Part 33 - Malam

1.4K 76 3
                                    

Ratih menemani Shanaya bermain di sore hari. Karena Shaka melarang mereka untuk bermain di halaman berumput sebab takut ada lagi ular disana, maka sore itu Ratih dan Shanaya habiskan di ruang tengah untuk bermain permainan tradisional yang Naraga keluarkan dari gudang.

"Apa ini?" Tanya Shanaya saat melihat papan congklak berbahan plastik berwarna biru tua di tangan Naraga.

"Ini namanya congklak, Nona." Ratih memberitahu.

"Congkak?" Shanaya mengulangi dengan alis bertaut yang membuat Ratih terkekeh.

"Bukan congkak, tapi cong-klak. Klak, Nona." Ratih berusaha mengeja."

"Ohh..." Ucapnya mengangguk-anggukkan kepala seolah mengerti. "Ini?" Tanyanya pada bungkusan plastik bening yang berisikan biji-bijian yang sudah dikeringkan.

"Ini biji buah sirsak yang dijemur dan dikeringkan. Nona tahu buah sirsak? Yang kulit buahnya berwarna hijau dan dagingnya berwarna putih?" Ratih mencoba menjelaskan. Gadis itu mengernyitkan dahi dan menggelengkan kepala.

"Apa buah itu enak?" Tanyanya ingin tahu.

"Enak. Rasanya manis tapi juga terkadang ada asam-asamnya. Biasanya enak dibuat jus atau menjadi sirup atau es campur." Dan membayangkan buah sirsak tiba-tiba saja membuat Ratih membayangkan es sirsak yang manis dan asam.

Mengalihkan pikirannya dari buah sirsak, Ratih mengajarkan bagaimana caranya bermain. Gadis kecil itu terlihat antusias namun mengeluh saat kalah. Dan bahkan gadis kecil itu memberontak saat Ratih mengambil biji-biji sirsaknya karena dia tidak mau kehilangannya. Ratih tertawa melihat Shanaya yang merajuk sampai kemudian mereka mengulangi permainan yang pada akhirnya tetap Ratih yang menjadi juara.

Bosan bermain congklak, mereka mencari permainan lain yang menurut mereka seru.

"Nona tahu cara bermain sondah?" Tanya Ratih pada putri majikannya yang lagi-lagi memandangnya dengan alis bertaut.

"Apa itu?"

"Sondah itu bermain lompat-lompat dalam kotak." Ratih mencoba menjelaskan dan memeragakan pada Shanaya namun gadis itu tetap tampak kebingungan sampai kemudian Ratih membawa selotip dari dapur dan membuat kotakan sondah di teras belakang. Setelah membuat kotak dan menunjukkan cara bermain, Shanaya kembali terhibur dengan permainan tradisional yang jelas tidak pernah diketahuinya. Mereka tertawa di teras belakang dan hal itu kembali mengundang keingintahuan Shaka yang lagi-lagi mengurung dirinya di ruang kerja bersama dengan Naraga.

"Apa yang mereka lakukan?" Tanya Shaka menajamkan telinga.

"Bermain permainan tradisional." Ucap Naraga seraya memperhatikan dari jendela.

"Permainan apa?"

"Sondah."

"Apa itu?"

"Saya tidak bisa menjelaskannya." Jawab Naraga datar. "Yang jelas itu semacam permainan melompati kotak-kotak dengan tantangan tertentu." Lanjutnya kembali bergerak ke samping meja. "Kalau Anda penasaran, Anda bisa meminta Ratih untuk menjunjukkannya pada Anda secara langsung. Tapi kurasa itu pun akan sulit karena Anda tidak bisa melihat bagaimana cara dia mendemonstrasikannya." Ucap Naraga yang membuat Shaka mengepalkan tangan kesal karena pria tua itu selalu saja menghina kondisinya secara tersirat.

Lelah bermain, Ratih membawa Shanaya kembali ke rumah. "Waktunya mandi sore, Nona." Ucap Ratih mengingatkan. Shanaya yang kehabisan tenaga hanya menganggukkan kepala dan menerima uluran tangan Ratih yang akan membawanya kembali ke kamar.

"Apa besok kita bisa bermain lagi?" Tanya Shanaya penuh harap.

"Tentu saja. Kita bisa melakukannya kapan saja kalau Nona mau." Jawab Ratih apa adanya. Shanaya melebarkan senyumnya dan meloncat-loncat kegirangan menuju kamarnya.

Ratih menyisir rambut Shanaya dan mencepolnya tinggi-tinggi karena sore ini dia tidak akan mencuci rambut gadis kecil itu. Setelahnya dia membuka pakaian Shanaya dan membawanya menuju kamar mandi yang sudah ia isi dengan air hangat dan sabun. Sambil membiarkan Shanaya bermain dengan air, ia kembali ke kamar dan menyiapkan pakaian ganti untuk majikan mudanya itu.

Setelah merasa Shanaya puas dengan permainan gelembung sabunnya, Ratih menggosok tubuh gadis kecil menggunakan spon mandi dan setelahnya membasuh sabun di tubuhnya menggunakan shower.

Saat mereka kembali ke kamar. Shaka sudah berada di sana. Duduk di atas tempat tidur Shanaya.

"Papa!" Shanaya menerjang sang ayah dengan tubuhnya yang hanya berbalut handuk.

"Wangi." Ucap Shaka seraya menghidu aroma sabun yang dikenakan Shanaya. "Apa kamu puas bermain hari ini?" Tanya Shaka ingin tahu.

"Iya."

"Senang?"

"Iya." Jawab gadis kecil itu antusias. "Naya tadi main congkak, eh congklak dan sondah." Ucap gadis itu seraya bergerak turun dari pangkuan ayahnya dan mendekati Ratih yang memanggilnya dan memintanya untuk mengenakan pakaian.

"Apa itu? Apa permainannya seru?" Tanya Shaka ingin tahu karena jelas dia masih penasaran akan permainan yang keduanya mainkan.

"Seru, Papa!" Ucap Shanaya lagi antusias. "Besok kami akan memainkannya lagi." Ujarnya.

Ratih berusaha memakaikan pakaian Shanaya sambil mendengarkan celoteh riang gadis itu. Sesekali ia mendengar tawa Shaka dan itu membuat jantungnya berdebar. Wajah pria itu terlihat tampan dan mempesona saat tertawa dan hal itu jelas merupakan hal yang langka untuk bisa Ratih pandangi.

"Apa kamu masih ada disana?" Tanya Shaka karena tak sedikitpun ia mendengar suara Ratih selain pergerakannya saat gadis itu membantu putrinya berpakaian.

"Iya, Tuan. Ada yang perlu saya bantu?" Tanyanya yang baru saja meletakkan sisir rambut Shanaya kembali ke tempatnya.

"Tidak ada. Tanyakan saja pada Lasma apa makan malamnya sudah siap. Kurasa aku akan makan malam lebih awal malam ini." Ucapnya dan Ratih menganggukkan kepala. Pamit kepada Shaka sebelum meninggalkan pria itu dan putrinya di kamar berdua.

Setelah mendapatkan informasi dari Lasma, Ratih kembali ke kamar dan memberitahukan kalau makan malam akan siap dalam lima belas menit.

"Kalau begitu kau punya waktu lima belas menit untuk membersihkan diri." Ucap Shaka yang membuat Ratih terdiam karena bingung. "Kenapa kau diam? Apa kau berniat makan malam dengan tubuh bau keringat?" Tanyanya dengan ketus. Ratih tidak lagi menjawab dan setelah pamit ia langsung pergi ke kamarnya sendiri untuk membersihkan diri.

Lima belas menit cukup bagi Ratih untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah menyisir rambutnya, Ratih melangkah menuju dapur dan membantu Lasma untuk menyiapkan makan malam di meja.

Shaka datang bersama dengan Shanaya dan Naraga yang berjalan di belakangnya. Keduanya duduk di kursi masing-masing. Naraga meletakkan makanan untuk Shaka sementara Ratih melayani Shanaya.

"Duduklah." Perintah Shaka entah pada siapa. Naraga memandang Ratih dan menyuruhnya untuk duduk. Hal yang mengejutkan Ratih dan sesaat membuatnya bingung.

"Saya, Tuan?" Tanya Ratih bingung.

"Siapa lagi. Naraga jelas akan makan malam dengan Lasma. Apa kau mau menjadi obat nyamuk bagi mereka?" Tanyanya dengan ketus.

"Tak apa, Tuan. Saya nanti bisa makan sendiri di dapur." Tolak Ratih karena jelas dia merasa tak enak jika harus makan bersama dengan majikannya dan juga putrinya. Rasanya terlalu intim."

"Apa kau lupa kalau kau masih punya pekerjaan malam ini?" Tegur Shaka yang membuat Ratih memucat seketika.
________________________

Maaf kalau ada typo dan salah kata
Jangan lupa komen ya

Entangled by Your CharmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang