Shaza merasa sudah gila ketika menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah demi mendapatkan restu berkuliah di luar kota. Lebih gilanya lagi, dia akan menikah dengan mantan tunangan Shania-kakaknya yang telah meninggal dunia.
Shazana Nareswari t...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Benar jika Shaza telah menyetujui permintaan kedua orang tuanya untuk menikah. Akan tetapi, Shaza tidak pernah tahu jika pernikahan itu akan digelar kurang dari satu minggu. Shaza tidak pernah membayangkan keesokan harinya setelah selesai mengurus pendaftaran ulang perkuliahannya, Shaza diajak oleh Januar pergi ke rumah Ketua RT yang baru ia sadari tujuannya untuk mengurus surat pengantar. Kemudian mereka berpindah ke kelurahan guna meminta surat pengantar nikah. Shaza tidak terlalu paham, karena kebanyakan Januar yang mengurus secara langsung, ia hanya melakukan yang diperlukan Januar, sisanya ia hanya diam.
Shaza tahu Papanya itu memiliki banyak relasi, sehingga proses pendaftaran pernikahan pun bisa dipersingkat dan yang Shaza dengar Januar mengurus surat permohonan agar mereka diberi dispensasi. Mungkin itulah alasan mengapa lusa Shaza sudah bisa melaksanakan pernikahan.
Waktu berjalan terasa begitu cepat bagi Shaza. Dia merasa tidak memiliki kesempatan sedetik pun untuk memproses semuanya. Seperti semua terjadi dalam sekejap mata. Bahkan hingga hari ini pun, Shaza masih belum tahu siapa yang akan menjadi calon suaminya. Entah lupa, tidak dengar atau Januar memang belum memberitahunya, karena Januar memang sangat sibuk mengurus berkas-berkas pernikahan putrinya. Inggid pun yang sudah kembali berbicara setelah saling bermaafan dengan Shaza tidak mengatakan apa pun tentang calon suaminya. Inggid sibuk mempersiapkan rangkaian acara sederhana yang akan di gelar di rumah. Sehingga Shaza kebingungan sendirian, dia tidak tahu harus bertanya pada siapa.
Akan tetapi, jauh di lubuk hati Shaza terdalam sendiri ada perasaan enggan bertanya. Karena dia merasa percuma, toh Januar dan Inggid sudah susah payah mengusahakan ini semua, jadi sudah terlambat baginya untuk membatalkan pernikahan. Shaza berpikir, dirinya hanya perlu menuruti semua keinginan orang tuanya.
"Ya ampun calon manten kok malah ngelamun di jendela sendirian gini sih." Shaza menoleh mendapati Endang, adik dari Inggid yang memang tinggal dekat dari rumahnya. Setiap hari Endang datang untuk membantu Inggid. Kebetulan Endang memilik bisnis katering makanan, jadi dia sukarela menawarkan dirinya.
Shaza menghampiri tantenya untuk bersalaman. "Hehe, iya, habisnya mau bantu-bantu Mama tapi nggak boleh, Tan. Disuruh di istirahat aja katanya."
"Duh kamu duduk manis aja, Sha. Biar Tante yang handle soal masakan, tenang aja deh pokoknya dijamin enak," ujar Endang.
"Makasih banyak loh, Tan. Shaza mah yakin kalo masakan Tante emang pasti enak, tapi maaf ya mepet banget acaranya jadi ngerepotin," balasnya tak enak.
"Santai aja, Cantik, nggak ngerepotin sama sekali kok." Endang berpamitan keluar untuk bertemu Inggid. "Jangan ngelamun lagi loh."
Seluruh saudara Januar dan Inggid telah tahu kabar pernikahan Shaza. Mereka tentu terkejut bukan main, beberapa saudara jauh ada yang mengira apakah Shaza sudah hamil duluan, karena acara yang diadakan terlihat begitu dadakan. Namun, banyak juga yang bahu membahu menolong sebisa mereka, termasuk Endang. Selain itu, Shaza juga akan dirias oleh saudara sepupunya sendiri yang memang memiliki bisnis rias pengantin. Untuk dekor pun mereka mencari jasa secara daring yang bisa pada hari pernikahan, karena yang Shaza tahu dia hanya akan melaksanakan akad, tanpa resepsi. Tamu undangan pun hanya kerabat-kerabat terdekat. Jadi hanya membutuhkan ruang tamu dan ruang keluarganya saja.