Part 58 - Rega

998 93 6
                                    

Ratih kembali ke kamar sementaranya dan menemukan tasnya tidak dalam keadaan semula. Dengan cepat ia membuka dompet ponselnya dan besyukur kalau kartu debitnya masih ada. Tentu saja, mana mungkin Neylan mengambil kartu debit karena pasti isinya tidak seberapa. Dan Ratih tidak perlu menduga-duga alasan kenapa wanita itu membongkar tasnya. Untung saja kartu kredit yang Shaka berikan sudah dia simpan, kalau sampai hilang Ratih tidak bisa menuduh Neylan tanpa bukti, pun tidak bisa mengganti.

Menghela napas panjang, Ratih menyandarkan punggungnya di dinding. Ini bukan kehidupan yang Ratih inginkan tapi mau tak mau tetap harus ia jalani.

Jika membandingkan kehidupannya sekarang dengan dulu, minimal disini Ratih minim merasakan sakit hati. Setidaknya umpatan dari orang asing tidak terlalu menyakiti perasaannya jika dibandingkan dengan umpatan dan hinaan yang keluar dari mulut keluarga sendiri.

"Nona sudah kembali." Suara Dewi dari ambang pintu menyadarkan lamunan Ratih. Ratih hanya tersenyum dan menganggukkan kepala. "Apa ada yang kamu butuhkan?" Tanya Dewi ingin tahu. "Kipas angin mungkin? Disini tidak ada AC dan kalau malam nanti kamu menutup pintu rasanya akan panas dan pengap" Ujarnya seraya memandang sekeliling ruang.

"Kalau ada, boleh. Kalau tidak ada tidak apa-apa." Jawab Ratih sederhana.

"Aku punya cadangan. Nanti aku ambil. Sekarang, ayo makan siang bersama." Ajak Dewi lagi dan Ratih hanya menganggukkan kepala.

Shanaya yang sudah berganti pakaian memeluk Ratih dengan antusias saat melihat Ratih masuk ke ruang makan.

"Naya pikir Papa bohong." Ucap gadis kecil itu, lebih terdengar seperti keluhan di telinga Ratih.

"Kenapa bohong?" Tanya Ratih heran.

"Biasanya kalau Papa bilang nanti, Papa akan lupa sebelum Naya telepon lagi." Keluh gadis kecil itu yang dijawab Ratih dengan senyuman.

Makan siang di kediaman Neylan jelas lebih ramai dibandingkan biasanya. Shanaya yang biasanya hanya diam kini menjadi lebih cerewet dengan keberadaan Ratih. Mungkin selama ini para karyawan Neylan tidak pernah menanggapinya bicara atau menjaga jarak karena pertimbangan status karyawan dan majikan. Namun Ratih tidak seperti itu. Dia memperlakukan Ratih seperti seorang adik dimana dia mengijinkan atau melarang Shanaya melakukan sesuatu seandainya itu tindakan yang tidak pantas dilakukan namun masih dalam batas sopan antara pelayan dan anak majikan.

Menjelang sore hari, saat Ratih sedang menemani Shanaya bermain di kolam renang, Neylan datang bersama dengan Yiska, mengenakan bikini minim dan berbaring di atas kursi pantai sambil meminum minuman dingin dan bersikap seolah Shanaya dan juga Ratih tidak ada disana.

Ratih tidak keberatan dianggap tak ada, tapi dia mau tak mau mengernyit saat Neylan bersikap demikian pada putrinya satu-satunya.

Setengah jam setelah kedua wanita itu duduk, Dewi datang dan memberitahukan pada Neylan kalau seseorang bernama Rega datang.

"Halo, Sepupu. Lama tidak bertemu." Ucap pria muda yang mengenakan kaos lengan pendek pas badan dan celana jeans sepanjang lutut. Pria itu bersiul, memperhatikan Neylan dan Yiska yang tak malu mempertontonkan dua pertiga bagian tubuhnya. "Tubuh kalian..." pria itu membuat gerakan tangan berombak. "Seperti gitar Spanyol." Ucapnya yang membuat Yiska terkekeh tersipu. "Ini asli kan? Bukan hasil botox dan implan?" Lanjutnya yang membuat Yiska memalingkan wajah dengan wajah memerah sementara Neylan melemparinya dengan bantal bulat.

"Sialan. Apa sebenarnya tujuanmu kemari?" Tanya Neylan ingin tahu.

"Menjenguk keponakanku." Jawab pria itu lagi dengan tak acuh. Barulah pria itu menolehkan kepalanya kepada Shanaya dan terkejut dengan keberadaan Ratih.

Entangled by Your CharmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang