bab enam

14K 679 85
                                    

Tidak hanya pernikahannya saja yang dadakan, tetapi kepindahan Shaza pun juga terjadi secepat kilat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak hanya pernikahannya saja yang dadakan, tetapi kepindahan Shaza pun juga terjadi secepat kilat. Entah salah orang tuanya yang tidak memberi tahu sejak awal atau karena dirinya yang tidak bertanya. Yang jelas, Shaza merasa dalam satu minggu hidupnya seperti dalam sistem kebut semalam. Karena bagaimana bisa dia tiba-tiba melangsungkan pernikahan dan dua hari setelahnya dia harus ikut suaminya pindah ke luar kota.

Shaza tidak bisa berkata-kata saat orang tuanya menyuruhnya untuk berkemas membawa baju dan barang-barang penting saja. Sisanya akan Januar dan Inggid antarkan bulan depan ketika menyambanginya. Andai Januar mengatakannya jauh-jauh hari, tidak saat satu hari sebelum kepindahannya, Shaza tidak akan sekesal ini. Dia benar-benar menepati ucapannya dengan tidak kembali ke kamar dan ditambah tidak mau berbicara dengan Prad. Meskipun Januar dan Inggid menyuruh Shaza hingga putus asa, putrinya itu tetap enggan berhenti menempel pada orang tuanya. Shaza berdalih dia ingin menghabiskan waktu dengan Inggid dan Januar yang hanya terbatas, sedangkan bersama Prad bisa kapan saja.

Januar dan Inggid awalnya tetap tidak memperbolehkan Shaza meninggalkan suaminya. Namun, karena Prad mengatakan dirinya sudah membaik setelah diberikan obat dan beristirahat, Prad membenarkan ucapan Shaza dan mempersilakan istrinya itu untuk bermanja-manja dengan kedua orang tuanya. Tentu Prad tidak dibiarkan sendiri begitu saja, Inggid dan Januar bergantian memastikan kondisi menantunya menggantikan Shaza yang tidak peduli sama sekali. Satu hari penuh dia berhasil kabur dari Prad.

Sampai keesokan harinya, mau tidak mau Shaza harus memasukkan baju-bajunya ke dalam koper karena jadwal penerbangan mereka adalah pukul tujuh malam nanti. Akibat kemarin menghindar seharian, Shaza tidak punya waktu lagi selain pagi ini. Shaza yang semalam tidur bersama kedua orang tuanya setelah merengek lama itu pun sudah bangun saat adzan shubuh berkumandang. Shaza mengulur waktu sampai Januar mengajak Prad untuk shalat jama'ah di masjid. Barulah Shaza mengendap-endap masuk ke kamar, memanfaatkan waktu sebelum laki-laki itu kembali, rencananya.

Akan tetapi, dugaan Shaza salah. Begitu dia membuka pintu kamar, yang ia temui adalah Prad sedang membeberkan sajadah. Belum sempat Shaza berlari menyembunyikan diri, Prad lebih dulu menyadari keberadaannya.

"Kamu sudah salat? Atau mau bareng sama saya?" Tawar Prad lembut.

"Nggak. Gue salat sendiri aja nanti," tolaknya. Shaza masih marah karena laki-laki itu tidak mengatakan apa pun jika mereka harus pergi hari ini. "Udah lo salat sana, nggak usah liatin gue gitu. Gue mau packing, jangan ganggu. Daripada gue nggak siap dan nggak bisa ikut lo karena waktunya mepet banget!"

Prad sebenarnya ingin menimpali, tapi ia besarkan hati untuk tidak berdebat dan memilih untuk melaksanakan ibadahnya, barangkali doanya dikabulkan agar istrinya itu tidak marah-marah lagi.

Mereka berada di satu ruangan, tapi ada tembok tak kasat mata yang menghalangi. Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Shaza yang masih memilah baju-baju dari lemari dan Prad yang sudah selesai salat pun kini sibuk dengan memerhatikan setiap pergerakan perempuan itu.

The Day You Came [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang