Part 44 - Membosankan

997 68 2
                                    

Ratih terbaring di atas tempat tidur ruang istirahat Shaka dengan tubuh yang sangat letih. Ia mengabaikan rasa lengket diantara pahanya karena tadi, setelah mencumbuinya di kamar mandi, pria itu kembali menghunjamnya di atas tempat tidur bahkan dengan kondisi tubuh mereka yang belum sepenuhnya kering.

Apa yang merasuki Shaka? Darimana pria itu memiliki tenaga sementara makan siang pun tidak dihabiskannya?

Tapi Ratih tidak mau berpikir lebih. Tubuhnya yang lelah malah mengantarkan kantuk. Dan lagipula, Shaka mengijinkannya untuk beristirahat jadi Ratih hanya menerima apa yang ditawarkan majikannya tanpa ragu.

"Cantik." Kata itu sudah diucapkan oleh dua orang yang berbeda. "Berkulit putih. Berisi di tempat yang tepat." Adalah kata lain yang membuat Shaka merasa terganggu terlebih diucapkan oleh pria seperti Aithan. Muda dan lajang, adalah versi supir yang bernama Toni yang Shaka yakini juga akan tertarik pada sosok Ratih.

Semua hal itu mengganggu pikiran Shaka sepanjang siang sampai ia sulit untuk fokus pada pekerjaannya padahal dia sudah berkali-kali meluapkan nafsunya pada Ratih sepanjang pagi dan siang ini.

Apakah gadis itu sudah bangun dan pergi tanpa sepengetahuannya?

Tidak. Shaka rasa tidak. Ia sengaja membuat gadis itu lelah supaya ia tidak kembali ke kediaman Arsenio bersama dengan pria yang Shaka yakini akan berusaha untuk menggodanya.

Sial! Kenapa Ratih mempengaruhinya sampai seperti ini? Geram Shaka seraya mengepalkan tangannya erat di atas meja yang tanpa ia sadari mengundang perhatian orang-orang yang sedang mengikuti rapat bersamanya, khususnya Aithan dan Naraga. Kedua pria berbeda usia itu memandang kepalan tangan Shaka dengan cara yang berbeda.

Jelas Naraga tahu arti kemarahan terpendam Shaka itu ada hubungannya dengan Ratih yang kini disembunyikan Shaka di ruang istirahatnya. Sementara bagi Aithan, kemarahan Shaka berasal dari laporan yang kini tengah dijabarkan tim perencanaan.

Laporan selesai dan Shaka sama sekali tidak memberikan tanggapan apapun.

"Apa gadis itu sudah pergi?" Tanya Shaka pada Naraga dalam perjalanan kembali ke ruangannya.

"Saya rasa belum." Duga Naraga karena jelas ia sudah memerintahkan Toni untuk kembali lebih awal dan gadis itu tentu tidak akan kembali tanpa menghubunginya lebih dulu. Ratih jelas tidak tahu dimana kediaman Arsenio.

"Pesankan makanan." Perintah Shaka pada Naraga sesaat setelah ia masuk ke dalam ruangannya.

"Untuk?"

"Untukku dan Ratih." Jawabnya seraya kembali duduk di balik mejanya.

Naraga hanya mengangguk dan kembali menutup pintu ruang kerja. Shaka tahu dimana harus mencarinya dan bagaimana menghubunginya jika pria itu membutuhkannya karena Shaka tidak selalu harus Naraga temani.

Sementara Naraga kembali ke mejanya, Shaka lagi-lagi tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Ia lebih seperti ikan yang terkena kemarau, tampak gelisah dan bingung mau melakukan apa. Jari telunjuknya terus menerus mengetuk meja dan otaknya terus berputar keras. Shaka tahu kalau ia harus mengambil keputusan.

Ketukan di pintu memudarkan lamunannya dan Naraga masuk dengan membawa pesanannya.

"Mungkin akan dingin tak lama lagi." Ucap Naraga mengingatkan.

"Aku tahu. Kau boleh pergi. Aku akan menginap disini." Ucapnya dan kemudian Shaka bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu kamar istirahatnya.

Saat Shaka membuka pintu, ia tidak mendengar gerak apapun kecuali suara napas yang teratur yang ia tahu berasal dari Ratih yang pastinya masih tertidur. Melepas jas dan sepatunya, Shaka memilih untuk bergerak mendekati tempat tidur dan berbaring tepat di samping tubuh Ratih sebelum dengan perlahan menyusupkan lengannya ke bawah kepala Ratih dan menjadikannya bantalan.

Entangled by Your CharmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang