"Anda sudah selesai makan, Tuan?" Tanya Ratih heran. Biasanya Shaka tidak pernah menyisakan makanan tapi kini makanan pria itu tampak tidak banyak tersentuh.
Shaka tidak menjawab dan Ratih berdiri di sisinya berniat untuk membereskan makanan. Tapi saat tangannya terulur, Shaka malah menariknya dan membuatnya jatuh terduduk di atas pangkuan pria itu. Membuat Ratih yang kaget sempat memekik.
"Apa kau sedang menggoda Aithan?" Tanya pria itu dengan dingin. Tangannya memeluk pinggang Ratih supaya gadis itu tidak terjatuh.
"Maksud Anda?" Tanya Ratih bingung.
"Dia membicarakanmu. Dia tertarik padamu. Apa kau tidak melihat itu?" Tanya Shaka dengan gigi terkatup.
Ratih mengernyitkan dahi bingung. 'Bagian mananya dari pembicaraan mereka yang menyebutkan pria itu tertarik padaku?' Tanya Ratih dalam hati. 'Apa itu tentang tawaran pekerjaan yang diberikan Aithan?'
"Saya tidak tertarik untuk bekerja dengan beliau, Tuan." Jawab Ratih apa adanya. Sekalipun gajinya besar, Ratih sudah berjanji tidak akan bekerja lagi pada orang-orang seperti Shaka. Karena jelas, setelah lepas dari kandang singa, dia akan masuk ke kandang harimau. Pada akhirnya nanti, dia akan diperlakukan sama seperti Shaka memperlakukannya saat ini. Dan tidak, Ratih tidak mau lagi. Dia ingin bebas sekalipun gaji yang didapatkannya nanti jauh lebih kecil.
Ya, pada akhirnya Ratih menyamaratakan Shaka dan Aithan meskipun dia tidak terlalu mengenal pria yang baru saja selesai makan siang dengan tuannya.
Shaka memegang paha kanan Ratih dan mengangkatnya secara perlahan menggerakannya supaya kini gadis itu duduk dengan posisi mengangkang di atas pangkuannya.
"Lain kali, gunakan rok. Bukan celana." Perintah Shaka dan tangan pria itu mulai bergerak ke belakang kaus yang ratih kenakan dan mengusap kulit Ratih dengan perlahan.
Aithan bilang kulit Ratih terlihat lembut. Dan pria itu memang benar, kulit Ratih itu memang sangat lembut itulah kenapa Shaka suka menyentuhnya.
Ibu jari Shaka bergerak ke bagian depan tubuh Ratih dan menyusuri tepian bra yang ratih kenakan sebelum menyusup masuk dan meremasnya dari dalam.
"Tuan.." lirih Ratih karena ia tahu apa yang Shaka inginkan. Tapi apakah mereka memang harus melakukannya disini? Di tempat kerja Shaka?
"Aku harus mendapatkan jatah makan siangku." Ucap Shaka seraya mengangkat bra Ratih ke atas dan meloloskan dua bongkahan bulat itu dari tempatnya. Kepala pria itu mendekat, menghidu aroma tubuh Ratih sebelum meletakkan hidungnya di puncak payudara Ratih. "Tubuhmu wangi." Gumam pria itu seraya mengendus bau tubuh Ratih. Ratih menggigit bibir bawahnya, sentuhan Shaka selalu menimbulkan gelenyar aneh yang mencapai area intimnya.
Shaka menjilat puncak payudara Ratih yang membuat gadis itu merintih. Tangannya mencengkram bahu Shaka dengan erat karena takut kehilangan pegangan. Saat pria itu mulai mengulum payudaranya, Ratih memeluk kepala Shaka dengan erat dan meremas rambut lebatnya.
"Tuan.." lirih Ratih kebingungan. Pria itu tidak menjawab Ratih. Ia berdiri dengan membawa Ratih dalam gendongannya. Berjalan menuju rak buku dan entah dimana kuncinya langsung terbuka dan menunjukkan sebuah tangga yang entah mengarah kemana.
Sebuah kamar luas dengan perabotan lengkap dan dinding kaca berhias pemandangan kota menjadi hal yang Ratih lihat sebelum tubuhnya dibaringkan ke atas tempat tidur besar berlapis satin yang lembut dan dingin.
Shaka menunduk di atasnya. Mulut pria itu masih bermain dengan payudaranya sementara tangannya mulai melucuti pakaian Ratih satu persatu.
Amarah di dada Shaka saat mendengar Aithan memuji Ratih dan menginginkan Ratih untuk bekerja bersamanya membuat Shaka ingin menyadarkan Ratih atas kepemilikannya.
Shaka tidak suka jika mainannya diambil oleh orang lain. Bahkan sekedar dipinjam pun takkan ia berikan. Tapi entah nanti, kalau ia sudah bosan. Dan untuk saat ini hingga entah berapa lama, Shaka jelas tidak akan bosan pada gadis yang kini tengah dimasukinya.
Lenguhan Ratih terdengar merdu di telinganya. Tangan gadis itu yang kini mengusap pinggang Shaka membuat gerakannya semakin liar saja. Shaka menghunjam dengan permainan yang ia tahu bisa membuat gairah Ratih memuncak.
Demi Tuhan, ia ingin melihat ekspresi gadis itu saat ia membuatnya mencapai klimaks.
Deru napas Ratih yang tak beraturan. Debar jantungnya yang menggila. Semuanya tertangkap pendengaran Shaka dan membuatnya bergerak semakin cepat.
"Tuan.. saya..." Dan Shaka bisa merasakan milik gadis itu mengetat, mencengkeram milik Shaka erat. Shaka menggeram di leher Ratih dan mengejar kenikmatannya sendiri dan dalam hunjaman yang terakhir, Shaka mendorong miliknya sangat dalam hingga cairan miliknya menghangatkan rahim Ratih.
Shaka menyembunyikan wajahnya di lekuk leher Ratih, merasakan tubuhnya dan tubuh gadis yang ditindihnya melemah. Tangan Ratih masih memeluk leher Shaka dan jemarinya masih memainkan rambut Shaka.
Intim, ini terlalu intim dan seharusnya Shaka menolaknya karena Ratih dibayar untuk memuaskan nafsunya, bukan untuk membuat Shaka merasakan nyaman akan sentuhannya. Tapi Shaka tidak mau menyuruh gadis itu untuk tak menyentuhnya.
"Tuan, saya harus pergi." Ucap Ratih dengan tubuh menegang.
"Kemana?" Tanya Shaka perlahan bangkit dari tengkurapnya. Ia melepaskan diri dari Ratih dan duduk di sisi tempat tidur, sama sekali tidak risih dengan ketelanjangannya.
"Mas Toni pasti menunggu saya." Jawab Ratih seraya turut bangkit. Rasa lengket di area intimnya membuatnya merasa tak nyaman. Ia memandang berkeliling untuk mencari kamar mandi guna membersihkan dirinya.
"Toni? Siapa itu Toni?" Tanya Shaka dengan alis bertaut.
"Dia supir keluarga Anda, Tuan." Jawab Ratih seraya memunguti pakaiannya. "Apa saya boleh menggunakan kamar mandinya?" Tanya Ratih seraya menatap pintu yang ada di sisi lain tempat tidur yang ia duga merupakan kamar mandi. Shaka menjawab dengan anggukkan dan Ratih berjalan dengan membawa pakaiannya dalam pelukan.
Sesaat setelah pintu kamar mandi tertutup, Shaka mendekati meja dan meraih telepon yang ada disana. Dia menekan tombol yang ia tahu akan langsung terhubung pada meja Naraga.
"Ya, Tuan?" Tanya Naraga pada dering pertama. Shaka tidak mau bertanya kapan pria itu kembali atau kenapa pria itu selalu saja tersedia saat ia membutuhkannya karena ia tahu itulah tugas Naraga.
"Siapa itu Toni?" Tanya Shaka tanpa basa-basi.
"Supir pelayan, Tuan." Jawab Naraga datar.
"Apa dia masih muda?" Tanya Shaka ingin tahu.
"Anda sedang melakukan sensus karyawan, Tuan?" Tanya Naraga yang Shaka tahu saat ini tengah berusaha menahan senyumnya, namun Shaka tidak peduli itu.
"Dia muda, lajang, tampan dan usianya baru dua puluh tujuh tahun." Jawab Naraga lengkap.
Shaka seketika membanting teleponnya, mengakhiri pembicaraan dengan kasar. Dengan langkah cepat ia masuk ke kamar mandi dan suara gemericik air memberitahunya kalau saat ini Ratih tengah mandi.
Melangkah menuju Shower, Shaka berdiri tepat di belakang tubuh Ratih. Satu tangannya meraba payudara Ratih sementara tangan lainnya meraba tutup shower dan mematikannya.
"Tuan?"
"Siapa bilang aku sudah selesai?" Tanyanya dan Shaka mulai menciumi leher dan bahu gadis itu sementara tangannya bekerja dengan meremas dan memelintir puncak payudara Ratih dan tangan yang lainnya menggoda milik Ratih hingga gadis itu mendesah dan siap untuk kembali dimasuki.
Siang itu, Shaka membuat Ratih lemah hingga gadis itu tak memiliki tenaga untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...