Part 17 - Senyumnya Cantik

2.2K 117 0
                                    

"Siapa dia Papa?" Shanaya kembali mengulangi pertanyaan yang sudah dua kali ia ajukan sebelumnya.

Shaka mengajak Shanaya untuk masuk ke ruang kerja sementaranya di villa karena ia harus melanjutkan pekerjaannya yang sebelumnya tertunda. Untungnya, Shanaya tidak merajuk dan mau diajak bekerja sama meskipun gadis kecilnya itu tetap saja mengajaknya bicara.

"Dia karyawan Papa, Sayang." Ucap Shaka mengulangi jawabannya yang sebelumnya.

"Dia bekerja untuk Papa?" Tanya gadis kecil itu lagi dan Shaka menganggukkan kepala. "Dia bukan pacarmu?" Pertanyaan Shanaya kali ini jelas membuat Shaka terkejut.

"Pacar? Darimana kamu mendengar kata itu, Sayang?" Shaka ingin sekali melihat wajah putrinya. Mencari tahu seperti apa ekspresi yang kini sedang ditunjukkannya. Sedang cemberutkah atau sedang tertawa. Terlihat menggemaskankah atau justru tampak menyebalkan. Sayangnya, itu hanya angannya karena matanya jelas buta.

"Mama." Ucap Shanaya dengan polosnya.

"Mama? Memangnya apa yang mama katakan?" Tanya Shaka ingin tahu. Dia tidak bisa menebak ekspresi wajah putrinya dan ia merasa jengkel karena itu. Ditambah keheningan yang terjadi lama membuat Shaka merasa tidak sabar. "Naya?" Shaka memanggil putrinya dengan lembut.

"Mama bilang, kalau Papa punya pacar, Papa bakal ninggalin Naya karena Papa bakal lebih sayang sama pacar Papa daripada sama Naya. Kata Mama nanti Naya bakal punya mama tiri sama adik tiri. Trus Papa bakal lupa sama Naya dan ninggalin Naya." Suara gadis kecil itu terdengar sengau dan Shaka yakin gadis kecilnya itu saat ini tengah menangis atau mungkin tengah menahan airmatanya karena ia tidak mendengar isakan apapun lolos dari mulutnya.

"Naya, Sayang. Dimana kamu? Sini mendekat sama Papa." Ucap Shaka seraya merentangkan tangannya pada udara yang kosong, berharap putrinya menurut dan melangkah mendekat terlepas dimanapun keberadaannya saat ini.

Shaka mendengar suara langkah pelan dan tak lama kemudian sesosok tubuh mungil dengan aroma lembut bunga masuk ke dalam pelukannya. Melingkarkan tangan mungilnya di leher Shaka dan bergelayut manja.

"Kenapa papa harus ninggalin kamu sama ibu tiri?" Tanya Shaka ingin tahu. "Memangnya apalagi yang Mama bilang sama Naya?" Tanya Shaka ingin tahu.

Shaka merasakan kepala Shanaya bergerak yang ia duga gadis kecilnya itu tengah menggelengkan kepala.

"Mama gak bilang apa-apa sama Naya, semua itu mama bilang sama tante Yiska." Ucap Shanaya lirih. Gadis itu duduk dengan posisi menyamping di pangkuan Shaka dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Shaka.

"Kamu nguping obrolan Mama sama tante Yiska?" Shaka kembali bertanya.

Samar dalam ingatannya ia mencoba membayangkan kembali wajah Yiska. Wanita yang mengaku sebagai sahabat baik mantan istrinya, teman satu kuliahnya dan juga menjadi orang pertama yang mendukung perceraian Shaka dan Neylan.

Sejak awal, Shaka tidak pernah menyukai Yiska karena wanita itu pernah mencoba menggodanya dan bahkan dengan terang-terangan menjelekkan Neylan di hadapannya. Dan setelah Shaka bercerai dengan Neylan, wanita itu kembali mencoba untuk menggodanya dan mengatakan kalau dia lebih baik daripada Neylan karena dia bersedia menerima kebutaan Shaka.

Namun jelas, Shaka sama sekali tidak tertarik padanya. Jika dia mau, sejak dulu dia sudah menduakan Neylan dengan Yiska. Namun karena dia terlalu mencintai Neylan, dia tidak pernah berkhianat pada mantan istrinya itu.

Tapi bagaimana dengan sekarang? Entahlah, Shaka sendiri tidak tahu apa yang dia rasakan pada Neylan saat ini. Entah apakah cinta itu masih ada atau sudah tidak ada atau mungkin tergeser ke satu tempat dan terhalang oleh rasa kecewanya yang teramat besar karena Neylan yang memutuskan untuk menceraikannya alih-alih menerima kebutaannya.

"Mama ngobrol sama tante Yiska." Shanaya mulai bicara. "Tante Yiska nanya sama Mama gimana kalo Papa punya pacar nanti."

"Terus Mama bilang apa?"

"Naya gak tahu, Naya gak dengar. Waktu Naya tanya Mama apa itu pacar, Mama bilang pacar itu wanita cantik yang ada di deket Papa yang nantinya bakal jadi mama tiri Naya." Ucapnya dengan suara yang terdengar sedih.

"Dan kenapa Naya pikir Ratih itu pacar Papa?"

"Karena kakak itu cantik." Ucap Shanaya terdengar kesal yang membuat Shaka mengerutkan dahi.

Selama ini di mata putrinya tidak ada yang lebih cantik daripada ibunya, mantan istri Shaka. Tapi kali ini, kenapa putrinya bisa terang-terangan menyebut wanita lain cantik?

"Ratih cantik?" Tanya Shaka ingin tahu. Dia merasakan anggukkan putrinya di dadanya. "Lebih cantik dari Mama?" Tanya Shaka lagi dan kembali Shanaya menganggukkan kepala.

"Senyumnya kakak itu cantik." Ucap Shanaya lirih. Shaka hanya bisa mengangkat sudut mulutnya. Jadi, yang cantik itu wajahnya atau senyumnya? Tanyanya dalam hati.

Suara ketukan di pintu membuat Shaka dan Shanaya mengangkat kepala bersamaan.

"Tuan, makan siangnya sudah siap. Mau disiapkan dimana?" Itu adalah suara Ratih. Shaka sekarang sudah mulai mengenalnya.

"Kamu mau makan dimana? Di ruang makan atau di halaman belakang?" Shaka kembali bertanya pada putrinya.

"Naya belum lihat halaman belakang." Ucap gadis itu seraya turun dari pangkuan ayahnya.

"Siapkan di halaman belakang." Perintah Shaka dan dia pun turut berdiri, mengulurkan tangannya pada sang putri.

"Iya, Tuan." Ucap Ratih dan terdengar langkah gadis itu menjauh.

"Dia beneran bukan pacar Papa kan? Dia gak akan jadi Mama tiri Naya kan? Naya gak mau punya mama tiri." Ucap Shanaya merajuk.

"Memangnya kenapa dengan mama tiri?" Tanya Shaka ingin tahu.

"Karena mama tiri itu jahat." Dan ucapan terakhir Shanaya itu masuk ke pendengaran Ratih yang kini sudah berjalan di belakang mereka membawakan troli berisikan makan siang yang sebelumnya memang sudah Lasma tata.

Jadi, dugaan Ratih itu benar. Istri atau mungkin mantan istri majikannya itu memang sepertinya mendoktrin putri mereka supaya membenci sosok yang disebut sebagai ibu tiri. Ratih hanya bisa tersenyum miris. Shanaya kecil tidak tahu kalau sebenarnya di dunia nyata ini yang jahat itu bukan hanya ibu tiri, namun juga ibu kandung.

Ratih meletakkan makanan di atas meja tepat di hadapan kedua majikannya. Ia menyebutkan kepada Shaka makanan apa saja yang ada di depannya dan menyebutkan letak-letak alat makannya sebelum kemudian memandang Shanaya dan bertanya, "Apa ada yang bisa saya bantu, Nona?"

Lagi-lagi, yang didapat Ratih adalah tatapan yang tajam yang menusuk yang membuat Ratih kembali meringis. Kenapa ayah dan anak itu bisa memiliki karakter yang sama? Apa yang salah dengannya? Kenapa kedua orang itu tampak tidak menyukai keberadaannya?

Ratih hanya bisa mengulum senyum dan melangkah mundur dalam jarak yang lebih lebar daripada biasanya. Dia tidak mau mengganggu kebersamaan ayah dan anak itu. Dan sejujurnya, dia lebih suka dengan Shaka yang ada di hadapannya saat ini. Pria yang menjadi lebih lembut dan lebih murah senyum. Berbeda dengan Shaka yang dia kenal yang selalu bersikap ketus dan bermulut kasar.

Entangled by Your CharmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang