bab tiga puluh dua

2.9K 225 36
                                    

Perdebatan batin yang teramat panjang Shaza rasakan selama beberapa hari ke belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perdebatan batin yang teramat panjang Shaza rasakan selama beberapa hari ke belakang. Banyak pertimbangan ia lakukan, sebelum mengumpulkan ketiga temannya di kafe yang tidak jauh dari kampus. Shaza mengajak untuk makan siang selagi menunggu kelas berikutnya. Ketika dia berkata akan mentraktir, semua setuju penuh semangat.

Sengaja menunggu ketiga temannya untuk menyelesaikan makanan mereka. Tidak ingin ada adegan menyemburkan makanan atau minuman. Maka Shaza baru berani untuk membuka obrolan, ketika dirasa ini waktu yang tepat.

"Guys, gue mau ngomong penting," ujar Shaza menjadikan dirinya sebagai atensi tiga orang tersebut. Ia sedikit kesulitan menelan ludah untuk melanjutkan kalimat berikutnya. "Gue mau jujur sama kalian. Selama ini gue udah punya cowok."

"Apa?!" pekik Regi dan Sadam berbarengan. Sementara Ansel yang sudah tahu, diam saja.

Dia sudah menebak reaksi temannya akan seperti apa. Namun, Shaza tetap meringis bersalah melihatnya secara langsung.

"Lo udah punya cowok? Maksudnya pacar?" tanya Regi dibalas anggukan mantap oleh Shaza. "Siapa? Ansel?" Regi menodong laki-laki yang kini dengan tenangnya menyeruput teh. "Lo jadian sama Shaza kok nggak bilang-bilang sih ke gue. Pantesan udah nggak pernah tanya-tanya lagi soal Shaza ke gue."

Sadam memegang bahu Ansel, diamati wajah sahabatnya secara keseluruhan. "Lo serius pacaran sama Shaza? Terus kenapa dari kemarin playlist lo galau mulu? Tega lo nggak ngasih tau gue, njir. Sahabat macam apa lo."

Tidak enak laki-laki itu menjadi korban tuduhan. Shaza pun melerai. "Nggak. Gue nggak pacaran sama Ansel, tapi sama cowok lain," jelasnya membuat dua orang tersebut makin terkejut.

"Cowok lain?" Regi melirik Ansel bingung. "Terus lo kok santai aja sih dari tadi, Sel. Nggak ada kaget-kagetnya sama sekali."

"Ansel udah tau, Re, Dam. Waktu kecelakaan, dia ketemu cowok gue di rumah sakit," jelasnya sebelum bertambah tuduhan lain.

"Iya, gue udah tau. Makanya gue nggak kaget kayak lo berdua. Lagian biasa aja kali, temen punya pacar, ucapin selamat, ikut seneng, bukan malah kaget gini," bela Ansel.

Regi dan Sadam masih terdiam. Seolah fakta tersebut sangat mengguncang mereka. Melihatnya, Shaza jadi dipenuhi rasa bersalah. Dia tidak ingin terus membohongi mereka. Maka dia melanjutnya ucapannya dengan tegas.

"Sebenernya, bukan pacar ..." Tiga orang itu menatap bingung, salah satu di antaranya ada yang menahan senyum. Akan tetapi, kembali luntur ketika Shaza menambahkan. "... tapi suami. Guys, gue udah nikah."

Jika tadi Regi dan Sadam masih bisa memekik kencang, maka kali ini mulut mereka hanya menganga tanpa suara. Disusul Ansel yang sejak tadi tenang, ikut membelalak mendengarnya.

"Sel, pas kecelakaan kemarin, otaknya ikutan jatuh nggak sih? Kok curiga gue ketinggalan di jalan ya," ujar Regi.

"Bohong dosa lo, Sha. Lo bercanda, 'kan?" tanya Sadam tertawa kikuk.

The Day You Came [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang