bab tiga puluh empat

3.1K 261 31
                                    

"Liat deh, Mas, temen SMPku nikah," ujar Shaza mengarahkan gawainya di hadapan Prad

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Liat deh, Mas, temen SMPku nikah," ujar Shaza mengarahkan gawainya di hadapan Prad. "Nggak nyangka, padahal dia dulunya diem banget. Eh, dia duluan yang nikah di kelas." Kekehan Shaza tidak bertahan lama karena ia harus segera meralat ucapannya. "Ehm ... setelah aku maksudnya, hehe."

"Kamu nggak datang?" tanya Prad.

Shaza tersenyum getir, menutupi kesedihan karena dirinya tidak diundang. "Jauh, Mas. Aku juga udah lama lost contact sama mereka. Kayaknya pada lupa sama aku."

"Kamu sapa dulu aja. Ucapin selamat atas pernikahan teman kamu."

"Nggak mau! Lagian percuma, aku nggak diundang," ceplosnya kesal, dia tidak ingin memperbaiki hubungan dengan teman-teman lamanya karena setelah lulus dan menjauh dari mereka, Shaza mendapat label sombong dan lupa teman. Padahal bukan seperti itu niatan Shaza, tetapi sadar dia tidak bisa bergaul seperti dulu, maka Shaza sengaja membiarkan mereka berasumsi seperti itu.

Prad rupanya paham ekspresi sang istri menunjukkan kekesalan. Tidak ingin membuat suasana hati Shaza semakin larut dalam amarah, Prad pun tidak ingin membahas lebih lanjut.

"Gimana perkembangan event lomba kamu? Ada kendala?" tanyanya mengalihkan.

Kening Shaza tidak lagi tertekut, perlahan ia bereaksi normal. "So far, so good sih. Masih belum ada kesulitan yang gimana-gimana. Soalnya aku diajarin yang nggak bisa," jelasnya.

Sedikit berbohong, karena sebenarnya dia ada kendala, bukan pada pekerjaan dan tugas, melainkan pada koordinator sie alias Ghinan. Shaza ingin bercerita tentang perlakuan Ghinan yang menurutnya jauh dari kata profesional. Namun, di sisi lain, Shaza takut jika hal tersebut membuatnya dilarang untuk berkecimpung di organisasi atau kepanitiaan lagi kedepannya.

"Kalau ada apa-apa bilang sama saya ya, Shaza. Saya siap membantu."

"Membantu beli risol maksudnya?" Shaza memicing dengan sebal dibuat-buat. "Kamu tuh, Mas, bilangnya ngasih izin aku bantu jualan, tapi kamu juga yang selalu borong jualannya Regi."

Prad meringis sambil mengusap tengkuk. "Kamu bantu Regi. Saya bantu kamu. Salahnya di mana? Yang penting jualan kalian habis, nggak nombok dan ada pemasukan buat event lomba." Tangan Prad menarik Shaza duduk di pangkuan. "Yang paling penting, istri saya bisa cepat pulang."

Shaza menahan wajah Prad yang mendekat hendak mencium sambil terkekeh. "Nanggung, Mas. Sekalian aja kamu sponsorin eventnya."

"Mau emang? Saya nggak keberatan kalau kamu mau, Ayah pasti juga senang mensponsori konsumsi event kamu," tawarnya tidak main-main.

Segera perempuan itu menggeleng cepat. "Bercanda doang ih. Serius banget kamu tuh!"

"Kamu, 'kan, emang harus selalu diseriusin," balasnya seraya membubuhi Shaza dengan kecupan-kecupan tanpa henti.

Kegelian sendiri dibuatnya, Shaza tahu jika dia membalas, mungkin mereka akan lanjut ke tahap berikutnya. Bukan, Shaza tidak mau, hanya saja ada hal lain yang ingin ia bicarakan.

The Day You Came [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang