43. Pemuda yang Dibuntuti Kematian II

405 56 3
                                    

Kemarilah, Waluku.

Malam ini akan kulantunkan kisah tentang sebuah keluarga yang selama berpuluh-puluh tahun belum juga dikaruniai keturunan hingga pada satu titik iman mereka akhirnya goyah. Keputusasaan yang menggerogoti membuat mereka mengambil jalan pintas. Alih-alih memohon pada sang Pencipta alam semesta, mereka justru memilih bersekongkol dengan si Terbuang.

Mereka seolah lupa tentang siapa yang membuat Adam dan Hawa terjatuh dalam dosa. Tentang bagaimana berbisanya mulut si Terbuang dan betapa dasyatnya tipu muslihat yang dimainkan. Bukan tanpa alasan dia dilempar hingga lubang terdalam jika tak membuat yang Teratas murka, bukan?

Tetapi, manusia seakan tidak pernah belajar dari kesalahan dan penyesalan selalu datang terlambat. Bagi si Terbuang meminta artinya sama dengan memberi. Jadi, ketika keluarga ini akhirnya mendapatkan keturunan, harga yang harus dibayar dari hadiah yang diberikan ternyata sangatlah mahal. Sebuah kutukan yang menjangkau seluruh pohon keluarga dan yang terburuk akan berubah lebih mengerikan jika garis keturunan itu musnah.

Sekarang katakan padaku Waluku, adakah yang lebih menakutkan selain terus dibuntuti kematian?

***

Meski Jespipat tidak dapat mengingat beberapa detail bagian dari masa kecilnya namun memori tentang saat-saat terakhir menjelang kematian sang Ibu selalu dapat terputar jelas bahkan di saat ia tidak ingin memikirkannya. 

Serpihan ekspresi, pecahan senyum hangat pun kepingan suara lembut yang selalu memanggilnya Waluku seraya menceritakan dongeng pengantar tidur yang sama berulang-ulang semakin sering menemani mimpi Jes terlebih sejak kedatangannya ke Ewa-Lani. 

Pertanda apa pula ini sebenarnya?

Pergerakan kecil dari tubuh lunglai di kursi penumpang membuat lamunan Jes terpecah. Pandangannya kini beralih pada erangan si pria berambut hitam yang mulai  merasakan sakit disekujur tubuh terutama batang lehernya yang dihiasi bercak merah. Bukankah rasanya seperti de'javu?

"Akhirnya kau sadar."

"Ka... Kau... Kau? Bagai... Bagaimana bisa? Dimana ini?" 

Raut bingung jelas sekali terukir di wajah Bible.

"Harusnya aku yang bertanya. Bukankah sudah kukatakan untuk berhati-hati dan tetap tinggal di pondok? Tapi, hal gila apa yang kau lakukan sekarang? Atau kau ingin melihatku terkena serangan jantung karena mencemaskanmu?"

"HAH?"

"Bagaimana caranya kau menemukanku? Darimana kau tau aku ada di sana? Apa kau membuntutiku? Dimana Mantrisanu?"

"Tunggu, tunggu sebentar. Membuntuti? Apa maksudmu?"

"Kau tidak ingat? Kau yang membawaku keluar dari Hale Wa'a saat aku tak sadarkan diri."

"Hale apa?"

"Kediaman Molech."

"Dan siapa pula itu?"

"Ayah Jullian." Jes masih terus memperhatikan Bible yang kini memijit pelipisnya. "Kau terus meyakinkanku bahwa besar kemungkinan Maretta masih hidup dan Jullian tidak ada sangkut pautnya dengan kasus penculikan ini. Bahkan kau bersikeras kalau pelakunya adalah seorang wanita."

"Apa katamu?"

"Kau juga memberikan ini padaku sebagai bukti." Jes mengulurkan lengannya, memperlihatkan jepitan rambut patah berbentuk putri duyung pada si Aktor.

Star in the Water | JESBIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang