Pusat oleh-oleh adalah destinasi Inggid dan Januar berikutnya. Sebelum itu, mereka menyempatkan diri untuk mampir di restoran pilihan sang menantu. Selesai mengisi energi kembali, Prad membawa mertuanya ke cabang toko bakpia yang juga salah satu usaha keluarganya dan kebetulan berada di dekat area wisata. Inggid merasa tidak enak karena menantunya itu melarang untuk membayar, padahal dia memborong cukup banyak untuk oleh-oleh keluarga dan teman-teman arisan. Prad juga mengantar mertuanya untuk membeli batik tulis dan oleh-oleh lainnya.Mereka baru menginjakkan kaki di rumah sekitar pukul tujuh malam. Tanpa menunggu Prad dan kedua orang tuanya yang menurunkan barang-barang, Shaza izin untuk masuk terlebih dahulu karena merasa sedikit pusing. Setelah barang belanjaan Inggid dan Januar tertata rapih dan aman, mereka berbincang sejenak dengan sang menantu, mengucapkan kata terima kasih tiada henti atas hari ini.
"Sama-sama, Pa, Ma. Nggak ngerepotin sama sekali kok. Kalau Papa sama Mama butuh apa-apa, bilang aja sama Prad," jawabnya lembut.
Januar mengangguk. "Sudah, kamu istirahat sekarang. Besok kamu kerja, 'kan?"
"Iya, Pa. Papa sama Mama silakan istirahat juga."
Sebelum Inggid ikut masuk ke kamar bersama suaminya, ia mengeluarkan minyak aroma terapi dari tasnya. "Oh iya, Mama mau ngasih ini. Tolong kamu pakein ke Shaza ya, biasanya kalau pusing dia suka Mama olesin ini."
Diterima aroma terapi berwangi citrus tersebut sambil mengucapkan terima kasih. Begitu mendatangi kamar Shaza, ternyata perempuan itu sedang bergelung di dalam selimut hingga kepalanya tertutupi. Laki-laki itu memutuskan untuk menunda niatannya, ia kini beralih ke kamar mandi, membersihkan diri sebelum melaksanakan ibadah. Karena tidak ada tanda-tanda Shaza terbangun, Prad pun turun ke dapur untuk membuat teh hangat.
Prad kembali lagi dengan cangkir yang sudah di tangan, tetapi kondisi istrinya masih sama, hanya posisi tidur berubah menjadi telentang dan selimut yang semula menutupi dirinya, kini terjatuh di lantai. Laki-laki itu pun meletakkan cangkir di nakas, lalu ia ambil selimut untuk menutupi paha sang istri yang tidak sengaja tersingkap karena memakai daster pendek.
Prad mengambil tempat duduk di sisi ranjang, ia miringkan tubuhnya agar bisa leluasa menghadap wajah sang istri yang terlelap. Semakin lama ia pandangi wajah cantik Shaza, Prad menyadari perubahan warna putih kulitnya kini semerah buat tomat. Karena khawatir, Prad pun meletakkan telapak tangannya di atas kening Shaza untuk memastikan suhu tubuh sang istri. Rupanya aksi Prad tersebut mengusik Shaza sehingga ia membuka matanya dan menatap nyalang ke arah tangan laki-laki itu.
"Kamu ngapain?" tanya Shaza menginterogasi penuh curiga. "Inget ya, ancamanku masih sama. Kalau kamu sentuh sehelai rambutku aja, aku teriakin kamu cabul sekenceng mungkin!"
"Badan kamu hangat, Shaza. Tolong jangan marah-marah dulu, saya ambilkan termometer, kamu tunggu sebentar." Laki-laki itu tidak sempat beranjak karena Shaza menahan tangannya. "Kotak P3K ada di lantai bawah, nggak lama kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day You Came [END]
RomanceShaza merasa sudah gila ketika menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah demi mendapatkan restu berkuliah di luar kota. Lebih gilanya lagi, dia akan menikah dengan mantan tunangan Shania-kakaknya yang telah meninggal dunia. Shazana Nareswari t...