Shaza merasa sudah gila ketika menuruti permintaan orang tuanya untuk menikah demi mendapatkan restu berkuliah di luar kota. Lebih gilanya lagi, dia akan menikah dengan mantan tunangan Shania-kakaknya yang telah meninggal dunia.
Shazana Nareswari t...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Balasan pesan dari Prad beberapa saat lalu membuat Shaza tidak tenang hingga acara usai, ia masih dipenuhi ketakutan. Karena jarak parkiran dan tempat acara berlangsung tidak terlalu jauh, Shaza khawatir jika Prad tidak sengaja mendengarkan teriakan yang menyebut namanya dengan laki-laki lain. Namun, dilihat dari bagaimana Prad masih membalas pesannya seperti biasa, sepertinya laki-laki itu memang tidak dengar atau bisa jadi dengar tapi memilih tidak peduli.
Shaza memilih opsi pertama, karena membayangkan opsi kedua sedikit menyentil ulu hatinya.
"Ayo senyum dong, Sha. Jangan bengong!" Regi menyenggol lengan perempuan di sebelahnya yang kini mengerjap bingung.
Terlalu memikirkan Prad membuat Shaza lupa dirinya sedang mengabadikan momen bersama teman-temannya. Setelah foto bersama seluruh peserta acara dan panitia, Shaza mengambil gambar bersama kelompoknya, lalu terakhir bersama Regi, Sadam dan Ansel.
Usai insiden Ansel menolong Shaza yang hendak jatuh, laki-laki itu masih menunjukkan rasa bersalahnya meski Shaza sudah mengatakan tidak apa berkali-kali, karena merasa berterima kasih sudah ditolong. Ansel dan Shaza tidak terlalu menganggap serius hal tersebut, tetapi godaan dari semua orang yang membuat keduanya terus diliputi rasa canggung.
"Sel, lo foto berdua gih sama Shaza. Biar gue yang fotoin," usul Sadam membuat dua nama yang disebut itu menoleh terkejut.
"Nggak usah," tolak Ansel cepat.
"Ayo dong buat kenang-kenangan, Sel. Gue 'kan udah foto sama lo sama Sadam, terus Sadam juga foto sama Shaza. Cuma lo doang yang belum," sahut Regi persuasif.
Sadam lebih dulu menambahkan, sebelum Ansel menolak kembali. "Pelukan elit, foto bareng sulit. Kenapa malu-malu sih lo berdua? Kalo emang nggak ada apa-apa, santai aja kali kayak gue sama Regi. Kecuali emang ada something—"
"Ya udah, ayo cepet fotoin," potong Shaza dengan cepat menampik dugaan Sadam. Dia menoleh ke Ansel sedikit ragu. "Lo mau, 'kan?"
Pertanyaan Shaza terdengar seperti permohonan. Bukan, perempuan itu tidak berharap banyak agar bisa berfoto dengan Ansel. Akan tetapi, Shaza berharap agar godaan itu segera berakhir dengan cara menuruti perkataan teman-temannya dan membuktikan bahwa tidak ada yang terjadi di antara mereka.