40. Waluku II

217 52 3
                                    

Setelah mengantar kepergian para anggota Unit Tugas Khusus terutama si pemilik Camaro hitam dengan lambaian tangan penuh semangat –meski tidak ada seorangpun yang mampu melihat- Barcode mengamit lengan Kahoku untuk kembali masuk ke pondok Halia.

Suasana yang sebelumnya ramai kini kembali sunyi apalagi Film juga masih tertahan di Moa'nalua oleh petugas Dinas Keselamatan Umum. Keadaan Zorya yang mengenaskan sudah cukup menjadi alasan mengapa mereka mati-matian menghalangi pemuda itu untuk keluar dari Rumah Sakit. Jika kabar sampai tersebar di Ewa-Lani ditambah hilangnya Maretta, bukan tidak mungkin kericuhan akan kembali terjadi seperti dulu.

"Kau sedang mengalami konflik batin, ya?" Pemandangan Bible yang sedang menjambaki rambutnya sendiri tentu membuat Barcode mengerutkan kening. Niat awalnya membujuk pria itu untuk membantu Jes langsung sirna melihat tingkah gila sang majikan.

"Bagaimana kau tau, Iblis kecil?"

Si remaja mendengus. "Karena kau menampilkan lima ekspresi berbeda dalam tiga puluh detik terakhir, Tuan Sumettikul. Lihat, Kahoku sampai ketakutan." Telunjuknya mengarah pada si bocah yang bersembunyi di balik punggung. "Apa sih yang sebenarnya ada di otakmu itu sampai kau terlihat tidak waras? Atau jangan-jangan kau mulai terpesona gara-gara kecupan si Detektif tampan itu? Stop Bible! Stop! Cukup si tiang listrik itu saja yang menjadi rivalku, oke?"

Bible jelas terlihat jengkel tapi tak seperti biasanya, kali ini ia memilih pergi dari ruangan sembari merutuk tak jelas, membuat Barcode yang sudah mengambil ancang-ancang untuk perang kata-kata melongo. Bahkan sepasang morion yang membulat sempurna itu kini berkedip bingung.

Ada apa dengannya?

Barulah setelah sosok jangkung yang menyebalkan berjalan melewatinya sembari sibuk dengan ponsel di telinga, satu pemahaman hinggap di pikiran Barcode. 

Pantas saja Bible tak memiliki energi tersisa untuk bertengkar dengannya karena Bible baru saja berhadapan dengan tangan kanan Iblis!   

NYUT.

Tarikan pada ujung kaos Barcode membuat perhatian remaja laki-laki itu dengan mudahnya langsung teralih. Saat menunduk, ia bertemu pandang dengan Kahoku. Melihat gesturnya yang terus menggigit bibir dan kepalanya yang selalu menengok ke satu arah, jelas bocah itu sedang gelisah.

"Ada yang salah?" tanya Barcode.

Tatapan Kahoku yang lagi-lagi mengarah ke belakang membuat leher si rambut ikal ikut berputar. Dahinya mengerut saat mendapati kemana mata si bocah tertuju. Dinding yang penuh coretan.

Unit Tugas Khusus yang memutuskan penginapan Halia sebagai markas darurat sementara tampaknya tidak menemukan papan tulis dan memilih dinding kayu sebagai sarana menulis segala informasi yang bisa mereka dapatkan. Dari goresan spidol yang terbentuk rapi hingga garis kacau semacam coretan balita yang sangat sulit terbaca , morion itu mengamati dengan seksama.

Sebagian besar berisi kronologi kejadian, denah TKP tempat keluarga Maretta menginap dan foto barang-barang di dalam kamar yang kata Jes –saat Barcode mencuri dengar- telah tercemar, mengingat banyaknya orang-orang yang keluar masuk saat dan sesudah kejadian terutama petugas Dinas Keselamatan Ewa-Lani dan juga staf sanggraloka.

Barcode menghela napas panjang ketika bagian kosong di bawah tulisan D+4 menandakan bahwa meski Maretta telah hilang selama nyaris empat hari, belum ada saksi dan petunjuk apapun yang dapat dikonfirmasi. Presentase kemungkinan gadis kecil itu ditemukan saat ini adalah nihil.

"Itu dia."

Suara Kahoku membuyarkan lamunan Barcode. "Apa? Dia siapa? Apa maksudmu Kahoku?"

Jari kecil yang terangkat pada satu-satunya foto yang tertempel membuat kedua alis Barcode  naik.

Star in the Water | JESBIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang