang tidak boleh tertinggal sama sekali.

"Sayang, sudah malam. Kau harus segera tidur. Penerbangan kita besok pagi," ucap Yibo dari atas kasur. Sejak tadi dirinya memperhatikan Taehyung yang sibuk ke sana kemari menata dan membereskan koper.

"Iya, tunggu sebentar lagi." Yibo berdecak dan Taehyung terkekeh.

"Kau tahu, 'kan? Aku harus tidur sambil memelukmu. Jadi sekarang kemari, masalah koper bisa kita urus besok pagi. Aku butuh pelukan," kata Yibo dengan wajah dibuat memelas.

Taehyung tertawa lalu memutar langkah menuju arah ranjang. "Aku hanya ingin memastikan supaya tidak ada barang yang tertinggal," kata Taehyung. Yibo menaruh telunjuknya di bibir dan menarik pergelangan tangan Taehyung.

"Sudah kubilang aku tidak bisa tidur jika tidak kau peluk." Taehyung tidur di sebelahnya dan memeluk Yibo sembari menepuk-nepuk punggungnya.

"Harusnya Yi-yoon yang bertingkah seperti ini. Kenapa malah dirimu yang manja sekali?"

"Yoon sudah seharian menyandera waktumu. Hanya saat malam begini aku bisa bermanja-manja denganmu." Yibo mengecup bibir Taehyung kemudian tersenyum. "Apa kau yakin untuk pulang ke Korea? Sejujurnya aku sedikit khawatir."

Taehyung mengangguk. "Aku yakin. Lagipula papa membutuhkanmu untuk mengelola kantor pusat, 'kan?"

"Iya. Aku juga tidak enak terus-terusan menolaknya. Papa sudah memintaku sejak setahun yang lalu dan baru sekarang aku menyetujuinya."

"Kenapa?"

Yibo mencolek hidung Taehyung. "Aku memikirkanmu, Tae. Aku tidak ingin dengan rencana papa memindahkan kita ke Korea membuatmu khawatir dan kembali merasa tidak nyaman. Aku ingin kau baik-baik saja."

"Terima kasih karena kau selalu memikirkanku."

"Karena aku mencintaimu, Tae."

"Aku tahu." Taehyung memeluk Yibo erat. Yibo paham, bahwa pernyataan cintanya tidak akan pernah mendapat balasan yang sama. Meski Taehyung sudah menjadi miliknya, entah kenapa ia sendiri tidak bisa masuk ke dalam hatinya. Mungkin ini cara Taehyung melindungi perasaannya dari terluka kembali dan Yibo memahaminya.

•••

Yoongi mendatangi makam Joan dan bayi mereka di sore hari. Hari ini tepat dua tahun kepergian keduanya. Yibo memandang dua gundukan tanah di hadapannya, ada foto Joan dan sang bayi yang sudah nampak usang. Yoongi meletakan dua buket bunga lily di atas makam.

"Joan-ah, apa kabar?" Yoongi tersenyum. "Maaf baru bisa datang ke sini. Aku lupa waktu," ucap Yoongi terkekeh. "Anak-anak panti menahan dan melarangku untuk buru-buru ke sini. Mereka hari ini mengajakku bermain bola basket. Kau ingat? Aku pernah bercerita padamu, bahwa kelak jika bayi kita lahir dan tumbuh besar aku akan mengajarinya bermain basket."

Langit menampilkan warna jingganya, sedangkan Yoongi masih betah duduk berlama-lama di makam sembari meminum soju. Yoongi mendengar langkah kaki menghampirinya dan berdiri tepat di sampingnya kini. Tanpa menoleh pun Yoongi tahu siapa pemilik sepatu itu.

"Hyung, rasanya sekarang aku sedikit demi sedikit merasa lega." Yoongi berkata dengan senyum mengembang di wajahnya. "Mendengar kabar tentangnya yang baik-baik saja, membuat hatiku lega sekali. Setidaknya aku tahu bahwa ia hidup dengan baik dan bahagia."

Soohyuk, kakak iparnya itu mengernyit bingung. "Maksudmu?"

Yoongi menoleh. "Taehyung. Aku melihatnya di portal berita online kemarin." Soohyuk mengangguk paham.

"Kau nampak baik," kata Soohyuk yang membuat Yoongi terkekeh. "Kau tidak sakit hati mantan suamimu menikah lagi?" Kali ini Yoongi tertawa dan menggeleng-gelengkan kepala tak percaya.

"Sakit hati? Kurasa daripada sakit hati, kupikir ini adalah kesialanku yang ke sekian kalinya dan itu lucu untukku."

"Kau aneh."

"Benarkan? Aku memang aneh. Meski aku sedikit tidak rela dan menyesal kenapa bukan aku, tapi aku juga merasa lega. Mungkin karena aku tahu Taehyung baik-baik saja tanpa diriku."

"Dan kau yang terluka seorang diri di sini. Kau juga harus move-on." Soohyuk menatap Yoongi. "Aku dengar Taehyung akan kembali. Kurasa besok malam ia dan suaminya akan menginjak Korea."

Yoongi mengangguk mendengarnya. "Itu bagus. Jika punya kesempatan aku ingin bertemu dan meminta maaf secara langsung padanya. Itu pun jika Taehyung sendiri mengizinkan."

"Mungkin," kata Soohyuk. "Karena mau tidak mau Taehyung harus menjelaskannya padamu." Yoongi mengernyit dengan pernyataan ambigu dari kakak iparnya. Soohyuk melirik sekilas dan berbalik untuk pulang. "Nanti kau juga tahu. Ayo, pulang. Kau mau tinggal di sini atau apa, ha? Betah sekali berlama-lama di sini."

Yoongi tertawa dan mengikuti Soohyuk yang masih menggerutu di depan sana.

"Sunset di sini bagus," ucap Yoongi. "Hyung, aku lapar!"

"Dasar, adik ipar kurang ajar." Soohyuk mendecak sembari membuka pintu mobil. "Aku tahu restoran enak dekat sini, ayo!"

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang