Shaza merasa sudah gila ketika menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah demi mendapatkan restu berkuliah di luar kota. Lebih gilanya lagi, dia akan menikah dengan mantan tunangan Shania-kakaknya yang telah meninggal dunia.
Shazana Nareswari t...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
happy 4k views 🥳 jangan lupa vote + comment biar makin up up up gas sampe 4 triliun 🤠💖
Selama dua minggu, Shaza menjalankan masa orientasi kampus. Dengan rincian, dua hari pertama tingkat universitas, dua hari berikutnya tingkat fakultas dan dua hari kembali ke universitas sekaligus penutupan. Lalu, satu minggu terakhir digunakan untuk aksi nyata, kegiatan terjung langsung kepada masyarakat untuk mengatasi permasalahan tiap desa yang telah ditentukan.
Semua kegiatan berjalan lancar. Tidak hanya menambah teman baru dari berbagai fakultas dan jurusan, Shaza juga mendapatkan pengalaman-pengalaman baru yang ia yakini tak akan bisa didapatkan di tempat lain. Maka dari itu, Shaza lagi-lagi merasa bersyukur tidak menyerah akan mimpinya walaupun tubuhnya merasa lelah luar biasa, tapi sepadan dengan kebahagiaan didapat.
Setiap hari Prad mengantar sang istri berangkat ke kampus dan pulangnya Shaza memilih naik ojek. Selama dua minggu, Shaza jarang ada waktu untuk berbincang-bincang dengan Prad karena begitu sampai rumah, Shaza lebih sering beristirahat atau mengerjakan tugas ospek.
Prad pun membantu istrinya tanpa mengganggu gerak perempuan itu, misalnya saat Shaza sedang mengetik sembari menyelonjorkan kaki, maka Prad memijat sang istri tanpa suara. Tidak ada penolakan dari Shaza karena pijatan laki-laki itu bisa meredakan pegal-pegal di kakinya. Justru kelamaan menjadi kebiasaan, ketika Shaza ingin dipijat, dia hanya perlu melihat sang suami sambil menggoyangkan kakinya dan Prad langsung paham.
Malam ini Prad mengabari akan pulang terlambat karena ada urusan di kantor. Biasanya Shaza tidak peduli dan memilih untuk tidur lebih dulu. Namun, kali ini perempuan itu ingin menunggu kepulangan sang suami. Shaza yang sejak tadi menunggu di ruang tamu pun seketika berlari saat mendengar suara deru mobil di garasi.
Kedua sudut bibir Shaza tidak dapat ditahan begitu melihat Prad keluar dari mobil. Ia menghampiri dan mencium tangan sang suami yang nampaknya terkejut dengan sambutannya.
"Kok belum tidur?" tanya Prad mengusap lembut kepala Shaza.
"Nungguin kamulah," jawab Shaza tanpa beban. Menerapkan saran dari Regi yakni mencoba untuk terbuka dengan apa yang ia rasakan. "Tasnya mana? Sini aku bawain."
Alih-alih memberikan, Prad membawa sendiri dan sebelah tangannya ia taruh di pundak sang istri digiring masuk ke dalam rumah. "Saya mau bersih-bersih dulu, nanti saya nyusul ke atas."
Shaza menggeleng kuat menahan tangan Prad. "Mau makan dulu nggak, Mas? Aku tadi masakin khusus buat kamu loh."
"Kamu masak?" tanya Prad skeptis.
"Iya! Kaget, 'kan? Emang sengaja surprise sih, makanya aku tungguin kamu pulang, hehe. Pasti kamu belum makan, 'kan? Mau mandi dulu atau makan dulu?"
Prad mengusap tengkuknya. Dia sudah makan sebelum pulang, karena yakin istrinya sudah tidur dan tidak ada makanan di rumah. Akan tetapi binar penuh harapan di mata Shaza membuatnya tidak sampai hati untuk menolak. Maka ia pun mengangguk pelan.