16. Moho braccatus dan Menara Suar

267 53 3
                                    

Meskipun sejak awal Jes sudah menekankan bahwa ia tidak akan terlibat sedikitpun dalam pencarian tersangka kasus mutilasi yang sebelumnya terjadi di Braeden City namun menyaksikan setiap detail kecerobohan Jam dengan mata kepalanya sendiri membuat pria itu mau tak mau harus turun tangan.

Bagaimana tidak?

Belum ditinggalkan lebih dari 24 jam, seseorang yang mengaku berasal dari Dinas Pemulihan Habitat Ewa-Lani tiba-tiba menghubunginya, mengabarkan bahwa seorang pria bernama Jam Rachata telah ditangkap karena menerobos masuk ke dalam area terlarang cagar alam Kai ʻāhiuʻākau.

Cih, seandainya saja Makani –yang kebetulan tengah berpatroli- tidak mengingat dirinya yang bersama Jam saat insiden perkelahian di bar tempo hari, Jes sudah pasti akan rela membiarkan lelaki bodoh itu tetap berada di balik jeruji besi.

Merepotkan.

Begitu rutuknya selagi mengendarai Chevrolet Camaro generasi pertama melewati jalanan berkelok pada lereng berumput tinggi menuju bagian utara Ewa-Lani. Bahkan langit cerah, pemandangan indah dan kicau merdu burung Moho braccatus tak mampu mengusir kejengkelan Jes.

Dan akhirnya setelah 20 menit waku tempuh –yang terasa bagikan dua jam-, iris cokelat Jes menangkap sebuah bangunan yang dindingnya dilapisi oleh batu koral

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan akhirnya setelah 20 menit waku tempuh –yang terasa bagikan dua jam-, iris cokelat Jes menangkap sebuah bangunan yang dindingnya dilapisi oleh batu koral. Tidak besar tapi juga tidak terlalu mungil. Kahili ginger dan strawberry guava tumbuh subur mengelilingi. Pria itu mengamati sejenak saat roda Camaro berhenti berputar di dataran rata penuh kerikil dan pasir.

"Anda datang lebih cepat dari perkiraan, Detektif."

Jes yang baru saja menutup pintu mobil mendongak dan menemukan Makani yang berdiri menyambut.

"Sepertinya anda benar-benar mengkhawatirkan rekan anda."

Karena Jes pikir tidak ada gunanya untuk menampik kata-kata petugas wanita itu, ia memilih untuk tidak berargumen lalu melangkah cepat masuk ke kantor Dinas Pemulihan Habitat Ewa-Lani. Namun, yang membuatnya sedikit terkejut adalah keberadaan Jam. Pria berambut hitam itu tengah mengobrol santai bersama dua orang berseragam hijau sewarna eukaliptus di kursi makan yang membelakangi dapur.

Tidak ada gebrakan meja, teriakan menekan ataupun tatapan penuh ancaman. Terlebih interior dengan konsep terbuka yang membuat ruangan begitu cerah juga dekorasi krem dan cokelat yang mendominasi akan membuat siapapun salah mengira bahwa tempat ini adalah sebuah pondok penginapan.

"Apa aku salah mengartikan kata ditangkap?"

Makani mengikuti arah pandangan Jes. "Ahh, soal itu. Kurasa Jjay tidak menjelaskan secara terperinci pada anda. Dinas Pemulihan Habitat Ewa-Lani tidak berada di bawah Lembaga Penegakan Hukum Hokuokalani, Detektif. Mereka lebih difokuskan pada observasi sumberdaya alam dan ekosistem. Jadi, mereka hanya diberi kewenangan untuk mengamankan para penerobos dan petugas yang menghubungi anda sebenarnya adalah seorang Dokter hewan." terang Makani.

Urat-urat di kening Jes langsung berkedut penuh kedengkian.

"Sejujurnya, Dinas Pemulihan Habitat Ewa-Lani cukup sensitif terhadapa para penerobos. Setelah gempa bumi dan tsunami yang menerjang Hokuokalani beberapa belas tahun silam menghancurkan banyak sekali habitat asli baik flora maupun fauna di seluruh kepulauan, pemerintah mulai mengambil tindakan untuk menyelamatkan mereka dari kepunahan. Sebagian memang berhasil namun lebih banyak kegagalan yang kami terima." Wanita itu menarik napas panjang. "Lalu sekitar tiga atau empat tahun yang lalu, para peneliti mendeteksi kicauan burung Moho braccatus yang kami kira telah punah dari dalam hutan Kai ʻāhiuʻākau. Tak ingin kecolongan lagi, pemerintah memutuskan untuk membuka cagar alam dan melakukan proyek pemulihan Moho braccatus. Sayangnya keberhasilan tentu selalu diiringi rintangan. Para penerobos baik pemburu liar maupun turis nakal bahkan warga lokal mulai kembali mengusik ketentraman. Maka dari itu Dinas Pemulihan Habitat Ewa-Lani bertindak cukup keras bahkan tak segan menembakkan stun gun pada siapapun yang memasuki wilayah habitat Moho braccatus."

Anehnya, Jes tidak melihat tanda-tanda kekerasan apapun pada Jam. Ia malah terlihat seperti bagian dari Dinas Pemulihan Habitat Ewa-Lani yang sedang bercengkerama dengan mitranya.

Benar-benar membuang waktu.

"Melihat bagaimana Jjay dan Tonkla memperlakukannya dengan baik tampaknya rekan anda adalah seseorang yang dapat dipercaya."

Jes mendengus keras sekali hingga Makani mengira ia sedang bersin.

***

"Aku tersesat, aku benar-benar tersesat. Aku bahkan tidak ingat bagaimana bisa sampai memasuki cagar alam Kaikatu itu."

Adalah percakapan awal Jam dengan Jes sesaat setelah Camaro hitam melaju meninggalkan kantor observasi Dinas Pemulihan Habitat Ewa-Lani.

Kai ʻāhiuʻākau, dasar bodoh!

"Aku sedang mencari tempat tinggal Charise dahulu dengan mengikuti navigasi di ponselku lalu tau-tau BAM!! Aku dikelilingi pepohonan lebat, sinyalku bahkan tiba-tiba menghilang. Errr... Kurasa tempat itu sedikit, emm... Kau tau, berhantu."

"Aku tidak bertanya dan sama sekali tidak tertarik, Rachata," kata Jes yang langsung membuat raut rekannya itu berubah seperti baru saja menelan jus kale. "Dan tidak ada lagi lain kali. Kau mengerti?"

Meski kepala Jam mengangguk, tetap saja dalam hati ia mengomel dan mengutuki Jes.

DASAR COLE SEAR BAJINGAN!! BRENGSEK TAK BERPERASAAN!!!

Gelombang cahaya biru yang sebelumnya memedar di seluruh penjuru langit kini telah mencapai titik terjauhnya, menandakan bahwa malam telah tiba. Bola gas raksasa hasil fusi nuklir di luar atmosfer, berkelap kelip menghiasi seperti berlian yang berserakan.

"Menyeramkan," gumam Jam di tengah sayup-sayup suara merdu Perry Como – Killing me softly with her song.

And there she was this young girl, a stranger to my eyes, strumming my pain with her fingers, singing my life with her words, killing me softly with her song, killing me softly with her song

Jes melirik spion, mengamati pantulan sinar dari lensa fresnel yang berputar searah jarum jam di satu puncak lembah. Berbeda dengan rekasi pria di sampingnya, ia malah merasa takjub karena mandapati menara suar yang masih berfungsi sebagaimana mestinya, menavigasi kapal-kapal di lautan. Memperingatkan tentang batu karang, perairan dangkal dan tempat-tempat berbahaya lainnya.

"Bukankah kau juga merasa kalau tempat terpencil seperti itu sangat cocok menjadi TKP kejahatan?" Jam menarik napas panjang. "Firasatku berkata sesuatu yang sangat mengerikan akan terjadi."

Bahkan setelah bangunan kokoh itu semakin mengecil hingga tak lagi terlihat, Jes tetap saja tidak menghiraukan celotehan pria di sampingnya. Ia terlalu angkuh hingga melupakan bahwa yang namanya firasat buruk tidak pernah salah.

***

Star in the Water | JESBIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang