"Pergilah ke dapur dan habiskan makan siangmu. Aku akan memanggilmu kalau perlu." Perintah Naraga yang disambut anggukkan antusias Ratih. Tanpa menunggu detik berlalu, Ratih langsung pergi meninggalkan pria itu.
Setelah Ratih hilang dari pandangan, Naraga kembali ke kamar mandi dimana Shaka masih menikmati acara berendamnya. Pria itu masih menyandarkan kepalanya ke tepian bak mandi, namun kini mata pria itu tengah tertutup, seolah sedang tertidur.
"Kalian sengaja memilihnya, kan?" Jika saja mulut Shaka tidak bergerak, Naraga akan menyangka kalau itu adalah suara angin. "Kalian sengaja membawakanku seorang gadis muda yang berpikiran polos seperti gadis itu." Lanjutnya masih tanpa membuka mata.
"Kita tidak punya pilihan lain. Hanya dia yang tersedia saat ini." Naraga mengulangi jawaban yang sebelumnya ia katakan pada Shaka.
"Jangan anggap aku bodoh Naraga." Dengusnya, kali ini mata pria itu terbuka dan tatapannya mengarah pada Naraga. Tajam dan terkesan menuduh. Kalau saja Naraga adalah orang asing yang baru pertama kali bertemu dengan Shaka, ia akan menganggap kalau Shaka itu pria yang normal, bukan pria buta. "Hanya karena aku buta, lantas kau menganggap otakku juga tidak bisa berpikir jernih. Jelas sekali diluar sana banyak pengangguran yang bisa kau pekerjakan."
"Memang banyak." Jawab Naraga dengan santainya. Ia bahkan tidak risih lagi saat melihat Shaka yang telanjang sempurna bangkit dari baringannya dan keluar dari bath tub, melangkah tegap menuju shower yang berada tepat di sisi lain kamar mandi tanpa terlihat kaku. "Tua ataupun muda, banyak yang bisa bekerja untuk kita. Tapi mencari seseorang dengan karakter yang cocok untuk melayani Anda itu jelas tidak mudah." Ucapnya dan Shaka tidak membalas ucapannya. Pria itu justru asyik mengguyur tubuhnya di bawah pancuran air yang Naraga yakini pasti sedingin es.
"Kalau Anda lupa, selama lima tahun terakhir ini, entah sudah berapa puluh orang yang memilih untuk berhenti. Bahkan terakhir kali, Anda membuat pelayan baru Anda hanya bertahan bekerja selama dua hari sebelum memutuskan untuk kabur pada malam hari karena merasa tak tahan dan tertekan."
"Itu karena dia tidak becus bekerja." Jawab Shaka dengan santainya.
"Ya. Dan hanya orang tertentu saja yang bisa 'becus' bekerja dengan Anda. Susah untuk mencari orang yang bisa menangani Anda dan sikap Anda yang yah... Anda tahu sendiri seperti apa." Naraga membantu Shaka untuk mengenakan bathrobenya.
Shaka kembali mendengus mendengar ejekan pria kepercayaannya itu.
"Anda tahu kalau kepribadian Anda itu tidak berbanding lurus dengan penampilan Anda. Jadi satu-satunya yang bisa kami lakukan adalah mencari orang 'becus' yang tidak bisa lepas dari Anda dengan mudah. Dan gadis itu adalah satu-satunya kandidat yang tidak akan bisa berhenti dengan mudah dari pekerjaan ini sekalipun dia ingin. Dia harus tetap terikat dengan Anda bagaimanapun caranya." Ucap Naraga seraya membimbing Shaka untuk berjalan menuju kamar dengan suaranya.
"Kenapa dia harus terikat denganku?" Shaka mulai mengenakan pakaian dalamnya.
"Karena orangtuanya sudah mengambil semua pembayaran di muka untuk satu tahun kedepan. Jadi, dia tidak bisa apa-apa selain bekerja bersama Anda dan menuruti apa kata Anda sampai tahun depan." Jawab Naraga dengan santai seraya menyerahkan botol parfum pada Shaka.
"Menuruti apa kataku?" Kali ini sebelah alis Shaka terangkat dan sebuah senyum kecil muncul di wajahnya.
"Ya. Apapun yang Anda katakan. Apapun yang Anda inginkan. Dia harus menurutinya tanpa terkecuali." Ucap Naraga dengan tegasnya.
"Aku tahu ini hanya permainanmu dan Lasma, bukan begitu?" Shaka meraih kaus lengan pendek yang sudah disiapkan Naraga dan memakainya tanpa kesulitan.
"Apa maksud Anda?" Tanya Naraga berpura-pura bingung yang membuat Shaka berdecih mengejek karenanya.
"Aku tahu apa yang kau dan Lasma lakukan. Dan aku juga tahu siapa dalang di balik semua ini." Ucapnya seraya mengenakan celana panjangnya. "Kau menjadikan gadis itu umpan, kan?" Tanyanya dengan nada mengejek. "Kenapa? Apa kakekku takut kalau kejantanan sang cucu satu-satunya ini tidak bisa berfungsi dengan normal?" Tanyanya lagi dengan nada menghina. "Dia takut kalau nama Arsenio tidak akan memiliki penerus sampai-sampai dia melakukan taktik murahan seperti ini?"
"Syukurlah kalau Anda sadar." Jawab Naraga seolah mengiyakan asumsi Shaka tentang rencana kakeknya.
"Sialan, Naraga! Aku tahu kau dan kakek berteman baik, tapi tidak berarti kalau kau bisa mengendalikan hidupku seperti ini." Umpat Shaka kesal. "Memangnya apa yang kau ingin aku lakukan padanya? Memperkosanya? Meyakinkan kakekku kalau alat vitalku baik-baik saja? Kakek ingin aku menghamilinya?" Tuntut Shaka dengan kalimat berapi-api.
"Kalau memang itu diperlukan, maka lakukan." Jawab Naraga dengan santainya yang lagi-lagi membuat Shaka kesal.
"Apa kalian sadar kalau tindakan kalian ini tidak manusiawi?" Tuntut Shaka marah.
"Selama hal ini bisa membuatmu kembali menjadi Shaka yang dulu, maka kami tidak peduli akan jalan yang harus kami tempuh."
"Memangnya aku yang dulu seperti apa?"
"Lebih manusiawi." Jawab Naraga santai. "Lebih bisa diajak bicara. Bisa mencintai." Lanjutnya tanpa peduli dengan ekspresi mengernyit tak suka di wajah Shaka. "Shaka yang sekarang tercipta bukan karena kebutaanmu karena sebelum matamu buta, kau lebih dulu mengalami buta hati."
"Berhenti." Perintah Shaka datar.
"Kau mencintai wanita yang salah, itulah kenapa kau menjadi seperti ini." Naraga mengabaikan perintah Shaka. "Jika saja waktu itu kamu menuruti ucapan kakekmu, maka saat ini aku jamin kamu masih bisa melihat dunia. Tapi kamu, dengan arogannya meyakini kalau dia juga mencintaimu sepenuh hati. Lalu semua ini terjadi dan lihatlah siapa yang lebih dulu pergi?"
"Hentikan!" Bentak Shaka marah. Dia berdiri dengan emosi. Ingin melempar sesuatu namun jelas dia tidak bisa melihat apapun selain kegelapan.
"Kami tidak memintamu untuk mencintainya. Tapi kami harap, dengannya kamu bisa mengabulkan apa yang kakekmu inginkan. Mengingat dalam lima tahun terakhir ini upaya kami untuk membuatmu menyentuh perempuan tak pernah berhasil, maka ini adalah pilihan lain yang kami miliki." Naraga mengangkat tangan kanannya dan menyentuh bahu pria yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri itu dengan kuat.
"Dan kalau hal ini juga tidak berhasil?" Tantang Shaka dengan nada mengejek.
"Maka kami akan terus berusaha. Dan akan ada Ratih-Ratih lainnya." Jawab Naraga dengan senyum langkanya.
Shaka kembali menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur dan mencengkeram dahinya dengan frustasi.
"Kau tahu seberapa keras kepalanya kakekmu." Lanjut Naraga, tak peduli dengan Shaka yang merasa lelah. "Semakin kau menolak, semakin dia mencari cara untuk membuatmu merealisasikan mimpinya.
"Lagipula apa salahnya menuruti keinginan kakekmu? Toh dalam prosesnya itu juga menyenangkanmu dan tentu itu juga membuat kakekmu yakin kalau kau normal dan mampu. Dan lagi, gadis itu tidak seburuk yang kau bayangkan." Ucap Naraga lirih. "Jika saja kamu bisa melihatnya, kamu akan tahu kalau dia memiliki tubuh yang pria muda sepertimu pastinya akan gatal untuk menyentuhnya." Ucapnya dengan penuh arti.
"Bahkan jika dibandingkan dengan wanita itu, kurasa yang satu ini jauh lebih baik. Selain tubuh, dia juga menang di wajah dan umur." Dan setelah mengatakan itu, Naraga bergerak mundur. "Kau tahu bagaimana memanggilku jika kau butuh. Aku perlu mengisi perutku supaya aku kuat melihat pertunjukkan apa yang kau tunjukkan nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...