Ijab kabul telah selesai dengan lancar. Sekarang saatnya kedua pengantin untuk dipertemukan. Inggid, yang bertugas membawa putrinya menuju tempat Prad menunggu, melangkah cepat untuk menjemput. Namun, saat ia sampai di lorong lantai dua, Inggid terkejut melihat Shaza berdiri sendirian dengan riasan yang berantakan. Endang dan Ranti mengikuti dari belakang dengan wajah cemas."Astaga, kamu kenapa, Nak?" tanya Inggid, mencoba meraih lengan Shaza. Shaza menepis tangan ibunya dengan frustrasi.
"Mama masih tanya kenapa? Harusnya aku yang nanya sekarang, Ma. Kenapa Mama sama Papa nggak kasih tahu aku dari awal kalau calon suami aku itu mantan tunangannya Kak Shania?" Suara Shaza bergetar penuh emosi, dan tawa pahit keluar dari bibirnya yang bergetar. "Oh iya, lupa, barusan udah jadi suamiku ya? Wah, suamiku mantan tunangan kakakku. Keren banget, Ma. Kayak judul sinetron."
Inggid, terkejut dengan ledakan emosional putrinya, mencoba menjelaskan dengan cemas. "Sumpah Mama kira kamu udah tahu dari Papa. Pas Mama lihat kamu setuju menikah, Mama kira kamu memang bersedia."
Shaza menggeleng dengan marah. "Kalau tahu dari awal, pasti aku nggak setuju sama rencana gila ini, Ma!"
Inggid merasa sangat khawatir dan mencoba menenangkan Shaza. "Ayo kita masuk ke kamar dulu. Kita bicarakan dengan tenang. Biar Papa yang urus semuanya di bawah. Kamu bisa istirahat dulu."
Inggid melirik Endang memberi tanda agar adiknya turun ke bawah. Namun, Shaza, dengan kemarahan dan kesedihannya, menarik tangan Endang yang hendak pergi. "Nggak usah. Aku mau turun sekarang juga. Toh siap atau nggak, aku sudah menikah sama dia. Semuanya udah terlambat," kata Shaza lirih, menatap tanpa ekspresi. Dengan langkah cepat, ia melangkah menjauh.
Ranti mengikuti Shaza dengan cemas, mencoba membujuknya. "Shaza, ayo balik aja ke kamar. Makeup lo perlu gue benerin, nggak mungkin turun dalam keadaan kayak gini."
Namun, Shaza mengabaikan ajakan tersebut dan terus melangkah menuju kerumunan tamu. Semua mata tertuju padanya, dan bisik-bisik mulai terdengar di sekeliling. Suasana yang awalnya riuh kini terasa semakin menekankan penampilannya yang kacau.
Seharusnya, di momen ini, Shaza berjalan anggun diapit oleh Inggid dan Endang menuju mempelai pria, tetapi kini ia tampak terasing, berjalan sendiri dengan penampilan yang berantakan.
Shaza hanya menatap Prad dengan tatapan tajam, penuh pertanyaan dan kemarahan. Banyak hal yang ingin dia tanyakan, tetapi untuk saat ini, yang dilakukannya hanyalah menarik tangan Prad dan menempelkannya di bibirnya di sana. Dengan penuh pengertian, tanpa menanyakan alasan kondisi perempuan itu, Prad meletakkan tangan kirinya di kepala Shaza seraya merapalkan doa untuk mengawali bahtera rumah tangga mereka yang baru dimulai.
Suasana yang semula riuh dan penuh kekacauan perlahan kembali khidmat. Acara berlanjut seperti yang direncanakan. Cincin pun telah tersemat pada jari manis pengantin, dan dokumentasi foto dimulai. Para tamu bergantian meminta foto bersama, dan Shaza merasa lelah. Tidak ada satu pun foto yang bisa menangkap ekspresi kebahagiaan yang ia inginkan. Bahkan ucapan selamat dari setiap orang terasa hanya menambah beban di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day You Came [END]
RomanceShaza merasa sudah gila ketika menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah demi mendapatkan restu berkuliah di luar kota. Lebih gilanya lagi, dia akan menikah dengan mantan tunangan Shania-kakaknya yang telah meninggal dunia. Shazana Nareswari t...