"Apa kamu punya pacar?" Pertanyaan itu membuat Ratih mematung.
"Apa Mas perlu tahu tentang itu?" Ratih balik bertanya.
"Tidak juga. Hanya saja aku merasa penasaran." Jawab pria itu lagi-lagi dibuat kikuk oleh sikap Ratih yang terkesan datar.
"Tidak, saya tidak punya pacar." Jawab Ratih apa adanya. Senyum di wajah Rega kembali terbit. Bukankah itu berarti ia memiliki peluang untuk dekat dengan Ratih?
Mereka makan sambil membicarakan hal-hal yang acak. Faktanya Ratih memang orang yang enak diajak bicara. Meskipun sesekali Rega dibuat kesal karena pancingannya tak pernah mempan pada gadis itu.
Rega bukannya sombong. Secara fisik dia tahu dia tidak jelek. Dan meskipun dia tidak sekaya Shaka, tapi dia memiliki tabungan yang cukup. Semenjak sekolah, kuliah dan bahkan kini setelah dia bekerja, tidak sedikit wanita yang berusaha untuk mendekatinya yang kemudian ia tolak karena ia tidak tertarik pada mereka. Tapi sebaliknya, saat ia mulai tertarik pada seorang wanita, malah wanita itu yang terkesan tak tertarik kepadanya.
Apakah ini semacam karma? Tanyanya pada diri sendiri. Dan karena selama ini ia menolak para wanita dengan cara halus, maka ia mendapatkan penolakan yang halus juga?
Tapi Rega tidak akan menyerah semudah itu. Dia akan berusaha mengejar Ratih sampai Ratih lelah sendiri dan pada akhirnya menerimanya. Tak peduli jika rasa sukanya disebut sebagai obsesi, yang pasti Rega harus bisa mendapatkan hati Ratih.
Mereka kembali ke kediaman Neylan pada pukul sebelas malam, bersamaan dengan Neylan yang baru kembali dari acara makan malamnya. Saat wanita itu melihat Rega dan Ratih masuk ke garasi dengan naik motor, wanita itu dengan sengaja menyandarkan tubuhnya di samping mobil, melipat kedua tangannya di dada dan memandang Ratih dengan sebelah alis terangkat.
"Baru saja sehari tinggal disini, kamu sudah mencari target baru, heh?" Tanya Neylan dengan nada menghina yang membuat Ratih memandang ke arahnya.
"Maksudnya?" Tanya Rega kepada kakak sepupunya.
"Tidak ada maksud apa-apa. Perempuan miskin dari kampung kalau sudah datang ke kota besar memang selalu menargetkan orang kaya untuk jadi mangsanya." ucap Neylan seraya melangkah masuk ke bagian dalam rumah lewat pintu yang ada di garasi.
"Jangan ambil hati. Anggap saja dia bicara pada dinding." Ucap Rega kepada Ratih yang berdiri di belakang Rega dengan helm ditangannya.
"Kenapa saya harus tersinggung?" Tanya Ratih dengan santainya.
"Ucapan Neylan tadi.." Rega menunjuk pasa pintu yang sudah tertutup.
"Tidak masalah. Saya tidak merasa menjadi orang yang beliau tuduhkan. Saya memang perempuan miskin dari kampung." Jawab Ratih menyerahkan helm kembali pasa Rega. "Dan saya juga tidak pernah menargetkan siapa-siapa untuk menjadi mangsa saya karena saya bukan pemburu." Lanjutnya dengan senyum manisnya yang membuat jantung Rega semakin berdebar kencang. "Terima kasih untuk jajan malamnya." Ratih kemudian berjalan ke halaman belakang menuju gudang yang entah berapa lama akan menjadi tempat istirahatnya.
Hari-hari berlalu terkesan normal bagi Ratih. Ia bangun di waktu subuh dan membantu Dewi menyiapkan sarapan. Dewi menolaknya karena menurutnya itu bukan tugas Ratih, tapi Ratih bersikeras untuk tetap membantu.
Ratih bukannya tidak mau membantu Dewi dengan kegiatan bersih-bersih rumah. Selain karena memang ada satu lagi asisten rumah tangga yang biasa datang pagi dan pulang sore hari, Ratih juga tidak mau membersihkan area dalam rumah karena ia enggan menyentuh barang-barang milik Neylan dan berakhir dengan mendapatkan tuduhan yang macam-macam.
Ia lebih suka membersihkan halaman dan membantu Dewi memasak dan mencuci piring. Minimal, selain dari Lasma, ia juga bisa belajar memasak dari Dewi siapa tahu suatu saat dia bisa membuka rumah makan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...