47. Seorang penyintas II

113 31 1
                                    

"Apa dia memiliki keluarga?"

"Dari keterangan yang kudapat, Istri dan putrinya sudah meninggal lebih dulu jadi yang tersisa hanyalah putranya yang jika tidak salah kuingat sepertinya umurnya tak jauh berbeda denganku namun kondisinya agak –" Samuel diam sejenak, berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Tidak normal."

"Maksudmu cacat?"

"Ciri-cirinya lebih mengarah pada sindrom Heller . Tapi, tanpa diagnosa pasti dari Dokter kita tidak bisa menyimpulkan."

"Apa ada kemungkinan kalau dia adalah –"

"Pelakunya maksudmu?"

Jhonatan mengangguk.

"Sebetulnya kami juga sempat curiga dan memasukkannya dalam daftar tersangka namun dia bersih. Alibinya kuat yang didukung dan dikonfirmasi langsung oleh bukti juga saksi. Lagipula, dengan tingkat intelegensinya tidak ada satupun yang mempercayai bahwa pemuda itu sanggup melakukan hal keji yang terorganisir."

"Kurasa keterbatasan apapun tidak akan menjadi penghalang bagi seseorang yang memang berniat melakukan kejahatan."

"Itu ben –"

"Anda sedang membicarakan tentang Jullian, Sir?" potong Jes.

Samuel mengangkat sebelah alisnya. "Bagaimana kau tau, Nak? Apa kau mengenalnya?"

"Aku pernah bertemu dengannya, Sir, di sini. Saat itu dia kebetulan mengantarkan Mantrisanu. Seperti yang anda sebutkan, ia memang memperlihatkan banyak keterbatasan khususnya dalam hal komunikasi."

"Haruskah kau seterkejut itu, Sam?" tanya Alex heran melihat raut sang rekan.

"Mengingat bagaimana perlakuan penduduk Ewa-Lani padanya, tentu saja aku tak menyangka dia akan mampu bertahan, Alex."

"Maksudnya?"

"Aku memang tidak banyak mencari tau mengenai detailnya tapi dari yang kulihat para penduduk di sini tampaknya tidak menyukai keluarga Molech. Bahkan, bisa dikatakan mereka mengucilkannya. Seingatku, saat itu Jullian tidak diperkenankan memasuki kota jadi untuk bertahan hidup kurasa ia mengandalkan biota apapun yang bisa didapatnya dari dalam hutan atau yang ia tangkap di laut, dengan syarat ia hanya boleh berburu setelah matahari terbenam."

"Bukankah katamu Ayahnya dulu adalah tuan tanah? Berarti ada semacam warisan, kan?"

"Dia memang tinggal di properti milik keluarganya tapi apa kau bertahan hidup dengan memakan kertas dan kayu? Jangan lupakan bahwa IQ nya juga dibawah rata-rata."

Kedua bola mata Alex naik ke atas. "Tunggu sebentar, jika seluruh anggota keluarganya sudah meninggal dan kau bilang kalian seumuran, itu berarti dia sudah sedirian sejak kira-kira berumur sembilan atau sepuluh tahun? Bagaimana anak sekecil itu tau cara bertahan hidup engg – apalagi dengan daya tangkapnya yang tidak seperti anak normal? Apa yang dilakukan oleh para pekerja dinas sosial? Atau setidaknya adakah seseorang yang cukup iba untuk membantunya?"

"Justru sebaliknya, Alex. Fisiknya sangat sehat meski tampilan luarnya kurang terurus. Yeaahh, setidaknya dia tau cara membersihkan diri dan memakai pakaian layak. Kami juga menemukan stok makanan kaleng maupun instan saat penggeledahan, mungkin ada yang memberinya diam-diam atau bisa saja dia mengumpulkannya dari sekitar. Kau tau sendiri kalau terkadang beberapa turis gemar mencari masalah. Semakin terlarang suatu wilayah untuk dimasuki justru semakin besar rasa penasaran yang merasuki." Samuel memandang Jes. "Tapi, jika kau benar bertemu dengannya di sini, itu tandanya perlakuan warga sudah mulai melunak."

"Dari informasi yang kukumpulkan, sekarang ia bahkan bekerja sebagai penyuplai ikan segar bagi Sanggraloka Ua'uila, Sir."

"Benarkah, Nak?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Star in the Water | JESBIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang