8. Konstelasi Hemisfer

232 42 9
                                    

"Kubawakan pesanan kalian."

Tree yang semula tertelungkup lemas di atas meja langsung tegak mendengar suara Neng. Tangannya mencomot sepotong roti isi sayuran –bahkan tak repot memilah irisan tomat yang paling dibencinya- dengan kecepatan cahaya dan menandaskannya kurang dari satu menit.

"Trims, kau penyelamat perutku yang keroncongan, uhuk... Uhuk..."

Neng dengan tatapan iba mendorong sebotol air ketika rekannya itu tersedak makanan yang tidak dikunyahnya dengan benar. "Katakan lagi apa yang kalian kerjakan dari semalam sampai harus tidur di ruang interogasi dan melewatkan sarapan hingga makan siang?"

"Umm... Detektif Jes meminta kami untuk err... Membantunya," jawab Jam dengan kantung mata hitam bergelayut.

"Cih, membantu? Lebih tepat bila kau menggunakan kata PAKSA," timpal Tree sengit. Masih jelas di ingatan ketika mimpi buruk itu tiba-tiba datang kurang dari 24 jam yang lalu. Menenteng dua karung penuh -yang katanya- berisi barang bukti dan tanpa berprikemanusiaan memerintahkan dirinya dan Jam –yang sialnya sedang berada di ruangan- untuk merekatkan kembali semua serpihan dokumen yang telah masuk ke dalam mesin penghancur. "Oh aku tak menyangka akan diperbudak seperti Dobby."

"Errr... Siapa itu?"

"Lupakan saja." Neng yang menjawab, toh percuma menjelaskan peri rumah terkenal itu pada seseorang yang hidup di zaman Megalitikum.

Jam baru saja akan membalas ketika pintu menjeblak terbuka. Jes dengan wajah tanpa ekspresi masuk lalu menyalakan komputer. Tak berniat sedikitpun untuk menyapa.

"Ngomong-ngomong soal mimpi buruk..." bisik Neng dengan volume serendah mungkin. "Bukankah sangat mencurigakan bagaimana dia lagi-lagi berhasil menemukan sesuatu di TKP?"

Kapten Scott memang telah mengabarkan perihal petunjuk baru yang ditemukan. Ia juga sudah mengarahkan semua anggota untuk memulai penyelidikan kembali dari awal dan memperluas ruang lingkupnya mengingat kemungkinan pelaku berjumlah lebih dari satu orang.

"Apa kubilang? Dia itu Cole Sear."

"Jangan mulai, Tree."

"Kalau begitu berikan aku alasan lain yang masuk akal."

"Mungkin saja uummm... Dia sendiri pelakunya."

"Kau yang sepertinya mulai sinting, Neng."

"Jika para anggota unit Ivestigasi Kriminal sebegitu lengangnya sampai-sampai bisa duduk santai sambil bergosip di sini, aku tak akan heran jika pembunuhan Miranda Vladislava berakhir menjadi kasus dingin."

Komentar Jess membuat Neng harus segera menyeret Tree menjauh sebelum lelaki itu meledak marah. Rasa lapar yang mendera sudah pasti menggandakan emosinya berkali-kali lipat dan Neng tidak ingin melihat rekannya itu meributkan hal yang tak perlu dengan Detektif tukang perintah dan berakhir dengan surat peringatan atau lebih buruk potongan gaji. Lagipula, mereka berdua memang ditugaskan Scott mengumpulkan ulang keterangan dari para saksi.

Dan selanjutnya, tinggalah Jam Rachata yang –lagi lagi- ditimpa kemalangan untuk bermitra dengan Detektif Jespipat.

"Jadi..." Pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Apa yang bisa kubantu?"

Hanya suara klik tetikus yang terdengar.

"Uummm... Kalau begitu, bisakah aku keluar sebentar?" Jujur saja, roti lapis yang dibawa Neng tadi hanya sanggup membuat gatal tenggorokan ditambah Tree yang sedang berada dalam mode malnutrisi membuat Jam terpaksa mengalah. "Ehem," lanjutnya ketika masih tak ada jawaban.

Derit kursi yang terdengar membuat lelaki berperawakan 177 sentimeter itu nyaris melompat pun ketika Jes berjalan keluar melewatinya, Jam sampai menahan napas karena tegang.

Star in the Water | JESBIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang