Part 25 - Ingatlah

1.3K 66 0
                                    

21+
Jangan dibaca jika kalian gak suka 🤣
_____________

Shaka kembali mengulangi proses yang sama pada tubuh Ratih. Namun kali ini pria itu melepaskan ikatan tangan Ratih dan membiarkan gadis itu untuk bergerak lebih bebas. Saat Shaka menggerakan jemarinya ke pusat kewanitaan Ratih dan tahu kalau gadis itu kembali basah. Shaka melepaskan celananya hingga kini dia sama telanjangnya dengan Ratih.

"Tu-tuan.." Ratih terbelalak melihat milik Shaka yang dulu pernah dilihatnya layu kini menegak sempurna dengan ukuran yang Ratih tak bisa mendeskripsikannya.

"Aku sudah memuaskanmu, sekarang giliranmu memuaskanku." Ucap Shaka dan tangan pria itu menyentuh kejantanannya sendiri dan mengarahkannya ke arah kewanitaan Ratih.

Mata Shaka memang buta, tapi tidak nalurinya. Apalagi naluri kelelakiannya. Pria itu menggeram saat merasakan ujung miliknya menyentuh kewanitaan Ratih yang hangat dan lembab.

"Tu-tuan.." Ratih kembali mendorong bahu Shaka saat ia merasakan sesuatu yang menyakitkan akibat dorongan Shaka di kewanitaannya. "Sa..sakit..." Lirih Ratih sambil terus meminta Shaka mundur dengan dorongannya.

"Hanya sebentar." Bisik Shaka di telinga Ratih. Tangan kanannya fokus membimbing penyatuan tubuh mereka sementara tangan kirinya meraih tangan kanan Ratih ke lehernya.

Ratih menggelengkan kepala karena rasa tak nyaman yang ditimbulkan oleh Shaka dan untuk membuat gadis itu tenang, Shaka memberikannya ciuman. "Balas ciumanku." Paksanya hanya supaya Ratih mengalihkan fokusnya dari rasa sakit di kewanitaannya pada Shaka.

Shaka membelai bibir Ratih dengan lembut dan gadis itu membalasnya, saat Shaka menusuk, gadis itu terenyak namun Shaka kembali memainkan lidahnya supaya konsentrasi Ratih kembali padanya. Begitu seterusnya sampai Shaka benar-benar masuk ke tubuh gadis itu sepenuhnya.

Shaka tahu Ratih menangis meskipun ia tidak tahu apa yang Ratih tangisi. Entah gadis itu menangisi rasa sakit yang Shaka sebabkan atau menangisi keperawanan yang akhirnya Shaka rebut dengan alasan perjanjian. Namun jujur, Shaka tidak peduli. Yang ia pedulikan saat ini adalah memuaskan dirinya sendiri.

Lima tahun sudah dia berhenti berhubungan badan dengan wanita namun ia tidak pernah melupakan rasanya. Saat hasratnya benar-benar timbul, ia lebih suka bermain sendirian di kamar mandi. Namun herannya, baik dalam mimpi basah yang menghantui selama kebutaannya, atau saat ia bercinta dengan mantan istrinya dulu, Shaka yakin rasanya tak pernah sehebat ini. Mungkinkah ini terasa luar biasa karena dahaga yang selama ini ditahannya?

Bukankah air terasa sangat nikmat bagi mereka yang kehausan? Dan makanan apapun rasanya sangat lezat bagi mereka yang kelaparan? Dan pasti, tubuh Ratih juga terasa selezat dan senikmat itu bagi Shaka yang selama ini memilih untuk menjadi petapa.

Shaka menggerakkan tubuhnya saat merasa tubuh Ratih sudah berhenti mengejang. Dia menarik miliknya sedikit hanya untuk mendorongnya lagi sampai batas akhir penerimaan tubuh Ratih.

Ratih merintih lirih, jelas merasa sakit dan pernih namun Shaka memilih untuk menulikan telinganya dan berfokus pada dirinya sendiri supaya ia tidak segera mencapai klimaksnya sebelum ia berhasil membuat Ratih mendapatkannnya. Minimal itu yang bisa ia berikan sebagai ucapan terima kasih karena ia sudah merenggut keperawanan yang jelas sangat dijaga oleh gadis itu.

Kedua tangannya mengusap sisi tubuh Ratih naik turun yang herannya berkulit sangat lembut. Selembut kulit pipi Ratih saat Shaka menyentuhnya.

Perlahan, Shaka mendengar rintihan Ratih berubah menjadi lenguhan dan Shaka sadar kalau Ratih sudah mulai bisa menerima tubuhnya.

"Tu-Tuan..." panggil Ratih saat Shaka kembali mempermainkan payudaranya sementara dibawah sana ia tidak berhenti bergerak.

"Hmm... apa kau menyukainya?" Tanya Shaka kembali mengangkat wajahnya dan menggoda leher Ratih.

"Geli... ah..." Ratih mendesah saat Shaka mendorong semakin dalam. Shaka bergerak semakin cepat sementara mulutnya kembali bergerilya di leher dan bibir Ratih. Kedua tempat itu kini menjadi candu bagi Shaka. Tapi jangan lupakan payudara Ratih yang begitu pas di telapak tangannya.

Shaka bergerak semakin cepat dan desahan Ratih yang tanpa sadar keluar justru semakin memicu adrenalinnya. Saat milik Ratih menyempit dibawah sana dan menjepit milik Shaka dengan erat, dan saat tangan gadis itu mencakar punggung Shaka karena mencoba bertahan untuk tidak keluar. Shaka tahu kalau ini sudah waktunya. Dia bergerak semakin beringas, mengulum payudara Ratih dan menghisapnya lebih buas sampai kemudian.. "Aarrggghhhh...." Geramannya dan lenguhan Ratih keluar bersamaan dengan cairannya yang meluber keluar dari kewanitaan Ratih.

Shaka jelas terlalu larut dalam gairahnya sampai lupa menumpahkannya diluar.

Ia jatuh terkulai, berbaring di atas dada Ratih yang bergerak naik turun tak karuan dengan debar jantung yang begitu kuat sampai di telinga Shaka.

Mengagumkan. Ucap Shaka dalam kepalanya. Saat dia berpikir tidak akan menyentuh tubuh wanita lagi, kini akhirnya dia melakukannya dan entah kenapa ia tidak peduli apakah Ratih akan memandangnya dengan sorot kasihan atau menghina. Justru yang membuatnya penasaran saat ini adalah, apakah gadis itu puas dengan permainannya? Dan bagaimana ekspresi gadis itu saat tadi mereka mencapai puncak bersama.

"Tu-tuan?" Lirih Ratih dan Shaka merasakan gadis itu bergerak seolah hendak bangun dari baringannya.

Shaka turut bangun, dan pria itu duduk di tepian tempat tidur tanpa peduli dengan tubuhnya yang bugil. Ia mendengar gemerisik Ratih di belakangnya. Menduga kalau gadis itu kembali berusaha mengenakan pakaiannya.

"A-apa saya boleh pergi?" Tanya Ratih dengan suara serak yang Shaka yakini tengah berusaha menahan tangis.

"Kau boleh pergi. Tapi ingatlah, kapanpun aku memintamu datang, kau harus segera mendatangiku." Ucap Shaka dengan dingin.

Ratih hanya membisu namun kemudian gadis itu berbisik lirih dengan suara tercekat. "Y-ya Tuan." Dan Shaka mendengar pintu kamarnya ditutup dengan tergesa.

Ratih berjalan setengah berlari dalam lorong gelap menuju kamarnya. Beberapa kali ia terantuk karena pandangannya yang buram dan bahkan menabrak benda-benda yang tak jelas ia lihat dalam kegelapan namun ia tidak memedulikannya. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah masuk ke kamarnya dan menyembunyikan dirinya disana.

Saat sampai di kamar, Ratih langsung menguncinya dan masuk ke kamar mandi. Menyalakan shower dan terduduk di lantai, membiarkan tubuhnya basah tanpa repot membuka pakaiannya dan ia menangis disana. Meraung menangisi dirinya sendiri.

Bukan hanya menangisi keperawanannya yang hilang melainkan menangisi sifat jalangnya yang ternyata tanpa sadar ia miliki. Ya, jalang karena pada kenyataannya alih-alih membenci apa yang Shaka lakukan padanya ia malah menikmati semuanya. Sentuhannya, ciumannya dan bisikannya. Ratih menikmati semuanya dan bahkan menginginkan lebih tanpa sanggup berkata-kata.

Sementara itu di kamar Shaka, pintu kembali terbuka dan Naraga masuk ke dalamnya tanpa permisi.

"Sepertinya Anda berhasil mendapatkannya." Ucap Naraga seraya melirik seprai yang menyisakan bercak cairan hasil pergulatan Ratih dan Shaka. Ia berjalan mendekat, menyerahkan celana Shaka pada pemiliknya.

Shaka merenggut celana itu dengan kasar dan tanpa memakainya memilih untuk berjalan menuju kamar mandi. Naraga tersenyum dan mulai melepaskan seprai dan menggantinya dengan yang baru tanpa Shaka minta.

"Apa saya harus memberikannya obat?" Tanya Naraga setelah Shaka keluar dari kamar mandi dalam keadaan segar dan basah.

"Apa maksudmu?" Tanya Shaka bingung.

"Ya, siapa yang tahu akan ada kali kedua dan seterusnya. Anda tentu tidak mau kalau dia sampai mengandung dan melahirkan bukan?" Tanya Naraga dengan seringai yang ia tahu takkan dilihat Shaka.

"Dan menyia-nyiakan benihku terbuang begitu saja?" Sergah Shaka dingin. "Kalau begitu kenapa kau membawanya kalau hanya untuk membuat perjuanganmu sia-sia? Bukankah yang diinginkan pria tua itu cucu laki-laki terlepas dari rahim siapa bayi itu berasal?" Tanya Shaka skeptis.

"Ya. Itu memang benar. Tapi siapa tahu Anda ingin melihat terlebih dulu seperti apa calon ibu putra Anda sebelum dia benar-benar melahirkan penerus nama Zeroun."

"Dan berhentilah memaksakan kehendak kalian kepadaku. Hanya karena aku sudah mengabulkan salah satunya, tidak berarti aku akan mengabulkan yang lain." Ucap Shaka kasar. Namun Naraga yakin hanya tinggal bersabar sebentar lagi sampai nanti Shaka ingin melihat kembali.

Entangled by Your CharmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang