Shaka berdiri dari duduknya, mencoba menggapai tongkatnya namun mengernyit saat tidak berhasil menemukannya.
'Dimana benda sialan itu?' Umpat Shaka dalam hati. Tangannya meraba-raba meja namun yang terjadi malah ia menumpahkan kopinya yang sudah dingin.
"Sialan!" Umpatnya dengan lantang.
"Tuan, apa yang perlu saya bantu?"
Kalimat umpatan dan penawaran itu diucapkan secara bersamaan dari mulut Shaka dan Ratih. Shaka mengernyit kesal, menolehkan kepala ke arah Ratih dan tanpa diduga malah membentak gadis polos itu.
"Apa kau tidak lihat kalau aku sedang mencari sesuatu? Seharusnya kau menawarkan diri sebelum aku menumpahkan minuman sialan itu!" Bentak Shaka yang membuat mata Ratih seketika membola dan jantungnya berbedar dengan kencang saking takutnya.
"A-anu, Tuan." Ratih tidak bisa berkata-kata. Dia tidak bisa membela dirinya atau membantu tuannya. Dia datang ke halaman belakang atas perintah Naraga yang mengatakan kalau sudah waktunya majikan mereka tidur. Namun siapa yang menyangka kalau ia malah akan mendapat bentakan seperti ini dari Shaka tanpa ia tahu kesalahan apa yang sudah ia lakukan.
"Kau pelayanku, apa aku harus selalu meminta tolong setiap kali aku memerlukan sesuatu? Kau tidak buta kan? Kau melihat tanganku meraba-raba mencari sesuatu. Kenapa otak bodohmu itu tidak langsung mencerna dan bertindak tanpa harus menunggu instruksiku?!"
Ucapan Shaka kembali menusuk hati Ratih. Gadis itu terpaksa menggigit bibirnya keras supaya isakan tidak keluar dari mulutnya. Pandangannya berubah buram karena airmata yang menggenang dan memaksa untuk jatuh, namun sebisa mungkin gadis itu bertahan.
Ratih hanya bisa memandang pria yang tengah berdiri tegap dengan sorot penuh amarah itu dengan perasaan yang kacau. Jika saja tatapan mata itu tidak kosong, Ratih yakin saat itu juga dia akan mengencingi dirinya sendiri atau bahkan mati ketakutan saking dinginnya pancaran yang Shaka tunjukkan padanya.
"Ada apa, Tuan?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Naraga yang muncul secara tiba-tiba dari belakang Ratih. Lagi, seolah Shaka itu bisa melihat, pria itu menggerakan tubuhnya menghadap pada arah dimana Naraga kini tengah berdiri.
"Kemana perginya tongkat sialanku itu?" Tanyanya dengan tatapan curiga.
Ya, Shaka tahu dia kesal pada orang yang salah. Dia yakin kalau Naraga lah yang sudah mengambil benda itu karena pria itu yang pergi terakhir kali setelah meletakkan kopi di hadapannya.
Semua ini pasti sudah direncanakannya. Mengambil tongkat Shaka secara diam-diam dan mengirim Ratih sebagai bala bantuan dengan harapan Shaka melupakan tongkatnya dan menjadikan Ratih sebagai alat bantu sehingga ia bisa kembali ke dalam rumah dengan bertopang pada tubuh kecil pelayannya yang memiliki pikiran super duper polos itu.
Lagi-lagi semua itu adalah taktik untuk memancing sentuhan dan juga nafsu birahi Shaka terhadap Ratih. Sayangnya, Shaka tidak sepolos Ratih dan harapan pria tua itu tak bisa menjadi kenyataan karena alih-alih pergi dengan bantuan Ratih, Shaka lebih suka membuat keributan seperti saat ini.
"Anda lupa membawanya, Tuan." Ucap Naraga yang membuat Shaka memicingkan mata. Jelas Shaka tidak pernah akan melupakan kehadiran benda itu karena itu adalah alat bantu terpentingnya saat ini. "Anda tadi menyuruh saya untuk memeriksa tongkat Anda karena kata Anda tongkat Anda sedikit macet saat dilipat." Lanjutnya yang membuat kernyitan dahi Shaka semakin dalam.
'Jadi, tua bangka ini mulai berani memanipulasi keadaan?' Umpat Shaka dalam hati.
Jelas Shaka sama sekali tidak pernah meminta pria tua itu untuk memeriksa tongkatnya karena tongkatnya baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...