Ratih dengan segera membersihkan ban mobil bekas itu dengan tisu basah sebelum mengeringkannya dengan lap yang kering dan bersih. Setelah merasa sudah bisa digunakan, dia mengangkat tubuh Shanaya dengan pelan dan memposisikan tubuhnya dengan nyaman.
"Gak sampai." Keluh Shanaya memandang kakinya yang bersepatu.
"Saya bantu dorong dari belakang ya?" Tawar Ratih. Tentu dia tidak bisa serta merta melakukan niatannya tanpa meminta ijin karena takut salah.
"Yang tinggi." Perintah Shanaya.
"Secukupnya saja, Nona. Nanti kalau ketinggian bahaya. Takut jatuh." Ratih mulai memegang dua sisi lingkaran ban yang berfungsi sebagai pegangan. Menariknya sejauh yang ia bisa dan melepaskannya sampai ia mendengar pekik kegirangan Shanaya.
"Lagi! Lebih tinggi!" Pinta gadis itu pada Ratih dan Ratih melakukannya. Ia menarik dan mendorong Shanaya setinggi yang menurutnya aman.
Suara tawa Shanaya sampai ke pendengaran Shaka. Ia mengerutkan dahi dan mencoba memfokuskan pendengaran. Dalam hati Shaka penasaran dengan apa yang sedang Shanaya lakukan sampai gadis kecilnya itu berteriak begitu kencang.
"Apa yang sedang mereka lakukan?" Tanya Shaka pada Naraga yang ia tahu berada di dekatnya.
"Bermain ayunan, Tuan." Jawab Naraga dengan nada datarnya yang khas.
"Semenyenangkan itu?" Tanya Shaka dengan alis bertaut. Sepengetahuannya, tidak ada yang harus di tertawakan dengan permainan yang membuatmu terbang di udara. Rasanya akan sama seperti naik pesawat terbang, biasa saja dan mungkin sesekali terasa seperti jantungmu mencelos jatuh karenanya.
"Mungkin menurut Anda biasa saja. Tapi mungkin berbeda sensasinya untuk para gadis." Naraga berkomentar.
"Apa bedanya?" Tanya Shaka bingung.
"Mungkin rasanya seperti saat Anda sedang memacu motor dalam kecepatan tinggi." Jawab Naraga lagi. Shaka jelas tidak bisa menggunakan hal itu sebagai perbandingan. Kecuali..
"Apa Shanaya dalam keadaan berbahaya?" Tanya Shaka yang refleks berdiri karena khawatir.
"Sepenglihatan saya tidak. Dia justru sedang bersenang-senang." Naraga membuka jendela yang ada di ruang kerja Shaka dan hal itu membuat Shaka bisa mendengar teriakan dan tawa Shanaya dengan lebih jelas.
"Lebih tinggi lagi!" Pekik putri kecilnya yang Shaka duga pada Ratih. Lalu kemudian tawanya terdengar sampai ke ruangan Shaka.
"Sepertinya gadis itu bisa mendekati Nona Muda lebih cepat daripada yang saya duga." Komentar Naraga yang membuat Shaka mengerling ke arah dimana pria itu tengah berdiri. "Anak kecil memang lebih pandai menilai ketulusan orang." Lanjutnya yang Shaka yakini merupakan sindiran yang ditujukan pria paruh baya itu untuknya.
Makan malam dihidangkan lebih awal karena mengikuti jam tidur Shanaya. Gadis kecil itu berceloteh riang tentang bagaimana dia dan Ratih bermain ayunan sepanjang siang tadi.
"Lain kali berhati-hatilah. Kalau terlalu tinggi dan sialnya talinya putus, kita tidak tahu apa yang akan terjadi." Teguran itu jelas dilayangkan Shaka pada Ratih yang sedang berdiri dua langkah di belakangnya. "Kalau putriku hanya mendapatkan lecet. Kalau dia sampai mengalami patah tulang, apa kau akan bertanggungjawab?"
"Papa. Kalau aku sampai jatuh, kak Ratih juga akan jatuh." Ucap Shanaya dengan polosnya.
Shaka mengerutkan dahi dan melirik ke arah putrinya sedang duduk.
"Kenapa begitu?" Tanya Shaka bingung.
"Karena kak Ratih ikat aku ke badannya." Ucap Shanaya dengan senyum lebar di wajahnya yang tak bisa Shaka lihat. "Kak Ratih bilang, kalau aku jatuh, kak Ratih bakal jadi bantalnya. Jadi aku aman." Lanjutnya yang membuat Shaka hanya bisa mengangkat sebelah alisnya tanda tak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...