bab sebelas

4.1K 253 57
                                    

Kedatangan Januar dan Inggid harusnya menjadi sebuah kejutan untuk Shaza

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kedatangan Januar dan Inggid harusnya menjadi sebuah kejutan untuk Shaza. Namun, karena Shaza yang terus-menerus merengek ketika menghubungi kedua orang tuanya, Januar secara sepihak memberitahu bahwa mereka sudah memesan tiket untuk mengunjungi putrinya. Hingga hari yang telah Shaza tunggu pun tiba. Kedua orang tuanya itu kini sudah berada di mobil Prad dengan laki-laki itu sendiri yang mengemudi.

Januar duduk di sebelah menantunya, karena Shaza yang terus menempel pada Inggid di kursi tengah. Hubungan Shaza dan kedua orang tuanya memanglah rumit, meskipun ada banyak rasa sakit yang telah mereka torehkan, tetapi rasa sayang yang ia miliki seakan menutupinya. Lupakan semua kekesalan, kekecewaan dan amarah yang tengah dialami, karena berada jauh dari kedua orang tuanya ternyata jauh lebih menyakitkan dari itu semua.

"Malu ada suaminya malah kayak bayi gini, Dek," goda Inggid tidak menghentikan belaian pada rambut halus putrinya yang tergerai.

"Biarin," jawab Shaza tidak peduli. Justru memberikan juluran lidah ketika pandangan matanya tidak sengaja bertemu Prad di kaca spion.

Januar dan Inggid menggelengkan kepala serentak. Januar menepuk bahu menantunya pelan. "Shaza, pasti banyak ngerepotin kamu, ya? Diapain aja kamu sama dia?" Tanya Januar mengiba.

"Ih, kok nanyanya gitu. Kebalik, Pa! Harusnya aku yang ditanyain!" Protes Shaza tidak terima.

"Ya, udah, Papa tanya ke kamu. Suamimu ngerepotin apa, Dek?" Januar menoleh ke belakang, menatap putrinya yang kini cemberut. Lalu, ia iseng menambahkan, "tapi kok kayaknya nggak mungkin. Diliat dari badannya, nggak ketemu hampir satu bulan, tapi kok kamunya makin subur, sedangkan Prad malah perihatin."

"Papa!" Sentak Shaza setengah merengek.

Dia tidak bisa mengelak karena benar adanya. Angka ditimbangan tidak bisa berbohong, bobot Shaza naik tiga kilo. Tolong salahkan Prad yang terlalu mendalami peran ketika memasak, sampai Shaza tidak bisa untuk tidak menambah nasi. Ditambah sepulang kerja, laki-laki itu selalu membawakan makanan atau camilan untuknya.

"Shaza nggak ngerepotin kok, Pa. Justru Shaza bantu aku banyak sekali," sahut Prad membela istrinya. Mengalihkan topik agar Shaza suasana hati perempuan itu tidak rusak.

Obrolan terus berlanjut dengan ledekan kepada Shaza yang tidak henti dilontarkan Januar dan Inggid secara bergantian. Senang sekali melihat ekspresi kesal putri bungsunya. Jika boleh berkata jujur, Prad pun setuju, Shaza terlihat menggemaskan. Namun, sebisa mungkin dia berusaha untuk membela istrinya. Hingga namanya ikut terseret karena dianggap bersekongkol dengan Shaza.

Perjalanan dari bandara menuju rumah makan milik keluarga Prad pun tidak terasa karena obrolan di mobil. Prad membawa mertuanya untuk makan siang dengan masakan resep turun temurun diwariskan dari nenek buyut Prad yang telah lama tiada. Tidak hanya rasa saja yang autentik, tapi bangunan, proses pemasakan dan penyajian pun tetap tidak meninggalkan nuansa tradisional. Oleh karena itu, rumah makan bernama Gudeg Wening Roso yang didirikan oleh nenek Prad terus berkembang hingga memiliki beberapa cabang, baik di dalam kota sampai luar kota, Gudeg Wening Roso berhasil mempertahankan eksistensinya hingga kini jatuh di tangan Salim selaku anak tunggal.

The Day You Came [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang