Shaza merasa sudah gila ketika menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah demi mendapatkan restu berkuliah di luar kota. Lebih gilanya lagi, dia akan menikah dengan mantan tunangan Shania-kakaknya yang telah meninggal dunia.
Shazana Nareswari t...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
double update💗 jangan lupa vote & comment part ini juga. dibaca pelan-pelan, sebelum lanjut 😌
Waktu seakan berhenti, meninggalkan mereka dalam dimensi lain. Tanpa menghentikan kegiatan mereka, Prad mengangkat sang istri untuk duduk di pangkuan dengan posisi miring, tangan dan kakinya yang sakit menjuntai dalam sisi aman. Jangkauan laki-laki itu semakin luas. Selagi tangan kanannya ia gunakan untuk merengkuh pinggang ramping Shaza, tangan kirinya menyentuh wajah sang istri, ia usap lembut dengan ibu jari saat memperdalam ciumannya.
Mereka berbagi jutaan kupu-kupu dalam perut, ada gelenyar tak bisa dijelaskan dengan kata, hanya bisa dirasa. Mata mereka saling terpejam, pagutan demi pagutan tiada henti, seakan tidak ada hari esok. Di tengah suasana syahdu, tangan Prad bergerak membelai leher terbuka Shaza, perlahan-lahan intuisinya mengarahkan untuk terus turun ke daerah yang telah ia jamah sekilas.
Ujung jari Prad telah sampai di tulang selangka istrinya yang menonjol. Namun, ia tarik cepat tangannya sejauh mungkin. Prad melepaskan tautan mereka dan membiarkan Shaza mengisi pasokan udara yang lama tertahan. Ia kembali meletakkan tangannya di wajah Shaza, bukan untuk melanjutkan kegiatan yang terhenti. Melainkan untuk mengelap keringat di kening istrinya, lalu mengusap bibir basah tersebut dengan ibu jari.
Prad memberikan kecupan ringan di hidung mancung sang istri. Kemudian ia memindahkan tubuh Shaza kembali telentang di kasur, diselimutinya sampai leher agar tidak kedinginan. Laki-laki berniat beranjak dari kasur, ingin mengembalikan ember dan menyimpan masakannya di dapur. Akan tetapi, pergerakan Prad terhenti karena Shaza mencengkeram kuat tangannya.
"Kamu mau ke mana? Mau pergi lagi ya? Aku ditinggalin lagi sendiri?" tanya Shaza dengan mata berkaca-kaca.
Hati Prad mencelos melihat istrinya, ia kembali duduk di samping Shaza seraya memegang lembut tangannya. "Saya nggak kabur lagi, Shaza. Saya cuma mau mengembalikan ember sama menaruh nampan di dapur. Saya janji akan kembali."
Shaza menggeleng cepat, ia merajuk sambil mencebikkan bibir. "Nggak mau. Kamu nggak boleh ke mana-mana. Ember sama nampannya dibalikin besok aja. Sekarang kamu temenin aku sampe tidur."
"Iya," jawab Prad lembut. Ia pun turut merebahkan diri di sebelah Shaza tanpa banyak berkomentar.
"Peluk." Shaza merasakan kepala Prad langsung tertoleh ke arahnya. Laki-laki itu pasti terkejut dengan permintaannya yang mendadak, tetapi Shaza tidak sedang bercanda. "Hug me, Mas."
Tidak membuang waktu, sedetik kemudian tangan Prad sudah melingkar di tubuh sang istri dari balik selimut. "Sekarang kamu istirahat. Karena saya akan temani selama yang kamu mau."
Detik demi detik berlalu, tapi tidak satu pun dari mereka memejamkan mata. Shaza tengah berpikir seraya menatap langit-langit kamar dan Prad yang menyaksikan perempuan itu dengan saksama.
"Mas."
"Hm."
"Kenapa berhenti?" tanya Shaza menoleh ke arah Prad yang kini menatapnya bingung. "Why did you stop kissing me? Apa aku ngelakuin kesalahan?"