Dari cara Shaza membukakan pintu secara asal-asalan, menjawab salam dengan tidak ikhlas dan mencium tangannya tanpa melihat, Prad tahu perempuan itu sedang marah. Namun, Shaza berusaha untuk tetap menyambut kepulangannya.
"Tadi pagi kamu bilang nggak masak malam ini." Prad menyodorkan plastik hitam pada sang istri yang kini berjalan meninggalkannya. "Saya beli nasi goreng langganan kamu. Cabenya saya minta yang banyak."
Shaza berputar balik, bukan untuk menerima pemberian Prad, tetapi memberikan tatapan tajam pada sang suami. "Makan aja sendiri. Kamu bilang aku harus ngurangin makan pedes."
"Mengurangi, bukan berhenti, kata kamu," balas Prad semakin memanaskan hati Shaza karena omongannya dibalikkan.
"Nyebelin! Tidur di kamar kamu sendiri aja malam ini. Aku kesel sama kamu!" murka Shaza memasang wajah segarang mungkin.
Tangan Prad lebih menahan Shaza agar tidak pergi. Dengan tetap tenang ia mencoba meyakinkan. "Yakin kamu nggak mau dengar soal Yudhistira?" tembaknya tepat sasaran.
Pura-pura tidak tertarik walaupun jika bisa Shaza ingin mendengarkan detik ini juga. Dia membuang muka sambil menengadahkan tangan. "Mana nasi gorengnya. Aku butuh makan pedes-pedes dulu sebelum nyembur orang, biar keluar api kayak naga!"
Menyadari istrinya sedikit luluh, Prad pun mendekat untuk mencium puncak kepala Shaza, tidak ada penolakan. Perempuan itu tidak mengatakan apa-apa, tapi tubuhnya secara alami merapat ke Prad membuat laki-laki itu menahan senyumnya agar tidak membuat sang istri semakin jengkel.
Masih tidak menolak, Shaza diam saja ketika Prad merangkul pundaknya, menuntun ke dapur bersama. Dia duduk di kursi yang ditarik Prad untuknya dan menerima piring serta segelas air putih yang tidak lain tidak bukan dari sang suami. Shaza masih tidak buka suara, tapi netranya terus memperhatikan Prad yang sedang membukakan nasi goreng miliknya. Laki-laki itu mengurai nasi goreng dengan sendok, memastikan tidak ada staples tertinggal dan menghilangkan uap panas supaya istrinya bisa makan dengan nyaman.
"Udah lumayan hangat," ujar Prad menggiring piring sedikit maju.
"Kamu nggak makan?" tanya Shaza berusaha terdengar cuek. Dia menyuapkan nasi goreng pada mulutnya. "Atau mau minta punyaku? Biar kepedesan!"
Prad menggeleng sambil tersenyum. Setelah memastikan istrinya makan dengan tenang, dia baru membuka miliknya yang tanpa cabai dan saos, hanya kecap saja. Mereka pun makan makanan masing-masing dalam diam. Shaza yang mengumpulkan energi dan Prad yang menunggu istrinya kenyang.
"Cuci piringnya nanti aja," perintah Shaza pada Prad yang kini berada di depan wastafel, membawa piring mereka berdua. "Tadi ada orang mau jelasin sesuatu katanya. Daripada keburu lupa, mending sekarang aja," sindirnya.
"Iya, Shaza." Usai meletakkan piring. Prad mengambil gelas, ia isi dengan susu putih untuk diberikan pada sang istri. "Minum dulu."
Kebiasaan yang tidak pernah berubah. Shaza pun juga terbiasa menerima perhatian tersebut. Meski dia sudah kebal dengan cabai, tapi Prad tetap memberikan susu agar menetralkan pedas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day You Came [END]
RomanceShaza merasa sudah gila ketika menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah demi mendapatkan restu berkuliah di luar kota. Lebih gilanya lagi, dia akan menikah dengan mantan tunangan Shania-kakaknya yang telah meninggal dunia. Shazana Nareswari t...