14. Andradite Sang Pemburu

291 55 10
                                    

JES POV

"Sepertinya hanya kesalahpahaman, tapi sejauh yang kusaksikan pria besar di sanalah yang melakukan serangan fisik terlebih dahulu," terang Jes pada dua orang berseragam yang datang 30 menit setelah kejadian baku hantam mereda.

Meski awalnya enggan terlibat, namun tanda pengenal juga lencana Detektif dari kepolisian Braeden City yang langsung ditunjukkan Jam di depan hidung para aparat Dinas Keselamatan Umum Ewa-Lani membuat Jes tak dapat berkutik. Dengan keterpaksaan yang kentara sekali terlihat di wajahnya, pria berambut auburn itu akhirnya harus menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan petugas wanita bernama Makani di depannya.

"Anda yakin tidak ada perdebatan sebelumnya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anda yakin tidak ada perdebatan sebelumnya?"

"Tidak."

"Jadi, semua ini murni hanya karena bir yang tumpah?"

Jes mengendikkan bahu. "Kelihatannya begitu."

Makani menarik napas panjang sembari memutar mata cokelatnya yang indah. "Selalu saja mendahulukan otot dibanding otak," gumamnya yang meski pelan tetap masih mampu didengar Jes. "Ah... Terima kasih atas kerja samanya, Detektif."

Selepas kepergiannya, jemari Jes mulai mengetuk meja pertanda bahwa pikirannya sedang bergerilya. Semenjak menginjakkan kaki ke Ewa-Lani, bukannya ia tidak menyadari hal-hal transendental yang terjadi di sekitarnya namun bagi seorang Jespipat Tilapornputt yang berpendapat bahwa segala sesuatu dapat dijelaskan dengan logika dan dibuktikan secara ilmiah maka kejadian –yang tampaknya- di luar nalar tak terlalu dihiraukannya. Tapi, sepasang onyx yang sedang menatap lurus padanya tanpa malu-malu sekarang adalah sebuah pengecualian.

Terus terang saja, dari segelintir orang yang dengan berani memandangnya tanpa berkedip di pertemuan pertama, Jes membaginya menjadi dua tipe. Kesatu, tidak tahu malu seperti Mantrisanu Soranun dan kedua tidak punya otak semacam Jam Rachata. Tapi, untuk pria ini, Jes tidak sanggup menggolongkannya pada kategori manapun. Rasanya justru bagaikan sedang bercermin, memelototi pantulan dirinya sendiri tetapi dalam rupa yang sama sekali berbeda.

"Apa ada yang salah?"

Pertanyaan Jam yang muncul tiba-tiba bak petir di siang bolong menarik sang Pemburu kembali ke dunia nyata.

"Maksudmu?"

"Tidak... Errr, begini, aku bertanya karena kau terus memandanginya seperti seorang psikopat yang sedang mengincar korbannya."

"Psikopat?"

"Tatapanmu benar-benar mengerikan engg... maksudku bisa membuat orang lain salah paham."

"Salah paham atau tidak, bukanlah urusanku."

Seandainya makian sama tajamnya seperti Xiphos, Jes pasti sudah mati tersayat-sayat oleh rentetan sumpah serapah Jam.

"Terima kasih banyak." Untung saja pemuda yang sebelumnya terlibat kekacauan datang dan melelehkan percikan api yang sempat berkobar di antara dua Detektif berbeda kepribadian ini. "Kalau bukan karena kalian, kami pasti masih harus berurusan dengan orang-orang dari Dinas Keselamatan Umum."

Star in the Water | JESBIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang