bab tiga puluh tiga

2.9K 252 39
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


capek banget publish unpublished terus biar notifnya masuk ((T_T))

Hari-hari terlewati dengan sempurna. Kehidupan perkuliahan dan rumah tangga berjalan beriringan tidak ada masalah. Pertemuan Prad dan temannya berjalan dengan baik, justru mereka memberi nilai positif satu sama lain yang membuat Shaza merasa senang. Nama perempuan itu juga ditulis dalam daftar panitia yang lolos rekruitmen meski Shaza harus berpisah sie dengan Regi dan Ansel, tapi mereka semua diterima. Dan yang paling membuat Shaza tidak lelah tersenyum sepanjang waktu adalah hari-hari yang terlewati bersama Prad.

Mereka telah berkonsultasi untuk melakukan keluarga berencana. Setelah banyak pertimbangan mereka memutuskan menggunakan pil kontrasepsi, dengan siklus dua puluh delapan hari. Dua puluh satu hari pil aktif mengandung hormon dan tujuh hari pil plasebo tanpa mengandung hormon. Pada tujuh hari terakhir terjadi pendarahan yang mirip dengan menstruasi. Hal tersebut yang menjadi salah satu faktor Shaza lebih memilih metode pil dibanding lainnya. Karena terasa lebih familiar dan efektivitas tinggi apabila dikonsumsi secara teratur dan rutin.

Beruntung, selain alarm dari gawai, Shaza memiliki alarm berjalan yang senantiasa setia mengingatkannya untuk meminum pil. Setiap pagi setelah sarapan, Prad sudah membawa kotak obat bermodel sekat, sengaja dibeli khusus untuk memudahkan sang istri dan membedakan dua pil agar tidak tercampur.

Seperti pagi ini, Prad dengan rutinitasnya mengambilkan segelas air putih, lalu memberikan satu pil pada Shaza. Tidak lupa dia mengusap-usap punggung sang istri ketika sedang meminum obat, seakan ingin menyampaikan bahwa perempuan itu tidak sendirian menghadapi ini semua, ingin terlibat dalam perjuangan sang istri.

"Kamu nggak ngerasa mual, pusing atau gejala-gejala lain?" Satu pertanyaan yang tidak pernah berhenti ia lontarkan sejak hari pertama.

Dan Shaza yang selalu menjawab, "nggak ada, Mas. Aku masih baik-baik aja kok."

"Kalau kamu ngerasa nggak nyaman, ada gejala-gejala atau perubahan yang disebutin dokter, kamu bilang ya, Sayang."

Terlalu sering Prad mengucapkan kalimat tersebut, sampai Shaza hafal di luar kepala. Shaza tidak jengah, justru ia salut bagaimana sang suami tidak bosan atau lupa.

"Iya, Mas. Pasti kok."

Sejauh ini memang tidak ada perubahan signifikan yang Shaza rasakan. Efek samping seperti mual, pusing, perubahan suasana hati, kelelahan dan lain-lain, tidak juga dialami. Semuanya berjalan lancar. Semoga seterusnya akan begitu, harap Shaza.

Usai bersarapan dan menemani Shaza meminum pil. Prad akan bersiap-siap berangkat ke kantor, jika hari itu Shaza memiliki kelas di jam pagi, maka dia akan ikut bersiap diantar sang suami. Namun, hari ini kelas Shaza lebih siang dari jam kerja Prad sehingga dia harus diantar oleh sopir. Benar, selama masa awal minum pil KB, Prad mengharuskan Shaza diantar jemput, tidak diizinkan menaiki kendaraan umum seperti sebelumnya. Khawatir jika sang istri kelelahan.

The Day You Came [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang