Shaza merasa sudah gila ketika menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah demi mendapatkan restu berkuliah di luar kota. Lebih gilanya lagi, dia akan menikah dengan mantan tunangan Shania-kakaknya yang telah meninggal dunia.
Shazana Nareswari t...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tepat satu minggu Shaza mengalami peristiwa tidak mengenakan saat belajar menaiki sepeda. Anehnya, Shaza tidak merasa trauma atau terbayangi ketakutan, bahkan dia tidak memikirkan kejadian hari itu sama sekali. Karena pikirannya penuh dengan kabar kepulangan Prad hari ini, hal tersebut lebih penting dari apa pun.
Pagi tadi, bahan-bahan untuk memasak telah disiapkan oleh Shaza sebelum berangkat kuliah. Perkiraan Prad sampai pukul enam atau lebih, membuat Shaza was-was jika tidak memiliki cukup waktu. Pasalnya hari ini dia memiliki tiga kelas dan kelas terakhir selesai pukul empat sore, itu pun jika dosennya tepat waktu. Bisa lebih cepat atau lebih lambat. Dan Shaza berharap dosen muda yang kini menerangkan materi tentang akuntasi itu bisa mengakhiri kelas lebih cepat.
Tanpa sadar Shaza melirik jam di tangan secara berkala. Jarinya mengetuk bangku mengikuti irama detik jam, pelan sekali tidak menimbulkan suara, tetapi cukup untuk mengeluarkan aura kegugupan.
"Sayang banget ya, Sha, lo ngelewatin satu kelas oi minggu kemarin," bisik Regi mendekatkan badannya kepada Shaza. "Ganteng banget cuy, penutup hari perkuliahan gue yang indah."
"Lebay," sahut Shaza sederhana, takut jika ketahuan mengobrol. Selain itu, dia tidak memiliki tanggapan lain, karena dirinya tidak memperhatikan penampilan dosen muda tersebut sama sekali. "Fokus, Re!"
Alih-alih diam, Regi kembali berbisik dengan suara sangat lirih. "Dia masih single, Sha. Masih muda juga. Gas, nggak?"
"Gas-gas, kepala lo gue getok pakai tabung gas!"
"Eh, Pak Ganteng liat ke sini, Sha." Regi menutup mulut agar tidak ketahuan sedang berbicara.
Shaza pikir Regi terlalu percaya diri, bukankah wajar jika dosen melihat ke seluruh mahasiswanya secara bergantian saat mengajar. Namun, saat sorot tajam tersebut mengarah pada dirinya cukup lama, Shaza sadar ada yang salah.
"Kamu yang duduk di barisan tengah pakai baju putih," panggil dosen muda menunjuk Shaza, tetapi yang dipanggil justru menoleh ke kanan dan kiri. "Kamu, Shazana!" jelasnya nada tegas.
Seketika semua mata tertuju pada perempuan yang dimaksud dosen muda tersebut.
"Iya, kenapa, Pak?" tanya Shaza terbata-bata.
"Coba kamu ulang penjelasan saya barusan," perintahnya terdengar dingin. "Atau sebutkan saya menjelaskan apa tadi?"
Mati. Mana Shaza tahu, sejak tadi fokusnya sudah terbagi dua, ditambah mengobrol dengan Regi pula. Combo yang mematikan. Ingin Shaza mengutuk Regi, tapi dia juga ingin protes kenapa hanya dirinya yang dipanggil.
"Prinsip dasar akuntansi, Pak," jawab Shaza menyampaikan apa pun yang dia ingat dan dengar terakhir kali.
Keberuntungan kembali berpihak pada Shaza, jawabannya mungkin tidak lengkap, karena dia hanya mengingat judul pertama, tapi rupanya masih bisa diterima oleh dosen muda tersebut, karena ekspresi tegangnya mulai mengendur.