bab delapan

5K 260 70
                                    

"Hari ini aku mau ambil almamater ke kampus, sekitar jam setengah sepuluh," ujar Shaza seolah hanya pemberitahuan, bukan meminta izin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hari ini aku mau ambil almamater ke kampus, sekitar jam setengah sepuluh," ujar Shaza seolah hanya pemberitahuan, bukan meminta izin.

Setiap hari Prad sebelum berangkat ke kantor, Shaza diantarkan ke rumah keluarganya dan dijemput kembali bersama Prad sepulang kerja. Shaza tidak dibiarkan sendirian sama sekali, mereka mengajaknya berkeliling kota, berkunjung ke gerai cabang-cabang usaha keluarga Salim dan jika mertuanya itu sibuk, Adhisti ditugaskan menemani Shaza di rumah. Jika saja Sekar tidak melarang, mungkin Shaza sudah membawa adik iparnya itu untuk pindah ke rumah yang ia tempati atau setidaknya menginap. Namun, Sekar selalu menghubungi putrinya itu jika tidak kunjung pulang. Tidak boleh menganggu pengantin baru, kata Sekar. Padahal Shaza tidak terganggu sama sekali. Justru berterima kasih karena dengan begitu dia punya alasan untuk menghabiskan waktu bersama Prad.

Dengan kegiatan yang padat, Shaza sudah lebih dulu merasa lelah begitu sampai rumah. Shaza pun yakin Prad juga ingin beristirahat. Sehingga, hubungan mereka berbanding terbalik, kedekatan Shaza dan keluarga Prad semakin bertambah pesat, tetapi hubungannya dengan laki-laki itu jauh dari kata dekat.

"Nanti saya bilang ke Adhis, biar dia antar kamu," ujar Prad sambil mengelap meja makan, membersihkan sisa-sisa sarapan pagi hari ini. Satu-satunya waktu yang dimiliki mereka untuk berbicara.

"Nggak usah aku berangkat sendiri aja naik ojol. Aku udah bilang kok ke Adhis, dia udah juga nawarin, tapi sebenernya aku mau sekalian ketemuan sama temen jurusanku. Soalnya kita udah janjian dari awal kenal di grup. Nanti rencananya kita mau foto-foto pake almet sama main bentar. Terus kalo ada Adhis di sana, gimana aku ngenalinnya ke temenku? Kalo dia tiba-tiba keceplosan bilang aku udah nikah gimana? Kan dia nggak tau kalo kita ngerahasiain ini."

"Teman kamu laki-laki atau perempuan?"

"Cewek kok, malah dulu rencananya aku mau ngekos sama dia. Cuma ya gitu deh, hidup emang nggak bisa ditebak. Aku malah dapet tempat tidur gratis, makan enak gratis. Wow, beruntung banget aku kayak lagi ketemu bapak kos yang dermawan," puji Shaza mencoba merayu Prad yang anehnya berhasil.

"Pulang jam berapa?"

"Nggak tau, katanya anak yang udah ambil almet sih bentar doang nggak begitu antre. Palingan siang kalo nggak ya menjelang sore udah sampe."

"Oke, tapi jangan naik ojol. Biar saya minta tolong sopir rumah buat antar kamu," putus Prad.

"Cih, gini katanya nggak bakal ngatur-ngatur. Apaan naik ojol doang nggak boleh," gerutu Shaza kesal dan Prad ingin membalas, tapi karena Shaza tahu keputusan laki-laki itu terdengar tidak bisa diganggu gugat. Ia cepat mengalihkan ke hal lain yang memang ingin ia bahas. "By the way, aku minta nomor rekening kamu dong."

"Buat apa?" Tanya Prad bingung.

"Mau ngeganti semua uang yang aku pake buat belanja sama main. Aku udah totalin semua kok, setruk belanjanya juga masih aku simpen. Nanti aku kasih ke kamu."

The Day You Came [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang