bab lima

6.3K 369 83
                                    

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan, para tamu undangan pun bergiliran datang, tamu yang hadir pagi hari sudah pulang sebelum pelaksanaan shalat Jum'at, sebagian ada yang datang saat sore dan malam harinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan, para tamu undangan pun bergiliran datang, tamu yang hadir pagi hari sudah pulang sebelum pelaksanaan shalat Jum'at, sebagian ada yang datang saat sore dan malam harinya. Prad yang datang hanya bersama kedua orang tua dan adiknya pun sudah kembali ke penginapan sejak siang hari tadi. Awalnya, Januar dan Inggid menawari mereka untuk menginap di rumah saja di kamar tamu. Namun, ditolak oleh Salim dan Sekar. Karena tidak ingin merepotkan. Tidak seperti kedua orang tuanya yang membujuk besan mereka agar tetap tinggal, Shaza hanya diam saja dan berdoa agar laki-laki itu pergi dari rumahnya. Tidak ada yang lebih semangat dari Shaza saat mengantar mobil keluarga Prad keluar dari pekarangan.

Sungguh berdosa sekali, tapi Shaza tidak peduli. Raga dan jiwanya sudah lelah sejak beberapa hari kebelakang, puncaknya hari ini Shaza ingin meledak. Jadi biarkan Shaza sendiri. Dia ingin melepas topengnya untuk sejenak. Tanpa seorang pun tahu. Shaza tenggelam dalam pikirannya sendiri di kamar. Terakhir kali dia berbicara dengan Januar dan Inggid adalah saat dirinya meminta izin untuk istirahat di kamar. Kedua orang tuanya yang masih sibuk berbincang dengan kerabat mereka yang baru datang pun hanya mengangguk paham. Toh sejak tadi kehadiran Shaza hanya untuk pajangan, dia tidak terlalu akrab dengan kerabat-kerabat dari kedua orang tuanya.

Riasan yang semula ingin ia tempelkan di wajah selamanya pun sudah Shaza hapus, kebaya putih itu sudah berganti piyama bermotif my melody dan rambutnya yang kaku akibat hair spray, ia biarkan terurai. Shaza membaringkan diri di kasur yang ia minta untuk didekor sederhana saja, tidak perlu seperti kamar pengantin pada umumnya. Hanya sprei dan bedcover yang tadi pagi diganti, sedikit hiasan bunga menempel di kepala kasur dan wewangian melati yang menyengat di seluruh ruangan.

Ingin Shaza segera pergi ke alam mimpi, melupakan realita sejenak. Namun, matanya terus terjaga menatap langit-langit kamar. Enggan menyentuh gawai yang ia yakini sudah dipenuhi notifikasi dari ruang obrolan teman sejurusan, juga pesan dari teman barunya menanyakan apakah mereka jadi mencari kos bersama yang ia biarkan begitu saja karena Shaza belum menemukan jawaban, meskipun sebenarnya kini sudah sangat jelas, tapi jarinya tidak sanggup untuk mengetik balasan.

Di tengah kegelisahan, pintu kamar Shaza diketuk sebanyak tiga kali dengan pelan. Karena Shaza tidak menanggapi, suara ketukan kembali terdengar, masih dengan tempo yang sama. Hingga ketukan keempat kali akhirnya membuat Shaza yang berniat pura-pura sudab tidur pun terpaksa untuk memberikan respons.

"Buka aja, pintunya nggak dikunci," teriak Shaza masih anteng di kasur, malas untuk berdiri membukakan pintu.

Pintu berwarna putih itu pun terbuka dan seketika Shaza terduduk dengan kedua matanya membulat melihat siapa yang kini masuk ke kamarnya, seakan tanpa beban menutup kembali pintu, sehingga hanya ada mereka berdua di kamar.

"Ngapain lo di sini?" Tanya Shaza seketika dipenuhi marah.

"Papa sama Mama menyuruh saya istirahat," jawab Prad tenang.

The Day You Came [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang