"Aku akan pergi ke Milan." Neylan tiba-tiba memberikan pengumuman pada pagi hari sebelum sarapan.
Selama dua puluh hari tinggal di kediaman Neylan, jarang sekali Ratih melihat Neylan sarapan bersama apalagi dengan penampilan yang sudah siap seperti ini.
"Selama aku pergi, jaga Shanaya baik-baik. Antar dia sekolah dan les sesuai dengan jadwalnya. Jangan sampai dia bolos." Ucap wanita itu yang sebenarnya jarang Ratih dengar. Wanita itu benar-benar tidak memperhatikan Shanaya. Bahkan saat gadis kecil itu mengeluhkan lelah dan ingin sejenak rehat dari rutinitasnya, dia mengamuk dan mengeluarkan kalimat-kalimat yang tak menyenangkan untuk didengar.
"Kamu mau jadi anak bodoh?"
"Jangan manja, hanya karena merasa lelah sedikit lantas kamu ingin berhenti belajar."
"Kamu itu keturunan Arsenio. Suatu saat nanti kamu akan bekerja untuk meneruskan usaha papa kamu. Jangan manja karena hal sepele karena kenyataan hidup itu tidak seringan sakit kepalamu."
Semua ucapan-ucapan itu Ratih dengar dan entah kenapa melihat Neylan justru membuatnya teringat pada ibunya sendiri.
Ratih kasihan pada Shanaya. Namun dia hanya seorang pekerja yang tak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak bisa membela Shanaya sekalipun dia ingin. Kenapa? Karena dia sendiri tidak bisa menjanjikan apapun pada Shanaya.
Jika dia mengijinkan gadis kecil itu beristirahat, bagaimana jika di masa depan Shanaya benar-benar gagal? Maka Ratih yakin dirinya yang akan disalahkan atas kegagalan tersebut. Alhasil, dia hanya bisa menghibur gadis itu dengan memberikan kenyamanan yang lain yang bisa dia berikan. Menjanjikan gadis itu untuk menemaninya menonton film yang gadis itu inginkan saat Neylan tak tahu dan memberikan makanan yang selama ini gadis itu ingin makan. Mie instan.
Dan sekarang Ratih cukup terkejut melihat penampilan Neylan yang sudah 'siap'. Bahkan koper wanita itu sudah dinaikan ke dalam mobil oleh supirnya.
"Jaga dia baik-baik. Jangan sampai dia tidak makan dan tidak ikut kursus. Kita bertemu sepuluh hari lagi." Ucap Neylan dan wanita itu memberikan ciuman di atas puncak kepala Shanaya lalu berlalu pergi.
"Sekarang dia cukup membatasi diri. Dulu, saat masih dengan tuan Shaka, acara jalan-jalan keluar negeri seperti ini dia lakukan seperti pergi ke kamar mandi." Komentar Dewi saat Ratih mencuci bekas makannya.
"Kalau Nyonya pergi, Nona biasa dijaga pengasuh seperti ini?" Tanya Ratih ingin tahu dan Dewi menganggukkan kepala.
"Nona tidak pernah bisa bermanja pada ibunya. Dia sudah biasa ditinggalkan jadi tidak merengek kalau ibunya mau pergi kemanapun dan selama apapun. Nona gadis kecil yang bisa menjaga diri dan menitipkan diri. Paham kan maksudnya?" Tanya Dewi yang dijawab anggukkan Ratih.
Ratih dan Shanaya kembali ke rumah lebih awal daripada biasanya. Di perjalanan pulang, Shanaya mendapatkan pesan kalau lesnya dibatalkan karena gurunya tidak bisa hadir dan itu membuat gadis kecil itu antusias.
Selepas berganti pakaian dan makan siang di rumah, Shanaya mengajak Ratih bermain persis seperti yang mereka lakukan di villa dulu. Dan menjelang malam hari, Shanaya kembali ricuh karena kedatangan sosok Rega.
"Mama kamu pergi ya?" Tanya pria itu yang dijawab anggukkan Shanaya. "Kemana lagi katanya?" Pertanyaan itu diajukan pada Dewi dan Ratih.
"Milan, Mas." Jawab Dewi yang diangguki Rega. Setelah itu Rega memilih fokus bermain dengan Shanaya sampai makan malam dihidangkan dan mereka makan berempat di meja makan. Ratih, Dewi, Shanaya dan Rega.
"Apa jadwal Shanaya besok?" Tanya Rega pada Ratih.
Ratih menyebutkan jadwal Shanaya besok pagi dan Rega hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mau Uncle jemput di tempat les besok?" Tanya Rega pada Shanaya. "Bukannya Uncle udah janji mau traktir Naya jajan es krim?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...